Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar berharap penetapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus suap Harun Masiku tidak mental di tahapan pra-peradilan. Untuk itu, Tibiko mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius mengusut dugaan keterlibatan Hasto dalam kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“KPK harus serius menangani perkara ini, terutama ketika akan menghadapi praperadilan,” kata Tibiko dalam keterangan tertulis pada Selasa, 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tibiko menilai penetapan Hasto sebagai tersangka bisa menjadi titik balik bagi KPK untuk mengembalikan kepercayaan publik. Sebab, kata dia, dalam beberapa tahun terakhir publik melihat KPK kerap kali kalah dalam persidangan praperadilan yang diajukan tersangka.
“Jangan sampai kasus berhenti pada penetapan tersangka justru terjadi kembali. Apalagi kasus ini melibatkan Sekjen partai yang sebelumnya pernah berkuasa,” kata dia.
Selain itu, Tibiko berharap agar proses penanganan perkara ini berjalan sesuai prosedur tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Dia pun mendorong KPK untuk mengevaluasi proses penanganan agar intimidasi terhadap penyidik tidak terulang.
Sebab, ujar Tibiko, intimidasi dalam penanganan perkara berpotensi kepada upaya penghilangan alat bukti oleh terduga pelaku. “KPK juga harus berkomitmen menjerat semua pihak yang patut diduga terlibat dalam perkara ini,” katanya.
Sebelumnya KPK mengumumkan penetapan Hasto pada Selasa siang, 24 Desember 2024. Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap yang melibatkan politikus PDIP, Harun Masiku, terhadap Komisioner KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan Hasto memiliki peran vital dalam kasus suap tersebut. Dia diduga membantu pelarian Harun Masiku. Harun adalah kader PDIP yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Hingga kini Harun masih menjadi buronan.
Berdasarkan penyidikan KPK, menurut Setyo, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap. KPK menemukan sumber uang suap tersebut dari Hasto. "Uang suap sebagian dari HK, itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini," kata Setyo.
Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy mengatakan partainya akan kooperatif menghadapi kasus hukum yang tengah menjerat Hasto Kristiyanto. “PDIP dan sekjen akan selalu menaati proses hukum dan kami akan bersifat kooperatif,” kata Ronny dalam konferensi pers di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa malam, 24 Desember 2024.
Ronny berjanji akan memberikan keterangan lebih lanjut terkait kasus hukum tersebut. “Kami akan berikan informasi lebih lanjut, hari ini tidak ada sesi tanya jawab,” kata dia.
Kasus suap Harun Masiku terhadap Wahyu Setiawan ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Wahyu dan beberapa kader PDIP pada 8 Januari 2020. Wahyu diduga menerima suap untuk memuluskan proses penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dari PDIP di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1.
Proses PAW itu berawal ketika calon legislator PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan pada Pemilu 2019. Nazarudin merupakan caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak di dapil itu di Pemilu 2019. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu, pengganti caleg meninggal atau alasan lain adalah calon legislator peraih suara terbanyak berikutnya di dapil bersangkutan, yaitu Riezky Aprilia.
Namun, PDIP meminta KPU menggantinya dengan calon pilihan partai, yaitu Harun Masiku. Harun adalah peraih suara urutan kelima di Dapil Sumatera Selatan 1 pada Pemilu 2019. Untuk memuluskannya, pihak PDIP lantas melobi komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.
Permohonan PDIP itu berakhir kandas pada 7 Januari 2020. Tapi uang dugaan suap untuk memuluskan proses PAW sudah diberikan kepada Wahyu Setiawan. Setelah memastikan aliran uang, KPK menangkap Wahyu dan kader PDIP Saeful Bahri.
KPK juga hendak menangkap Harun Masiku dalam operasi penangkapan tersebut. Tapi Harun Masiku kabur ke arah kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia pun menghilang di kampus kepolisian tersebut. Hingga saat ini, Harun Masiku berstatus sebagai buronan KPK.
Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan divonis enam tahun penjara. Lalu Saeful Bahri divonis satu tahun delapan bulan penjara.
KPK menduga Hasto Kristiyanto terlibat dalam perkara suap tersebut. Penyidik sempat hendak menggeledah ruangan Hasto di kantor DPP PDIP, kawasan Menteng, Jakarta Pusat ketika operasi penangkapan. Tapi upaya penggeledahan tersebut dirintangi sehingga gagal terlaksana. Dalam sejumlah kesempatan, Hasto membantah terlibat dalam perkara Harun Masiku tersebut.