Ada ide menghapus sepuluh IKIP menjadi universitas. Lulusannya sudah melimpah dan sukar diserap sektor non-pendidikan. Guru lulusan universitas lebih bergengsi. BUDI, seorang calon mahasiswa IKIP Yogyakarta, melonjak kegirangan setelah membaca berita bahwa IKIP akan dijadikan universitas. Sebab, bila dalam pengumuman pekan depan namanya tercantum sebagai calon mahasiswa baru IKIP, ia sudah terpikir bahwa lapangan pekerjaannya bukan cuma guru. Ia bisa bekerja di mana saja, seperti lulusan universitas pada umumnya. Berita IKIP akan diubah menjadi universitas itu menggelinding setelah koran memberitakan ucapan Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, seusai peresmian gedung Magister Manajemen UGM di Bulaksumur Yogyakarta, Senin pekan lalu. Beberapa koran mengutip ucapannya bahwa sepuluh IKIP negeri akan diubah menjadi universitas biasa. Ketika kemudian dikonfirmasi, ia mengaku tak persis mengucap- kan akan adanya penghapusan IKIP itu. "Situasi kan selalu berkembang. Dinamika sekarang ini memungkinkan untuk mengadakan perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan," katanya pada TEMPO. Memang perubahan yang dipikirkan tak serta-merta menutup IKIP dan membuka universitas. Setelah berita tentang IKIP bakal dihapus itu berkembang sepekan, Sukadji pun buru-buru mem- berikan penjelasan lagi, bahwa IKIP memang akan dibenahi. Misalnya, fakultas dan jurusan di IKIP dinilainya terlalu rinci. "Hampir setiap mata pelajaran di sekolah menengah men- jadi program studi di IKIP. Ini berlebihan," katanya kepada TEMPO di Banda Aceh pekan lalu. Misalnya, seorang sarjana jurusan PMP atau PSPB akan sulit mendapat pekerjaan kalau tak ada lowongan mengajar mata pelajaran itu. Yang lebih parah, katanya, tenaga guru kini sudah melewati batas daya serap sekolah menengah yang ada. "Maka, kurikulum di IKIP harus luwes, agar lulusannya tak hanya paham di bidang studinya," kata Sukadji, di sela-sela acara menerima Dubes Jepang di kantornya, Senin lalu. Langkah awal untuk menghapus beberapa jurusan di IKIP sebenarnya sudah diawali empat tahun lalu. Ketika itu, sekitar 209 program studi dibabat. IKIP Bandung, umpamanya, harus menutup Jurusan Sosiologi Pendidikan. Ada yang menduga bahwa nasib IKIP akan seperti SPG, yang sudah dihapus lebih dulu. Bisa saja IKIP diubah menjadi universitas biasa dengan program studi yang sama, terutama untuk mata kuliah wajib. Bagi mereka yang ingin jadi guru, disediakan mata kuliah "pilihan", yang berkaitan dengan masalah pendidikan seperti psikologi perkembangan atau ilmu pendidikan. "Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Semua masih terus berkembang," kata Sukadji. Ide untuk menghapus IKIP sebenarnya sudah berulang kali dilontarkan beberapa pakar pendidikan. Seperti yang pernah dilemparkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen P dan K, Prof. Harsya W. Bachtiar, bahwa IKIP sebaiknya digabung atau kembali menjadi fakultas suatu universitas. Mahasiswa yang ingin menjadi guru bahasa Indonesia, misalnya, bisa masuk fakultas sastra. Jika perubahan itu terwujud, menurut Harsya, justru akan mengatrol gengsi guru. "Kedudukan guru akan semakin kuat, dan mutu mereka tambah baik," katanya. Pada mulanya, IKIP lahir dari FKIP suatu universitas. Karena pertimbangan politik, IKIP pun "pisah kebo" dengan univer- sitas induknya. "Dengan bentuk IKIP, ternyata mutu lulusannya tak maju-maju," kata Harsya. Bahkan dalam sebuah seminar di IKIP Yogyakarta beberapa waktu lalu, Pembantu Rektor I Prof. Djohar mengusulkan agar IKIP diubah saja menjadi universitas. Sebab, dalam makalah Djohar, lulusan IKIP sudah jenuh. Untuk itu, perlu ada lembaga yang menyelenggarakan pendidikan profesi guru, yakni universitas. Rencana penghapusan IKIP bukannya tak mungkin. Soalnya, sudah ada contoh. IKIP Surakarta pada 1976 dilebur menjadi Univer- sitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Solo, dan statusnya cuma FKIP. Bahkan yang swasta, seperti IKIP Sanata Dharma di Yogya pun, kini sedang siap-siap untuk membubarkan diri. Untuk ganti baju menjadi universitas, kata rektornya, A. Tutoyo, Sanata Dharma tinggal menunggu izin. Ide menjadi universitas, katanya, digodok sejak 1980. Selama lima tahun terakhir, katanya, porsi pendidikan keguruan mulai dikurangi dari 55% menjadi 25%. Selebihnya untuk bidang studi umum. Pandangan IKIP Sanata Dharma nampaknya lebih realistis. Sebab, kenyataan di lapangan, lulusan IKIP sulit diserap oleh lapangan pekerjaan di luar pendidikan. Walaupun nantinya berubah menjadi universitas, Sanata Dharma tetap akan menyediakan peluang untuk calon guru. Mereka bisa mengikuti pendidikan keguruan lewat program akta mengajar pada dua semester terakhir. IKIP Negeri Yogya pun kini sudah ancang-ancang, bila benar IKIP bakal dihapus. Karena, kata Rektor IKIP Yogyakarta Prof. Arma Abdoellah, sekarang ini jumlah lulusan IKIP sudah melebihi kebutuhan. Ia pun lantas bertanya, "Lulusan IKIP, kalau tak jadi guru, mau jadi apa?" Maka, tambahnya, tak ada pilihan lain kecuali mengubahnya menjadi universitas. Sebagai langkah awal, IKIP Yogyakarta telah membuka program D-3 Politeknik. Lulusannya, kalau tak menjadi guru, bisa bekerja di luar ling- kungan pendidikan. Agaknya pro-kontra penghapusan IKIP masih akan makan waktu. Andaikan IKIP tak jadi dihapus, Dirjen Sukadji tetap berniat membenahi sistem pendidikan IKIP. Tujuannya, tak lain, agar lulusannya bisa lebih fleksibel dalam mencari pekerjaan. "Jadi, semua pikiran untuk perbaikan IKIP boleh-boleh saja dilontarkan," kata Sukadji. Gatot Triyanto dan Laporan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini