Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia belum memiliki manajemen evakuasi bagi difabel yang terjebak dalam bencana alam atau kerusuhan. Akademikus yang fokus pada isu desain inklusif dari Queensland University of Technology Australia, Gunawan Tanuwidjaja mengatakan sampai saat ini yang dijadikan pedoman dalam manajemen evakuasi atau mitigasi bencana adalah peraturan pemerintah, peraturan menteri atau undang-undang kurang detail.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pedoman mitigasi juga hanya untuk masyarakat umum, tidak spesifik bagi penyandang disabilitas," ujar Gunawan Tanuwidjaja kepada Tempo, Rabu 25 September 2019. Dia menjelaskan, belum ada teman difabel yang dilibatkan secara langsung dalam penyusunan peraturan atau petunjuk teknis manajemen evakuasi dan mitigasi bencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini, menurut Gunawan, keterlibatan penyandang disabilitas dalam manajemen evakuasi dan mitigasi hanya terkesan sebagai objek. Dia menggambarkan salah satu keadaan yang sulit diantisipasi adalah tindakan anarkisme atau kerusuhan yang bisa menyeret siapapun, tak terkecuali difabel.
Polisi memeriksa kondisi mobil yang dibakar massa perusuh saat terjadi demonstrasi penolakan UU KPK dan RUU KUHP di Tomang, Jakarta, Kamis, 26 September 2019. Selain mobil, Pos Polisi di bawah Jembatan Layang Persimpangan Tomang juga dibakar. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Seorang penyandang disabilitas yang pernah menjadi koordinator unjuk rasa, Hari Kurniawan menceritakan, bila difabel melakukan demonstrasi, biasanya persiapan baru dilakukan saat hari berlangsungnya demonstrasi. Padahal, laporan tentang aksi damai sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya.
"Belum sempat terpikirkan bagaimana manajemen mitigasi kerusuhan, bahkan setiap aksi koordinasi langsung dilakukan di tempat," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Disabilitas ini.