Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah kalangan mengkritik usulan Presiden Joko Widodo yang meminta Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator untuk mengolah informasi intelijen.
BIN melaporkan penyelenggaraan koordinasi intelijen negara kepada presiden, bukan ke Kementerian Pertahanan.
Kementerian Pertahanan bukan leading sector dari pengelolaan informasi yang berhubungan dengan keamanan negara.
JAKARTA – Sejumlah kalangan mengkritik usulan Presiden Joko Widodo yang meminta Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator untuk mengolah informasi intelijen. Pengamat militer dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, misalnya, mengatakan landasan hukum ihwal koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN) dengan lembaga negara lainnya sejatinya sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, dalam Pasal 38 ayat 1, 2, dan 3 undang-undang itu sudah disebutkan bahwa BIN berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara. "Pada Pasal 39 juga sudah jelas bahwa BIN melaporkan penyelenggaraan koordinasi intelijen negara kepada presiden, bukan ke Kementerian Pertahanan," ujar Connie saat dihubungi Tempo pada Senin, 23 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo, saat pembukaan rapat pimpinan Kementerian Pertahanan pada Rabu pekan lalu, meminta Kementerian Pertahanan bisa mengorkestrasi informasi intelijen pertahanan dan keamanan. Informasi intelijen itu dapat bersumber dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI (Polri), BIN, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). "Ini harus diorkestrasi agar menjadi sebuah informasi yang satu sehingga kita memutuskan kebijakan itu betul, paling tidak mendekati benar. Jadi, langkah kerja memang harus preventif," ujar Presiden.
Connie mengatakan, selain dalam Pasal 38 dan 39 UU Nomor 17 Tahun 2011, kedudukan BIN yang berhubungan dengan pertanggungjawaban sudah ditegaskan pada Pasal 27. Isinya, BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Dalam aturan turunannya, yakni Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara, juga disebutkan kedudukan BIN. Pasal 13 peraturan itu menyebutkan Kepala BIN melaporkan tugas dan fungsi koordinasi intelijen negara kepada presiden paling sedikit satu kali dalam enam bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan mendesak.
"Loud and clear. Jadi, Pak Presiden dan Menteri Pertahanan harus baca serta mengerti pasal demi pasal di undang-undang tersebut," ujar Connie. "Terkecuali jika mereka mau mengubah undang-undang. Tapi apa urgensinya? Memangnya Kepala BIN gagal? Di mana gagalnya?"
Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan Tahun 2023 di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta, 18 Januari 2023. BPMI Setpres/Lukas
Sarat Nuansa Politis
Kritik juga disampaikan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), yang menyatakan rencana orkestrasi yang diminta Presiden Jokowi itu sarat nuansa politis. Menurut Ketua PBHI, Julius Ibrani, orkestrasi tersebut menimbulkan tanda tanya. Sebab, usulan itu dicetuskan tanpa melihat adanya urgensi atau faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Menurut PBHI, pernyataan Presiden tersebut harus diketahui secara jelas maksud dan tujuannya.
Dalam keterangan tertulisnya, PBHI menganggap pernyataan Presiden Jokowi itu mengaburkan tata kelola kenegaraan. Julius menegaskan bahwa Kementerian Pertahanan bukan leading sector dari pengelolaan informasi yang berhubungan dengan keamanan negara. "Kementerian Pertahanan bukanlah lembaga yang menurut undang-undang sebagai lembaga koordinasi intelijen negara," ujarnya.
Kedudukan dan Fungsi Intelijen
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011, PBHI menyatakan intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, serta pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta. Definisi ini menjelaskan fungsi intelijen sebagai bahan perumusan kebijakan dan strategi nasional dengan struktur hierarki instansi sektoral (TNI, Polri, kejaksaan, dan kementerian/lembaga).
Julius menjelaskan, struktur intelijen negara yang digunakan umum di berbagai negara bersifat bottom-up, yakni badan atau lembaga intelijen menjadi koordinator lembaga lainnya ketika melakukan kerja intelijen. Laporan hasil kerja dari deteksi dini atau peringatan dini akan langsung disampaikan kepada pemimpin negara. Dia menilai usulan orkestrasi akan membuat BIN dan BSSN berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan. "Hal ini jelas bertentangan dengan struktur kenegaraan dan konstitusi."
Mengubah posisi Kementerian Pertahanan dalam fungsi dan struktur intelijen, Julius melanjutkan, juga melanggar konstitusi karena terjadi perubahan secara ketatanegaraan. Padahal Kementerian Pertahanan adalah 1 dari 3 Kementerian yang tidak dapat dibubarkan atau diubah presiden karena diatur langsung oleh Undang-Undang Dasar 1945. "Kementerian Pertahanan secara konstitusi tidak boleh diubah perannya, apalagi dihapus," ujarnya.
Julius memaparkan, Pasal 7-14 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 memang menyebutkan pelaksanaan intelijen negara dapat melibatkan militer, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga non-kementerian. Namun hal tersebut tetap dilakukan dengan tidak mengubah fungsi BIN sebagai lembaga utama yang melakukan fungsi koordinasi intelijen negara. "Bagaimanapun BIN harus ada di bawah presiden langsung, bukan di bawah kementerian."
Degradasi Kementerian
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai usulan orkestrasi melanggar konsep yang selama ini diterapkan di kementerian koordinator. Secara hierarki, kementerian koordinator berada di atas kementerian pada umumnya. BIN sempat berada di bawah Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, sebelum kini berada langsung di bawah presiden. "Kalau dipindahkan ke Kementerian Pertahanan, ini menjadi tanda tanya besar dan mendegrasi kementerian. Tugas Kementerian Pertahanan bukan hanya bicara intelijen negara," kata Feri.
Tempo belum mendapat konfirmasi dan komentar dari Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto. Wawan sempat dihubungi, tapi belum memberi respons. Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan, dan HAM Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, tidak menjawab upaya konfirmasi Tempo mengenai hal ini.
Adapun Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membantah anggapan bahwa lembaga yang dipimpinnya diminta Presiden mengorkestrasi informasi intelijen negara di berbagai institusi. Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan Kementerian Pertahanan hanya diperintahkan Presiden untuk mengkoordinasi lembaga-lembaga intelijen negara, seperti BIN dan BSSN, bukan diperintahkan membawahkan dua lembaga tersebut. "BIN tidak di bawah Kementerian Pertahanan. Diperintahkan oleh Presiden untuk semacam menjadi koordinator penilai," kata Prabowo saat ditemui di Sekretariat Bersama Gerindra dan PKB, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin, seperti dilansir Antara.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo