Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jangan coba sogok polisi

Undang-undang lalu lintas baru diberlakukan mulai jumat pekan ini. polri akan memecat petugas yang ketahuan menerima denda damai, dan bakal mengadukan mereka yang melakukannya.

18 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH setahun tertunda karena reaksi keras masyarakat, sejak 17 September ini UU Nomor 14/1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (UULAJ) mulai diberlakukan. ''Pemerintah kali ini benar-benar siap untuk melaksanakannya,'' ujar Kapolri Letjen Banurusman, Kamis pekan lalu. Reaksi masyarakat atas pemberlakuan UULAJ itu, sampai pekan lalu, tampak adem ayem. Namun, polisi tak mau mengambil risiko. Maka, serangkaian operasi pun dilancarkan, sejak Juli silam, untuk mengakrabkan aparat dan masyarakat dengan UU baru itu, dan segaligus menangkal ganjalan yang bisa muncul. Lewat operasi yang diberi nama ''Operasi Wibawa'' itu, petugas mempraktekkan uji coba tilang gaya baru, dan prosedur penyelesaian hukum pelanggaran lalu lintas untuk mendukung UU baru itu. Walhasil, dari operasi yang digelar di 1.600 lokasi, terjaring 19.000 pelanggaran. Bagi pelanggar yang kena tilang, pilihan paling gampang cukup mengakui kesalahan, membayar uang titipan denda di BRI, dan tanpa menunggu sidang, SIM atau STNK yang ditahan polisi dapat diambil. Soal vonis serahkan saja ke hakim. Bagi pelaku yang tak merasa bersalah, bisa hadir di sidang pengadilan, sebagaimana prosedur tilang sebelumnya. Upaya menggulirkan UULAJ baru itu tentu tak cuma lewat jalur operasi. Juga dengan bujuk rayu. Hasilnya adalah kebulatan tekad dari sekitar 1.800 sopir bus, sopir metromini, taksi, dan pengemudi bemo, yang dibacakan di Silang Monas, Jakarta, dua pekan silam. Di depan Kapolda Metro Jaya, Mayjen Moch. Hindarto, mereka berikrar siap melaksanakan UULAJ, tidak akan mengajak polisi untuk denda damai, dan menyatakan yakin UU itu bukan untuk menyengsarakan rakyat. Di samping itu, ulama-ulama diajak pula mengampanyekan UU baru itu. Di Surabaya, misalnya, para ulama turun ke terminal dan menjelaskan seluk-beluk UU baru itu. Di Bandung dan Palembang, MUI bersama Polda setempat menyiapkan materi khotbah Jumat dengan menyisipkan pesan-pesan UU Lalu Lintas. ''Ketertiban lalu lintas itu cermin ketakwaan kita,'' ujar Ketua MUI Jawa Barat, K.H. Totoh Abdul Fatah. Pesan itu disambut Ketua Anshor Jawa Timur, Choirul Anam, dengan tekad: ''Ini produk hukum kita, harus kita dukung.'' Di balik dukungan-dukungan itu, masih ada pula yang menentang UU baru ini. Sejumlah mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menggelar aksi unjuk rasa, Sabtu pekan lalu. Poster protes mereka antara lain berbunyi: ''Jangan Peras Keringat Sopir Angkot. Entaskan Kemiskinan, Naikkan Gaji Polisi, Cabut UU Lalu Lintas''. Para mahasiswa itu menentang UULAJ antara lain karena menganggap akan menggusur pedagang asongan, tukang ojek, dan tukang becak dari jalan raya. Konglomerat Sudwikatmono termasuk orang yang mencemaskan dampak UU Lalu Lintas ini. ''Jika UULAJ dilaksanakan secara serentak dan menyeluruh, saya khawatir biaya angkutan semen akan naik drastis,'' ujar Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa, perusahaan yang menguasai 52% pangsa semen nasional. Kalau harga semen naik, Sudwikatmono khawatir inflasi ikut membengkak. Namun, dalam soal transportasi ini, boleh jadi pangkal kecemasan Sudwikatmono sama dengan Mulyono, laki-laki asal Wonogiri yang kini menjadi sopir taksi di Jakarta. ''UU baru itu akan menimbulkan tarif baru di jalan raya,'' ujar Mulyono. Maksudnya, denda damai akan makin mahal (lihat Hemat Waktu, Hemat Uang). Kecemasan Mulyono itu ditangkap Direktur Lalu Lintas Polri, Brigjen Soemarsono. Ia menjanjikan praktek denda damai itu akan dikikis habis. ''Laporkan petugasnya. Mereka bakal dipecat,'' ujarnya. Terhadap pelanggar yang menggoda dengan uang damai, ia pun tak akan tinggal diam. ''Akan kami tuntut,'' ujarnya kepada TEMPO. Lepas dari soal suap itu, wajah UULAJ sendiri sebetulnya telah lebih lunak ketimbang aslinya. Kewajiban memasang sabuk pengaman, asuransi awak kendaraan niaga, dan kir (pemeriksaan kelaikan) mobil pribadi, misalnya, belum akan diberlakukan. Dendanya pun agaknya tak berjuta-juta rupiah sebagaimana tersurat di UU itu (lihat Lain Daerah, Lain Denda). Dengan begitu, mungkin denda damai di jalanan, kalaupun itu terjadi, tidak harus berpuluh ribu rupiah seperti yang dikhawatirkan orang. Pelunakan itu justru membuat Prof. J.E. Sahetapy, guru besar ilmu hukum di Universitas Airlangga, Surabaya, merasa tidak srek. ''Aspek hukumnya jadi sulit, aneh,'' tuturnya. Sahetapy kerap mengkritik bahwa UU Nomor 14/1992 itu represif, karena lebih banyak menindak ketimbang mencegah. Namun Prof. Satjipto Rahardjo, guru besar dari Universitas Diponegoro, Semarang, mendukung penetapan pagu denda tersebut. Perlakuan hukum yang berbeda, kata Satjipto, bukanlah soal aneh. ''Ini lumrah dalam pelaksanaan hukum. Di Aceh judi dilarang, di tempat lain bisa ditolerir,'' ujarnya. Bagi sopir taksi semacam Mulyono, debat soal hukum memang tak dipahaminya. Ia mengaku cuma butuh jaminan pekerjaan yang memberinya imbalan Rp 10.000 sampai Rp 20.000 sehari itu tak terusik. Dan Mul, seperti termonitor TEMPO, bersama koleganya sesama sopir angkutan umum di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Bogor, Semarang, dan Surabaya, menunggu dengan harap- harap cemas. ''Kalau dirugikan, saya dan kawan-kawan akan kompak mogok,'' katanya. Putut Trihusodo, Ahmad Taufik (Bandung), dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus