Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Janji gubernur militer

Kottinggi terkenal waktu syafruddin prawiranegara mendapat mandat membentuk pdri di sana. menjadi ibu kota prop sum-teng. janji gubernur untuk memperbaiki jalan & pamasangan listrik belum dilaksanakan.(ds)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DESA itu memang pernah terkenal.Tak cuma di Indonesia tapi juga ke seluruh dunia. Tatkala Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, Syafruddin Prawiranegara yang mendapatkan mandat membentuk Pemerintahan Darurat Republik Idonesia (PDRI) di Sumatera, memilih Desa Koto Tinggi, sebagai pusat PDRI. Dan desa yang resminya menjadi ibukota pemerintahan darurat tanggal 22 Desember 1948 itu, juga merangkap ibukota Propinsi Sumatera Tengah. Karena, Sutan Mochamad Kasyid,Gubernur Militer waktu itu, turut bermarkas di sana. Apa kabar Koto Tinggi sekarang? "Kami justru jadi terasing, terjebak di pedalaman," ucap R.Dt.M. Basa, seorang tokoh desa itu kepada Muchlis Sulin dari TEMPO. Desa bersejarah yang kini hampir dilupakan orang itu memang terletak di daerah ketinggian yang sulit dijangkau. Termasuk Kecamatan Suliki Gunung Mas, 43 Km di utara Payakumbuh itu dihubungkan oleh jalan yang parah. Dari Payakumbuh, ibukota Kabupaten Limapuluh Kota, sampai Suliki yang berjarak 25 Km, meskipun penuh dengan lubang-lubang, ada jalan yang agak lumayan Tapi dari kota kecamatan itu sampai Koto Tinggi yang jaraknya cuma 18 Km, persis seperti jalan jurusan Payakumbuh-Pakanharu tahun 60-an, walupun hanya berjarak 18 Km. Mobil merangkak. Apalagi kalau musim hujan . Tak jarang kendaraan terperosok masuk lumpur. Kalau sudah begitu, penumpang pun terpaksa melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Waktu satu hari bisa habis untuk mencapai Suliki. Dalam keadaan serupa itu maka warga desa yang berpenduduk hampir enam ribu dari 8 jorong itu harus siap menderita. Untuk sampai ke desa ini bahan-bahan kebutuhan pokok harus dipikul. Sebab harga minyak tanah tiba-tiba naik jadi Rp 70 per-liter. Gula garam, rokok, tiga kali lipat. Sebaliknya pendapatan penduduk menurun. Misalnya harga kayu (bahan bangunan rumah), yang jadi mata pcncaharian pokok penduduk di samping bertani di sawah, hanya berharga Rp 500 tiap kubik. "Soalnya dengan apa mau dibawa ke Payakumbuh," ujar A.Dt. Bandaro Mudo, Sekertaris Desa. Lebih menyedihkan adalah bila penduduk tiba-tiba perlu dibawa ke rumah sakit di Payakumbuh atau Bukittinggi. Taroklah hari panas dan jalan cukup sering untuk dilewati, tapi untuk mencarter colt misalnya dikenakan tarif sampai Rp 20 ribu. Memang, yang diperlukan desa itu kini adalah sebuah jalan yang baik. Sebab yang berkepentingan sebenarnya tidak cuma Koto Tinggi. Tapi juga desa-desa lainnya seperti Kurai, Pandam Gadang dan Talang Anau yang dikenal menghasilkan kayu, kulit manis dan kopi. "Kami mengeluarkan tiap minggu lima ton kopi dari desa-desa itu," kata seorang pedagang kopi di Payakumbuh. Belum lagi ratusan kubik kayu. Dari segi ekonomi, seperti yang diakui sekwilda kabupaten, drs M. Nursian, adanya jalan yang baik untuk menghubungi desa itu bisa dipertanggungjawabkan. Ingin Ditepati Tapi bagi masyarakat Koto Tinggi masalah perlunya jalan yang baik itu bukan hanya karena perimbangan ekonomi. Tapi juga karena janji. anji itu diucapkan Sutan Mochamad Rasyid keika meresmikan tugu PDRI pada tanggal 17 Agustus 1949. Atas nama pemerintah, Gubernur Militer itu menegaskan bahwa bila keadaan sudah memungkinkan, jalan ke Koto Tinggi akan diaspal. Bahkan katanya, di sana juga akan dibangun pembangkit tenaga listrik. "Jam 11 siang di depan tugu itu janji dikeluarkan. Seluruh warga Koto Tinggi mendengar janji itu," ujar R.Dt.M. Basa, yang waktu itu menjabat wali negeri. "Kami bukan minta jasa apa-apa. Kami cuma ingin janji itu ditepati," tambah Ilyas Salim, bekas Komandan Pertempuran Kecamatan Suliki zaman itu. Kini, sudah hampir tigapuluh tahun, dana Inpres baru menyentuh jalan sepanjang dua kilometer dari Koto Tinggi dan limakilometer dari arah Suliki. Sisanya, 11 Km itulah yang sampai kini masih terlantar. Ditaksir, biaya perbaikannya memerlukan lebih dari Rp 50 juta. "Dan itu perlu bantuan pusat secara khusus," ujar drs Nursian. Ir H. Azwar Anas, Gubernur Sumbar, lewat Humasnya,membenarkan Sekwilda 50 Kota itu. Gubernur Azwar mengakui janji yang diucapkan Sutan Mochamad Rasyid itu, merupakan janji pemerintah. Karena itu, gubernur-gubernur berikutnya seharusnyalah mempunyai tanggungjawab moril untuk menepatinya. Pendapat gubernur itu nampaknya sesuai benar dengan jalan pikiran Sutan Mochamad Rasyid sendiri. Bekas Gubernur Militer Sumatera Tengah, yang kini tinggal di Jakarta itu tampaknya memang merasa berhutang kepada rakyat Koto Tinggi. Katanya, penduduk desa itu ketika PDRI sudah berkorban harta dan hatinya. "Dan janji itu bukan janji Sutan Mochamad Rasyid pribadi, tapi janji saya sebagai gubernur, sebagai orang pemerintah. Sepantasnyalah pemerintah, siapapun gubernurnya, menepati janji itu," katanya kepada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus