Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah Jawa Timur mengklaim bakal mulai memperketat pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya Raya. Caranya, menurut Sekretaris Daerah Provinsi, Heru Tjahjono, melalui pemangkasan jumlah pekerja yang beroperasi di pabrik-pabrik maupun di tempat usaha yang termasuk dalam 11 sektor yang dikecualikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kewajiban pengurangan jumlah pekerja dapat mencapai 30 persen dari total buruh yang dipekerjakan oleh pihak industri. "Tempat-tempat yang menjadi kerumunan akan menjadi perhatian pemerintah provinsi, misalnya pasar dan pabrik-pabrik. Dari situ bisa dipantau kasusnya," ujar Heru kepada Tempo, kemarin.
Heru mengatakan upaya tersebut dilakukan guna mencegah timbulnya kluster-kluster baru dari pabrik yang menyerap banyak tenaga kerja. Menurut dia, pemerintah provinsi belajar dari kasus penularan virus di pabrik rokok Sampoerna Surabaya. Hingga saat ini, ada puluhan pekerja pabrik tersebut yang mengidap virus SARS-CoV2.
Pemerintah mengklaim sebagian besar korporasi sudah mematuhi kebijakan ini. Tahap selanjutnya, kata Heru, adalah mewajibkan tempat usaha mengadakan tes massal bagi karyawannya.
Selain pabrik, pemerintah bakal mengatur kerumunan di pasar. Heru menerangkan, ada dua opsi yang tengah digodok: pemberlakuan sistem ganjil-genap bagi pelapak dan penyelenggaraan pasar di jalan raya dengan protokol penjagaan jarak yang ketat. "Ini masih kami bicarakan terus," ujar dia.
Berdasarkan laporan kasus harian, Provinsi Jawa Timur menjadi episentrum kedua terbesar penyebaran wabah setelah DKI Jakarta. Per hari ini, ada 2.152 kasus corona di Jawa Timur—melebihi Jawa Barat dan Banten yang menopang kawasan Ibu Kota. Padahal area Surabaya Raya, yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo, sudah menerapkan pembatasan sosial sejak akhir April lalu.
Heru berdalih, kasus yang tinggi tak bisa menjadi patokan gagalnya pembatasan sosial. Justru, kata dia, tren kasus tengah naik karena otoritas menggalakkan pemeriksaan massal di kawasan Surabaya Raya. Saat ini, kata Heru, hanya Kota Surabaya yang masih mengalami peningkatan kasus. Sedangkan di daerah lainnya, penularan wabah cenderung mereda.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan pemerintah sudah memperbanyak kapasitas pemeriksaan dari 1.102 ke 1.564 tes per hari. Jumlah itu akan terus ditingkatkan karena provinsi tengah mengajukan penambahan mesin tes polymerase chain reaction (PCR) dan cartridge untuk alat tes cepat. "Tes ini tersebar di banyak lokasi, termasuk di rumah sakit BUMN," ujar Emir.
Ketua tim surveilans Covid-19 dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, pesimistis pembatasan sosial bisa menekan penyebaran wabah di ibu kota provinsi. Menurut dia, mobilitas warga saat ini tak ubahnya seperti keadaan sebelum PSBB.
Windhu juga menyesalkan kebijakan pemerintah Jawa Timur yang membolehkan pelaksanaan salat Idul Fitri di Masjid Al Akbar, Surabaya. Ia khawatir kebijakan tersebut menjadi sinyal diizinkannya salat berjemaah di masjid-masjid daerah lainnya. "Bagaimana kalau nanti masjid di kabupaten lain juga mengadakan salat Id? Ini yang saya khawatirkan," ujar Windhu.
Dia juga menyarankan pemerintah tetap menggalakkan pemeriksaan bagi warga di luar episenter wabah. Idealnya, menurut Windhu, ada 3.000-4.000 warga Jawa Timur yang diperiksa saban hari.
Selain di Surabaya Raya, kawasan Malang Raya, yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu, memulai pembatasan sosial sejak kemarin. Petugas dari kepolisian, TNI, dan Dinas Perhubungan Kota Malang sudah berjaga di tujuh pos pengecekan di pintu masuk Kota Malang. Pemeriksaan berfokus pada kendaraan berpelat nomor dari luar kota. Kepala Polres Kota Malang, Komisaris Besar Leonardus Simarmata, mengatakan aparat sudah meminta kendaraan tersebut untuk putar balik. Ia menambahkan, selama tiga hari ke depan otoritas hanya melaksanakan sosialisasi kebijakan. Setelah itu, pemerintah bakal menerapkan sanksi bagi para pelanggar. Bentuknya bervariasi, dari teguran hingga pengurusan administrasi kependudukan dan dokumen pelayanan publik lainnya.
Pemerintah Malang Raya pun melarang 26 ribu warga yang tergolong rentan—karena memiliki penyakit kronis—untuk berkegiatan di luar rumah. Sebagai gantinya, pemerintah daerah menyiapkan jaring pengaman sosial bagi 70 ribu keluarga dalam bentuk bantuan langsung tunai. Besarannya bervariasi, dari Rp 200 ribu hingga Rp 600 ribu per bulan, hingga Juli mendatang. "Ada juga program keluarga harapan, bantuan pangan nontunai, dan bantuan dari Dana Desa," kata Sutiaji. EKO WIDIANTO (MALANG) | ROBBY IRFANY
Jawa Timur Batasi Pekerja Pabrik
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo