Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jiwa-Jiwa yang Terguncang

2 November 2003 | 00.00 WIB

Jiwa-Jiwa yang Terguncang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DARI balik jeruji sel di Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Pusat Polri Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Selatan, Lina—bukan nama sebenarnya—menutup wajahnya yang putih dan cantik dengan kedua tangannya. Sesekali terdengar ceracau dan pekikan kecil tak jelas dari mulutnya. Pekan lalu itu, dua wartawan cetak dan elektronik—keduanya laki-laki—mendekat dan mencoba menyapa Lina. Tapi, bukannya membalas, tubuh Lina tiba-tiba gemetar hebat, dan wajahnya menampilkan mimik ketakutan. Bau pesing segera menyeruak—tak dinyana, perempuan itu ngompol saking takutnya. Lina adalah satu dari 15 tenaga kerja Indonesia (TKI) eks Arab Saudi yang dirawat di rumah sakit itu sejak tiga pekan lalu. Dari 15 itu, 11 kena depresi setelah mengalami penipuan, penyiksaan fisik, dan kekerasan seksual oleh majikannya. Lina pasien tergawat sehingga dokter mengisolasinya. "Besar kemungkinan ia diperkosa, sehingga begitu takut melihat laki-laki," ujar seorang perawat di bangsal itu. Di sel lain, seorang perempuan asal Blitar, Jawa Timur, memekik-mekik tak keruan. Halimah—sebut saja begitu—terus melolong meminta tolong orang yang menghampirinya agar memberi kabar suami dan anaknya. Menurut ibu dua anak ini, ia baru bekerja di Oman dua bulan setelah sebelumnya berpindah-pindah majikan. "Saya tak tahan. Tiap hari dipukuli. Apalagi majikan laki-laki maunya mencium terus," ujarnya. Di sudut ruang depresi, Mila—bukan nama asli—tergolek di ranjang. Suhu badannya tinggi, selang infus menancap di tubuhnya. Ia sama sekali tak bereaksi atas pertanyaan atau sekadar sapaan. Ditunggui ibunya, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat, ini tak pernah bicara sejak kepulangannya. Konon di Madinah, tempat ia bekerja, majikannya memperkosanya. Empat pasien lainnya mengalami kekerasan fisik. Ada yang patah tulang paha dan kaki karena kabur dari rumah majikannya. Ada yang luka-luka sekujur tubuh karena dipukuli hingga cacat seumur hidup. Seorang di antaranya, Lasiwen Keri, 28 tahun, warga Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah, bahkan buta karena dianiaya majikannya di Malaysia. Ada pula yang terguncang gara-gara ditipu. Sepulang dari Riyadh, Arab Saudi, Laila—bukan nama sebenarnya—membawa uang US$ 600. Di tubuhnya melekat kalung, gelang, cincin, dan giwang emas. Tapi seorang lelaki melucuti barangnya di Terminal III Bandara Sukarno-Hatta hingga tinggal giwang dan baju yang menempel di tubuh. "Tak ada yang bisa saya bawa pulang ke kampung," ujarnya sambil menangis. Sukarsih, 23 tahun, warga Desa Kedokan Gabus, Kecamatan Gabus Wetan, Indramayu, Jawa Barat, mengalami depresi sejak pulang dari Arab Saudi tiga tahun lalu. Di sana ia dipaksa melayani nafsu majikannya, adik majikannya, bahkan anak tertua si majikan. Tapi, ketika ia mengadukan kejadian itu, majikan perempuan justru mendamprat, memukuli, bahkan tengkuk dan pipinya disetrika. Sejak itu, jika melakukan kesalahan kecil saja, ia langsung disiksa. TKI asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang mengalami gangguan jiwa akibat disiksa dan tekanan mental juga kian bertambah. Kini jumlahnya menjadi 33 orang. Satu di antaranya Sahdi bin Siun, 25 tahun, dari Desa Jago, Praya, Lombok Tengah. Buruh ladang sawit di Pahang, Malaysia, itu hilang ingatan akibat gajinya tidak dibayar dan dituduh merampok. Menurut Bimanesh Sutarjo, dokter ahli penyakit dalam yang menangani para pasien di Rumah Sakit Polri, mereka mengalami skizofrenia. Alam pikiran, perasaan, dan tindakannya tak lagi sinkron karena jiwanya terguncang. Untuk memulihkannya, perlu waktu yang tak sebentar. "Tak hanya ketika di rumah sakit, tapi juga pemulihan di rumah," katanya. Dari banyak perkara yang ditanganinya, tingkat pemulihan para korban tak bisa seratus persen. Apalagi jika mereka memaksa pulang dalam kondisi belum stabil, dan dianggap cacat oleh keluarga. "Ada pasien yang badannya jadi cacat, diperkosa, eh di kampung suaminya kawin lagi," kata dokter berpangkat komisaris besar polisi itu. Hanibal W.Y. Wijayanta, Istiqomatul (Jakarta), Ivansyah (Indramayu), Sudjatmiko (Mataram), Ari Aji (Banyumas)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus