Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kampanye Hitam Pilkada DKI 2017 Diperkirakan akan Terulang

Sebastian mengatakan keberhasilan kampanye hitam dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi penyebab utama maraknya kampanye hitam pada Pilkada 2018.

7 Januari 2018 | 12.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pilkada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menyebut kampanye hitam akan kembali meramaikan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Sebab, praktik kampanye hitam sebelumnya sukses digunakan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya melihat peluang untuk memanfaatkan strategi itu cukup kuat di Pilkada kali ini,” kata Sebastian ketika dihubungi Tempo pada Ahad, 7 Januari 2018. Ia khawatir praktik yang digunakan di Pilkada DKI Jakarta ditiru untuk digunakan di daerah lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebastian mengatakan keberhasilan kampanye hitam dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi penyebab utama maraknya kampanye hitam pada Pilkada 2018. Terutama kampanye hitam yang menggunakan isu agama. Kampanye dengan isu agama, kata Sebastian, berhasil memenangkan salah satu pasangan calon pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Ketika itu, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berhasil meraih kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan suara pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat kerap tergerus hingga akhirnya keduanya kalah. Saat masa kampanye dan pemungutan suara, Ahok terseret kasus penistaan agama yang akhirnya membuatnya dipenjara. “Cerita keberhasilan di DKI Jakarta akan dimanfaatkan di daerah lain, terutama yang sentimen agamanya kuat,” kata Sebastian.

Sejauh ini, ujar dia, beberapa aparat telah mengawasi jalannya Pilkada 2018 dengan baik dalam mengantisipasi kampanye hitam. Di antaranya adalah Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI serta Badan Sandi dan Siber Negara yang memantau pergerakan kampanye hitam dalam dunia maya. Sebastian juga mendorong para pasangan calon untuk berjanji tak melakukan praktik kampanye hitam. “Harus ada komitmen dari pasangan calon masing-masing,” ucap dia.

Baca juga:
Polri Awasi Gelontoran Dana Bansos Mendekati Pilkada 2018 ...
Pilkada 2018, Mega Minta Cagub Usungan PDIP ...

Sanksi mengenai kampanye hitam dalam Pilkada diatur dalam Pasal 69 huruf c UU Nomor 8 Tahun 2015 juncto Pasal 187 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Dalam pasal itu tertulis sanksi bagi pelaku kampanye Pilkada dengan cara menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan atau kelompok masyarakat. Pelaku bisa terancam kurungan penjara maksimal 18 bulan serta denda maksimal Rp 6 juta.

Dugaan kampanye hitam telah menyeret salah satu calon Wakil Gubernur Jawa Timur 2018, Abdullah Azwar Anas. Anas mundur dan mengembalikan mandat cawagubnya setelah foto mesumnya beredar. "Kami mengutuk sekeras-kerasnya terhadap pihak-pihak mana pun yang melakukan kampanye hitam dengan mengorbankan aspek etika tersebut," ujar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Anas sebagai korban kampanye hitam.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan yang terjadi pada Anas adalah kampanye negatif, bukan kampanye hitam. Karena foto-foto yang beredar itu tidak direkayasa. Sebutan kampanye hitam tidak tepat untuk kasus beredarnya foto Anas menjelang Pilkada 2018. Kampanye hitam, kata dia, hanya berlaku jika foto yang beredar itu tidak berdasarkan fakta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus