Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kata Ketua Baleg DPR soal Surpres Omnibus Law Digugat ke PTUN

Penggugat menilai ada pelanggaran prosedur dan substansi dari penyusunan omnibus law RUU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah.

3 Mei 2020 | 16.58 WIB

Massa buruh perempuan melakukan aksi di depan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, Jumat, 6 Maret 2020. Dalam aksi ini para buruh menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law sekaligus memperingati Hari Perempuan Sedunia 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Massa buruh perempuan melakukan aksi di depan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, Jumat, 6 Maret 2020. Dalam aksi ini para buruh menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law sekaligus memperingati Hari Perempuan Sedunia 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas menanggapi gugatan terhadap Surat Presiden terkait Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang diajukan kelompok masyarakat sipil ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Kita tunggu saja hasilnya," kata Supratman melalui pesan singkat, Ahad, 3 Mei 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Supratman mengatakan setiap warga negara berhak mengajukan gugatan, termasuk ke PTUN. Namun dia menyebut yang menjadi pertanyaan adalah apakah Surpres RUU Cipta Kerja itu termasuk dalam obyek gugatan PTUN.

"Apakah surpres itu masuk dalam kompetensi PTUN atau tidak kita tunggu putusan hakimnya," kata politikus Gerindra ini.

Gugatan terhadap Surpres RUU Cipta Kerja ke PTUN Jakarta ini diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Merah Johansyah Ismail, dan Perkumpulan Konsorsium Pembaruan Agraria.

Dalam salinan berkas gugatannya, penggugat menyatakan Surpres yang menjadi obyek sengketa itu merupakan keputusan tata usaha negara. Penggugat menilai surpres masuk dalam definisi keputusan tata usaha negara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan UU Nomor 51 Tahun 2009.

Kedudukan obyek sengketa juga dinilai memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Pleno Kamar Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Salah satu kuasa hukum penggugat, Arif Maulana mengatakan, koalisi menilai ada pelanggaran prosedur dan substansi dari penyusunan RUU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah. Mereka pun meminta PTUN membatalkan Surpres RUU Cipta Kerja tersebut. Koalisi juga meminta pengadilan memerintahkan Presiden Jokowi sebagai tergugat untuk mencabut Surpres RUU Cipta Kerja itu.

"Harapannya dengan dibatalkannya surpres itu artinya proses pembentukan peraturan perundang-undangan ini cacat, tidak bisa dilanjutkan, karena Surpres dinyatakan batal demi hukum dan Presiden harus mencabut," kata Arif dalam konferensi pers virtual, Ahad, 3 Mei 2020.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus