BAGI penduduk Jawa Tengah, terutama Yogya. Sala dan Semarang,
Boyolali kesohor karena susu segarnya. Sore hari di sepanjang
jalan kota-kota tadi warung susu berjejer sambil memampangkan
propaganda di tendanya: susu segar Boyolali, sumber enerji,
vitamin dan gizi. Hingga tatkala suatu waktu pejabatpejabat di
kabupaten - yang terdiri 19 kecamatan, 1.049 Km2 luasnya itu
berkumpul, mereka sulit percaya ada salah seorang pamong melapor
kepada atasannya: di beberapa desa saya ada HO (busung lapar).
Berita itu sempat menerobos pintu musyawarah pejabat-pejabat
itu. Hingga bagaimana pun usaha sang atasan tadi melokalisirnya,
toh berita itu sempat meramaikan koran di Jakarta. Markas Besar
PMI cepat tergugah. Juga warga Boyolali yang di Yogya, Bandung
dan Jakarta berupaya menolong sambil merasakan keprihatinan
warga kampung halamannya. Dan tentu saja Bupati Boyolali Letkol
Soehardjo jadi repot. Tapi masih sempat pula Bupati ini
mendamprat wartawan yang membobolkan kabar itu keluar. Apalagi
kejadian itu di saat-saat hari suci Idul Fithri hingga sang
Bupati tak sempat menikmati hari liburnya.
Ternyata tak kurang dari 97 orang diketahui menderita HO atau
KHO (kemungkinan HO). Dari angka ini terbesar jumlahnya di
Kecamatan Wonosegoro yaitu 33 HO atau KHO. Sebuah laporan PMI
Cabang Boyolali kepada MB PMI di Jakarta bertanggal 4 September
menyebutkan pula 900 orang menderita kelaparan. Dalam 3 bulan
berikutnya jumlah ini diperkirakan akan meningkat 1000 orang.
Puruuun . . .
Syukurlah langkah cepat datang menolong. Presiden dikabarkan
mengirim beras 2S0 ton. MB PMI mendrop puluhan koli susu,
balamul (semacam susu India yang mesti diseduh kental-kental),
obat-obatan, pakaian bekas dan Rp 750.000 uang tunai. Warga
Boyolali yang mukim di Jakarta mengulurkan tangannya Rp ' juta.
Kanwil Sosial Jateng 15 ton beras. Pengusaha Sala yang tergabung
dalam PUPSI mengerahkan truk bermuatan 12 ton gaplek. Tak
ketinggalan Bulog dengan 70 mahasiswa IPB menggerebek rakyat
dengan kegiatan penyehatan gizi sejak awal Desember lalu
memberi makan 1.500 jiwa di 3 kecamatan.
Bagaimana Pemda sendiri? Jangan khawatir. Uang Rp 9 juta
disiapkan, untuk mencegah terulangnya kejadian itu. Yakni dengan
membeli shorgum, ketela mukibat, kentang lici dan 186 kelinci.
Semuanya untuk desa Wonosegoro. Juga Golkar kabarnya tak tinggal
diam. Bahkan bantuan pemerintah yang datang sering dibisikkan
sebagai bantuan Golkar. Hingga di suatu kesempatan memberi kata
sambutan pada upacara operasi peningkatan Kesehatan dan Gizi
oleh PMI seorang Camat berpidato: "... dengan adanya bantuan
ini, terbukti pemerintah amat memperhatikan kita semua. Selalu
memikirkan nasib kalian. Mangkanya dalam Pemilu tahun depan
kalian harus bersedia ganti membantu. Mau?" "Puruuun.... (Mau)",
terdengar jawaban riuh meski dengan suara lirih. "Berwujud apa?"
"Nyoblos Golkar!". Begitulah kalau pejabat berkampanye di tengah
penduduk lapar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini