Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Telkom University mengembangkan kuliah wajib dengan berbasis proyek dan masalah kontekstual. Mahasiswa misalnya melakukan observasi ke masyarakat untuk mencari data dan menggali informasi terkait kasus pinjaman online alias pinjol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sehingga mahasiswa mampu memberikan inovasi sebagai solusi alternatif yang akan diajukan,” kata Runik Machfiroh, Koordinator Mata Kuliah Pancasila di Telkom University lewat keterangan tertulis, Jumat, 27 Oktober 2023
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengembangan mata kuliah wajib kurikulum itu terkait dengan hibah kompetitif yang diterima Telkom University dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. Program pengembangan model pembelajaran mata kuliah wajib pada kurikulum pendidikan tinggi berbasis proyek yang diajukan berjudul Digital-Based Collaborative Active Learning to Create Meaningful Education yang disingkat Cal-CreateMe.
Saat ini, beberapa koordinator dosen telah menerapkan program itu pada mata kuliah wajib, seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila, dan Agama Islam. Proyek pendahuluannya dari dua kelas program studi S1 Akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Telkom University.
Proyek itu bertujuan agar mahasiswa dapat melihat fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat. Setelah merancang dan melakukan pemetaan terkait permasalahan yang akan diusung dalam judul proyek masing-masing kelompok, mahasiswa melakukan observasi ke masyarakat. Kegiatan itu dilaksanakan di beberapa wilayah di Kota dan Kabupaten Bandung.
Runik mengatakan program yang dijalankan saat ini sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan di nomor 9, yaitu inovasi dan infrastruktur. Selain itu, program pembelajaran itu mendukung Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi nomor 7 yaitu kelas yang kolaboratif dan partisipatif.
“Pembelajaran berbasis proyek dan masalah yang kontekstual menjadi hal penting untuk mahasiswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna,” kata Runik.
Sementara itu, dari hasil survei terbaru dari perusahaan riset berbasis digital, Populix, pinjaman online alias pinjol secara umum paling banyak digunakan masyarakat untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. Namun begitu, sebanyak 49 responden responden mengaku tidak memahami peraturan yang berlaku terkait aktivitas pinjol.
“Tanpa literasi keuangan yang memadai, masyarakat riskan terjebak dalam aplikasi ilegal dan kredit macet,” kata Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix lewat keterangan tertulis, Selasa, 24 Oktober 2023.
Maraknya pengadopsian pinjol yang tidak dibarengi dengan pemahaman seputar regulasi itu, menurut Timothy, menjadi alarm penting bagi para pemangku kepentingan. Penelitian itu dilakukan pada 15-18 September 2023 secara daring dengan melibatkan 1.017 orang di Indonesia. Responden lelaki dan perempuan berusia 17-55 tahun. Pertanyaan survei dikemas dalam bentuk kuesioner dengan format pilihan ganda tunggal, pilihan ganda kompleks, dan skala likert.
Laporan survei menunjukkan bahwa 66 persen responden menggunakan pinjol kurang dari satu bulan sekali dengan mayoritas atau 70 persen, hanya bergantung pada sebuah aplikasi. Dalam laporan survei bertajuk “Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption” itu diketahui bahwa 41 persen responden menyatakan pernah menggunakan pinjol. Mereka mayoritas lelaki dan dari kalangan generasi milenial di Pulau Jawa.
Menurut Populix, Fintech P2P lending atau pinjol saat ini menjadi salah satu kontributor besar ke perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan yang melampaui industri secara umum di sektor keuangan. Per Juni 2023, total pembiayaan pinjol telah mencapai Rp 52,7 miliar atau tumbuh 18,86 persen.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan Indonesia mencatat terdapat 102 layanan pinjol legal yang berizin pada Januari 2023. Sedangkan Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan mengungkap terdapat 352 aplikasi ilegal yang menawarkan pinjol tanpa izin.
Soal nominal pinjaman, kata Timothy, sebanyak 65 persen responden memiliki cicilan pinjol kurang dari Rp 1 juta per bulannya. Secara umum, maksimal jumlah tagihan yang dimiliki dalam satu waktu adalah Rp 3 juta.
“Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung bersikap hati-hati dalam melakukan pinjaman, terutama karena adanya keterbatasan anggaran dan untuk mengurangi risiko,” kata Timothy.
Pinjol tersebut secara umum paling banyak digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga (51 persen), modal bisnis (41 persen), membeli perlengkapan pendukung pekerjaan (25 persen), dana pendidikan (23 persen), gaya hidup dan hiburan (22 persen), serta kesehatan (13 persen). Beberapa hal yang turut dipertimbangkan oleh responden dalam memilih aplikasi pinjol yang ingin mereka gunakan meliputi kecepatan pencairan dana (77 persen), memiliki izin dari OJK (72 persen), proses registrasi yang mudah (52 persen) serta memiliki bunga rendah (50 persen).