Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan akan mengakomodasi temuan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) soal pelaksanaan pemilu serentak pada 2019 dan 2024. Bima merespons hal tersebut setelah pegiat pemilu itu mengindikasikan adanya kekurangan dalam penerapanya. “Ini nanti akan kami diskusikan,” kata Bima kepada awak media seusai menghadiri agenda bersama Perludem di The Akmani Hotel, Jakarta Pusat, pada Selasa, 19 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bima mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengkaji konsep untuk memisahkan keserentakan pemilu nasional dan pemilu lokal atas rekomendasi dari Perludem. Dalam melakukan evaluasi, kata Bima, diperlukan data-data pelaksanaan di tingkat daerah agar bisa dianalisis. “Nanti kita kumpulkan data dari pemerintah,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan akan mendukung usulan-usulan yang diberikan oleh masyarakat, termasuk Perludem, dalam memberikan masukan perihal perubahan mekanisme pelaksanaan pemilu. “Harus dibahas di ruang publik terbuka meminta masukan dari semua pihak,” ujarnya. Menurut Bima, selain mendapat usulan dari publik, pembahasan mekanisme pemilu juga akan bergulir di rapat DPR atau dengan pemerintah.
Dalam kesempatan terpisah, Peneliti Perludem Heroik Pratama sebelumnya mengusulkan opsi mekanisme pemilu serentak di Indonesia yang terbagi atas dua kategori, yakni pemilu nasional dan lokal. “Pasca 2029 nanti kita bisa memulai untuk sedikit demi sedikit melakukan pemilu serentak nasional dan pemilu lokal,” kata Heroik saat memaparkan presentasinya.
Heroik mengusulkan agar pemilu serentak Indonesia dibagi atas dua skala yakni nasional yang mencakup pemilihan presiden, DPR, dan DPD. Kemudian dilanjutkan oleh pemilu lokal yang diikuti calon gubernur, bupati, wali kota, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Alternatif itu disampaikan Heroik dengan menimbang pengalaman penyelenggaraan pemilu pada 2019 dan 2024 yang dinilai tidak efektif lantaran terlalu banyak opsi calon yang harus dipilih oleh pemilih.
Skema pemilu yang disahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVII/2019 itu bisa ditempuh untuk menurunkan kompleksitas pemilih dalam menentukan calon pemimpin dalam pemilu serentak. Selain itu, penyelenggaraan yang dibagi ke dalam dua tahap itu dapat meringankan pekerjaan petugas di Tempat Pemungutan Suara atau TPS yang juga berdampak pada manajemen logistik.