Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kemendikbud Minta Kemenkeu Evaluasi Tata Kelola Anggaran Pendidikan

Anggaran pendidikan 2024 mencapai Rp 665 triliun atau 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

27 Juli 2024 | 13.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemdikbud RI, saat menyampaikan sambutannya dalam agenda perilisan Peraturan Mendikbudristek tentang Kurikulum pada Jenjang PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, di Gedung Kemdikbud, Jakarta Selatan, pada Rabu, 27 Maret 2024. TEMPO/Adinda Jasmine

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan atau Kemenkeu untuk mengevaluasi tata kelola anggaran pendidikan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kemendikbudristek Anindito Aditomo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami sudah usul ke Kemenkeu supaya tata kelola anggaran pendidikan lebih baik," ujar Anindito kepada Tempo, Kamis, 25 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menyebut saat ini perbaikan tata kelola anggaran untuk pendidikan itu sedang berproses. Adapun anggaran pendidikan 2024 mencapai Rp 665 triliun atau 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Anggaran Kemendikbudristek pada tahun 2024 hanya 15 persen atau Rp 98,9 triliun dari keseluruhan Rp 665 triliun anggaran pendidikan. Dia menilai, dengan anggaran 15 persen yang dikelola Kemendikbudristek itu sudah berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin.

Sementara, sebanyak 12 persen atau Rp 77 triliun dialokasikan untuk pengeluaran pembiayaan, 9 persen atau Rp 62,3 triliun untuk Kementerian Agama, sebanyak 5 persen atau Rp 32,8 triliun di kementerian atau lembaga lainnya, 7 persen atau Rp 47,3 triliun anggaran untuk pendidikan pada belanja non kementerian atau lembaga, serta sebesar 52 persen atau Rp 346,5 triliun adalah transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).

Kemendikbudristek Bantah Lakukan Komersialisasi Pendidikan

Anindito tidak setuju kementeriannya dianggap telah melakukan komersialisasi pendidikan. Dia mengklaim, justru pemerintah lebih memprioritaskan anak-anak dari keluarga tidak mampu, supaya bisa mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi.

Ia mengatakan, sejumlah regulasi pemerintah mampu mencegah angka putus sekolah secara signifikan. "Misalnya kebijakan redistribusi sumber daya afirmatif, penyediaan beasiswa, untuk akses perguruan tinggi KIP-K," ujarnya.

Data Kemendikbudristek mencatat, anggaran dan kuota penerima KIP-K meningkat tiap tahunnya. Tahun ini, misalnya, anggaran KIP-K naik menjadi Rp 13,9 triliun dari yang sebelumnya Rp 11,8 triliun. 

Anindito juga menjelaskan regulasi Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024, yang menjadi acuan kenaikan UKT di perguruan tinggi negeri atau PTN. Ia mengatakan, bahwa implementasi Permendikbud 2/2024 itu sebagai subsidi silang atau gotong royong. Ia menyebut, implementasi subsidi silang sudah berbeda dengan komersialisasi.

Sebab, ujarnya, pendidikan tinggi merupakan campuran antara public goods dan private goods. Berbeda dengan pendidikan dasar yang mayoritas public goods, sehingga sepenuhnya ditanggung negara. "Jadi wajar dong, kalau (pendidikan tinggi) ada partisipasi dari masyarakat dan individu," kata Anindito.

DEVY ERNIS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus