Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Mugiyanto mengklaim pihaknya tidak melakukan penghilangan aspek-aspek penting saat melakukan pemugaran Rumoh Geudong di Pidie, Aceh. Bangunan bekas tempat kejadian pelanggaran HAM berat selama masa konflik Aceh itu dipugar menjadi Memorial Living Park.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mugiyanto mengatakan gedung Rumoh Geudong dulunya merupakan tempat penyiksaan berdarah di Aceh. “Tapi ketika kita membangun, kita pastikan tidak menghilangkan jejak yang pernah ada di sana,” kata Mugiyanto saat ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Senin, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, Mugiyanto mengatakan ada beberapa aspek penting yang tetap dipertahankan. Di antaranya yakni tangga dan sumur. “Jadi kalau ada teman-teman yang bilang kita menghilangkan barang bukti, itu tidak benar,” ujar dia.
Ia juga mengklaim semua korban kejahatan HAM berat di Rumoh Geudong telah sepakati pembangunan Memorial Living Park. Taman tersebut, kata Mugiyanto, dibangun untuk mengenang kejadian kelam di masa lalu.
"Pembangunan Living Park itu sudah clear dengan masyarakat dan komunitas korban. Makannya sudah selesai," kata Mugiyanto.
Menurut dia, aspirasi masyarakat saat ini adalah soal pengelolaan Rumoh Geudong usai diresmikan. Mugiyanto mengatakan para korban dan masyarakat sekitar akan dilibatkan untuk mengelola Memorial Living Park Rumoh Geudong tersebut usai diresmikan.
Kementerian Hak Asasi Manusia berencana meresmikan Memorial Living Park Rumoh Geudong di Pidie, Aceh pada Februari 2025. Menurut Mugiyanto, Presiden Prabowo Subianto akan diminta kesediannya untuk meresmikan taman tersebut.
"Kira-kira akan diresmikan Februari. Kami akan meminta Bapak Presiden apakah beliau berkenan untuk meresmikan," kata Mugiyanto saat ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta Selatan pada Senin, 13 Januari 2025.
Mugiyanto mengatakan Memorial Living Park Rumoh Geudong sudah selesai dibangun sejak Mei 2024 silam. Taman itu mencakup beberapa bangunan seperti masjid, tempat bermain, ruang pertemuan, dan juga tempat edukasi untuk mengenang pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Aceh.
Saat masa pembangunan Memorial Living Park, pekerja sempat menemukan sisa tulang manusia yang diduga berasal dari korban kejahatan HAM. Tulang-belulang para korban itu ditemukan pada sekitar akhir 2023 lalu. Saat itu, para pekerja sedang membangun taman memorialisasi dan masjid di kompleks Rumoh Geudong.
Proyek tersebut merupakan salah satu tindak lanjut dari Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Maret 2023.
Akibat penemuan tulang-belulang yang tak disengaja itu, Kelompok Masyarakat Sipil sempat meminta pemerintah untuk menghentikan sementara proyek yang sedang berlangsung. Sebabnya, mereka menyatakan pembangunan jika dilanjutkan berpotensi merusak bukti-bukti pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Kami mendesak pemerintah untuk melakukan penghentian sementara pembangunan living park oleh pemerintah secara terburu-buru karena berpotensi merusak barang bukti, atau obstruction of justice,” seperti tertulis dalam pernyataan Kelompok Masyarakat Sipil pada Rabu, 27 Maret 2024.
Pilihan Editor: Kementerian HAM Klaim Keluarga Korban Tragedi Rumoh Geudong Aceh Restui Pembangunan Taman
Sultan Abdurahman berkontribusi pada artikel ini.