Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mobilisasi kepala desa dan perangkat desa berpotensi terjadi pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024. Pengajar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan kepala desa sebagai perangkat pemerintahan di struktur terendah pemerintahan dianggap lebih mudah untuk mempengaruhi warganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu saban kontestasi pemilu maupun pilkada, kepala desa menjadi sasaran utama kartel politik. Mereka dianggap bisa membantu pemenangan salah satu pasangan calon yang berlaga. "Dalam kultur sosial masyarakat, kepala desa merupakan figur yang berpengaruh sebagai tokoh pemimpin desa," kata Titi saat dihubungi, Senin, 28 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar mengatakan kepala desa menjadi piihan utama kartel politik untuk membantu pemenangan, karena cenderung mudah untuk dipengaruhi dan dimobilisasi.
Usep mencontohkan pemberian janji besaran dana desa atau hal strategis yang menguntungkan kepala desa secara pribadi, acapkali menjadi senjata utama untuk merebut simpati kepala desa.
"Bahkan tidak jarang pula ancaman menjadi alat utama yang dapat memaksa kepala desa agar mau dimobilisasi," kata Usep.
Titi dan Usep mengingatkan bahaya ketidaknetralan kepala desa dalam kontestasi elektoral saat ini. Menurut mereka, kepala desa yang berpihak akan merugikan masyarakat, demokrasi, dan pribadinya sendiri, karena berisiko terjerat pasal pidana.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Ronny Talapessy mengatakan terdapat konsekuensi hukum bagi kepala desa yang bersikap tidak netral dalam penyelenggaraan pilkada ini.
Ia menyebut ketidaknetralan kepala desa dapat berujung jerat pasal pidana bagi kepala desa. Pasal tersebut adalah Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan perangkat desa yang melanggar netralitas bisa dikenakan sanksi pidana.
Ronny melontarkan peringatan ini setelah Bawaslu Kota Semarang menyelidiki dugaan pengerahan kepala desa untuk suksesi pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah tertentu dalam Pilgub Jateng 2024.
Ronny mengapresiasi tindakan Bawaslu yang bergerak menindaklanjuti laporan PDIP atas dugaan pelanggaran kampanye Pilgub Jawa Tengah.
Ia berharap Bawaslu tetap mengawasi perangkat pemerintahan, termasuk perangkat desa agar tetap netral pada Pilgub Jateng. Pun, pada 23, Oktober 2024 Bawaslu Kota Semarang mendatangi agenda pertemuan kepala desa dari berbagai daerah di wilayah Jawa Tengah.
Pertemuan yang berlangsung di salah satu hotel bintang lima di Kota Semarang itu disebut sebagai agenda mobilisasi. Mobilisasi yang dimaksud, ialah para kepala desa diminta untuk memenangkan salah satu pasangan calon yang akan berlaga di pilkada Jawa Tengah kali ini. Namun, ketika Bawaslu mendatangi tempat tersebut, para kepala desa segera membubarkan diri.
Ketua Bawaslu Kota Semarang Arief Rahman mengatakan, saat ditemui tim Bawaslu, puluhan kepala desa tersebut mengklaim jika agenda pertemuannya merupakan silaturahmi dan konsolidasi belaka.
Arief melanjutkan, tim juga memintai keterangan kepada para kepala desa yang berada di lokasi. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, para kepala desa itu mengaku berasa dari wilayah Pati; Rembang; Blora; Sukoharjo; Sragen; Kebumen; Semarang dan sejumlah wilayah lainnya.
"Setiap wilayah mengirimkan dua orang perwakilan, yaitu Ketua dan Sekretaris," ujar dia.
Eka Yudha Saputra dan Jamal Abdun Nashr berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kisah Ayah Prabowo dalam Gerakan Melawan Orde Lama