GLASNOST-nya Gorbachev ternyata merembet ke seantero kehidupan di Soviet. Setidaknya juga diterapkan di Bandar Udara Demodedovo, Moskow. Sebuah koran yang terbit di ibu kota Soviet akhir bulan lalu menceritakan soal glasnost (artinya keterbukaan) di bandara tersebut. Glasnost itu diterjemahkan di bandara menjadi keterbukaan bagi penumpang, hingga dengan menggunakan paspor orang lain mereka bisa saja naik pesawat terbang. Terutama pada musim liburan musim panas, saat arus penumpang memang padat. "Masyarakat menganggap Aeroflot, perusahaan penerbangan Soviet, seperti taksi dalam kota saja," komentar koran Leninskoe Znamya. Coba lihat, seorang laki-laki berjalan di antara pesawat terbang yang parkir mencari pilotnya. Begitu jumpa, langsung ia minta diantarkan ke kota Baku, yang berjarak 1.600 kilometer. "Saya sanggup bayar kontan," kata calon penumpang itu, yang memang tak punya tanda pengenal dan tiket. Persis seperti naik bis antarkota. Kasus lain lagi, masih di bandara yang sama, sebuah mobil parkir di samping pesawat terbang yang hendak menuju ke Petropavlovsk-Kamchatsky di belahan pantai Pasifik. Kemudian penumpang mobil memindahkan muatannya, yang besar dan berat, ke lambung pesawat. "Pak Kapten sudah tahu," kata salah atu dari mereka, menjawab pertanyaan pramugari yang terheran-heran. Belakangan baru ketahuan bahwa kapten tidak tahu-menahu tentang muatan gelap itu. Untuk mengatasi segala kesemrawutan, dibelilah alat pemeriksa bagasi yang canggih setahun lalu. Tapi sejak setahun yang lalu pula alat itu setia menjadi penghuni gudang. Rupanya, pilot-pilot pun lebih uka menjadi sopir taksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini