Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan Indonesia saat ini adalah negara yang tidak produktif. Karena itu, ia berharap bisa membangun industri yang signifikan pada 2029.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sehingga tahun 2029, mudah-mudahan kita sudah punya industri yang cukup signifikan kontribusinya pada pengembangan ekonomi," kata Satryo dalam Taklimat Media Kemendiktisaintek 2025, di Graha Diktisaintek, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Ketua Jurusan Teknik Mesin ITB itu mengatakan akan mendorong pertumbuhan industri bernilai tambah tinggi yang berfokus pada teknologi. Ia juga berharap industri semacam ini mampu bersaing di tingkat internasional.
Lewat kementeriannya, Satryo mengatakan akan menyiapkan sumber daya manusia atau SDM lewat perguruan tinggi. SDM tersebut diharapkan dapat melakukan riset dan pengembangan yang bisa dijadikan acuan dalam membuat sebuah industri. "Entah itu start up atau industri high-tech lainnya," kata dia.
Selanjutnya, Satryo juga menekankan pentingnya pendidikan tinggi dalam membangun masyarakat yang produktif. Ia berharap para lulusan perguruan tinggi mampu memberikan kontribusi secara aktif di masyarakat. Dengan menjadi individu yang produktif dan memiliki daya beli tinggi, mereka secara tidak langsung akan mendukung pertumbuhan industri.
"Mahasiswa, mereka lulus bisa berkarya sehingga mereka juga berperan di masyarakat yang produktif, punya daya beli yang tinggi, maka industri pun akan tersokong di situ," kata Satryo.
Adapun alasan Satryo mengatakan Indonesia masih tergolong sebagai negara yang tidak produktif karena terjebak dalam middle-income trap atau kondisi ketika suatu negara sudah mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak mampu untuk menjadi negara maju.
Sebelumnya, Satryo mengatakan penguatan sumber daya manusia di bidang science, technology, engineering, and mathematics (STEM) melalui pendidikan tinggi harus berjalan beriringan dengan tumbuhnya industri berbasis STEM. Hal ini, menurut dia, bisa memecahkan masalah mismatch atau ketidaksesuaian antara SDM dengan kebutuhan industri.
“Kalau kita mendidik SDM saja tapi tidak ada industri nanti mereka tidak bermanfaat. Begitu juga kalau industri ada tapi SDM tidak ada, nanti tidak ada yang menangani (industrinya),” kata Satryo kepada wartawan saat ditemui dalam acara ‘Vokasi Berinovasi’ di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta Pusat, pada Senin, 16 Desember 2024.
Satryo juga mengatakan Kemendiktisaintek akan menjalin komunikasi dengan para pelaku industri untuk memecahkan masalah kebutuhan lapangan kerja. Akan tetapi, kata dia, komunikasi tersebut baru bisa dilakukan dengan efektif kalau industri STEM di Indonesia sudah terbentuk.
“Paling kalau mau komunikasi dengan industri STEM di luar negeri, karena kita belum punya industri berbasis STEM,“ kata Satryo.
Pilihan Editor: Awal Tahun, Panglima Kembali Mutasi Ratusan Perwira Tinggi TNI