Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Kiai hamam ja'afar

Ia pergi justru ketika pesantren pabelan, yang pernah memperoleh hadiah aga khan, memerlukan pembaruan agar pamornya bersinar lagi.

3 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG yang pernah mengubah batu kali menjadi Pesantren Pabelan telah berpulang ke rahmatullah. Ia adalah Kiai Hamam, pemimpin Pesantren Pabelan, yang wafat dalam usia 55 tahun. Itu terjadi pada Rabu malam tiga pekan lalu di Rumah Sakit Lestari Rahardjo, Magelang, Jawa Tengah. Kiai Hamam Ja'afar meninggal akibat komplikasi jantung dan tekanan darah tinggi. Jenazahnya dimakamkan esok harinya di kompleks Pesantren Pabelan, di sebuah dusun Muntilan, Jawa Tengah, di hadapan sekitar seribu pelayat. Kisah batu kali itu terjadi pada tahun 1965 ketika Pesantren Pabelan, yang baru berdiri, membutuhkan dana. Kiai Hamam membawa 35 santri pertamanya ke Sungai Pabelan. Di situ kiai yang bertubuh tinggi besar itu menunjuk ke batu kali yang ada di sepanjang sungai. ''Batu ini belum Islam. Batu ini baru berguna dan berfungsi kalau sudah menjadi bangunan, atau kalau dijual dan hasilnya digunakan untuk mencari ilmu. Berfungsi itulah Islam,'' kata Hamam kepada santri-santrinya. Maka berdirilah perusahaan leveransir batu dan pasir, yang dijual ke Akademi Angkatan Bersenjata, tak jauh dari Pabelan. Falsafah hidup yang selalu ditekankan kepada para santrinya memang itu: orang hidup harus berfungsi, hidup adalah bekerja. Mungkin itulah sebabnya para santri Pabelan tak dipunguti biaya. Para santri hanya diminta bekerja. Dan memang dari hasil kerja mereka, seperti menjual batu dan pasir serta mengerjakan sawah milik orang-orang kaya di Pabelan, Kiai Hamam dan santri- santrinya berhasil membangun Pesantren Pabelan, yang arsitektur bangunannya memenangkan Hadiah Aga Khan, Oktober 1980. Salah satu kriteria penilaian untuk hadiah internasional itu adalah arsitektur tradisional yang memenuhi fungsi bangunan dan klop dengan lingkungan sekitarnya. Arsitektur bangunan pesantren ini membuat tak adanya dinding pemisah antara pesantren dan masyarakat sekitarnya. Santri belajar dari masyarakat sekitar, dan begitu pula sebaliknya. Di Pabelan ini pula pertama kali santri pria dan wanita diasramakan dalam satu kompleks. Sebelum Pabelan, tidak ada pesantren yang melakukannya. Lebih jauh lagi, Kiai Hamam tidak bersikap sektarian. Umpamanya, Pesantren Pabelan tidak terikat pada dua organisasi massa Islam di Indonesia. Pondok Pabelan bu- kan pondok Muhammadiyah ataupun Nahdlatul Ulama. Sayangnya, semua prestasi itu mengalami kemunduran sejak awal 1990-an. Peminat masuk Pesantren Pabelan mulai merosot. Pada awal 1980-an, misalnya, Pabelan mempunyai sekitar 1.200 santri melebihi kapasitas 37 ruangan yang ada. Tapi, pada awal 1990- an, jumlah itu turun menjadi 400 santri: 300 santri mondok dan 100 santri tinggal di sekitarnya. Akibatnya, sekitar 27 ruangan belajar menganggur. Menurut sebagian sumber, kemunduran itu antara lain disebabkan banyaknya tenaga dan pikiran Kiai Hamam tersita di luar Pabelan. Misalnya, ia pun ditunjuk sebagai ketua umum Majelis Ulama Jawa Tengah (1985-1990) dan anggota Lembaga Penelitian dan Pengembangan DPP Guppi Jawa Tengah. Hal itu mungkin menunjukkan bahwa Pesantren Pabelan bergantung pada Kiai Hamam. Jika itu benar, di sinilah kelemahan Kiai Hamam: ia tak menyiapkan kader kepemimpinan. Adakah kepeloporan Pesantren Pabelan akan tinggal sebagai cerita? Banyak pengamat mengatakan begitu kecuali muncul seorang pembaru yang bersedia menyentuh pesantren yang kehilangan sang pemimpin yang dominan ini. Julizar Kasiri dan Moch. Faried Cahyono (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus