Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisruh Kuota Haji, Buah Spekulasi

Tiga puluh ribu calon haji gagal ke Tanah Suci. Menteri Agama dituding berspekulasi.

21 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUTRISNO jadi rajin berolahraga dua bulan terakhir. Hampir tiap pagi, ia jalan kaki di sekitar tempatnya tinggal di Jati Asih, Pondok Gede, Jakarta Timur. Pensiunan pegawai sebuah departemen berusia 74 tahun itu sengaja menjaga kebugaran fisiknya agar bisa menunaikan ibadah haji dengan baik, Januari mendatang. "Setiap manasik, beliau paling bersemangat. Datang pun selalu paling awal," kata Good Wachyudi dari Biro Perjalanan Haji An-Nadwah, tempat Sutrisno bergabung. Tapi antusiasmenya lumer seiring isu tidak dipenuhinya kuota haji tambahan oleh pemerintah Arab Saudi. Di kalangan biro perjalanan haji, isu ini sudah menyebar beberapa hari sebelum Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar mengumumkannya. Saat penutupan manasik di Wisma Haji Pondok Gede, Minggu pekan lalu, kata Wachyudi, Sutrisno mendadak menanyakan kepastian keberangkatan dirinya ke Tanah Arab. Dia rupanya sadar, ia termasuk di antara 29.974 calon anggota jemaah haji kuota tambahan. Mengetahui peluang keberangkatannya amat tipis, pria lanjut usia itu langsung syok. Dia menjadi pendiam, lebih suka menyendiri. Dua hari kemudian, ajal menjemputnya. Tragis nian! "Beliau menjadi korban spekulasi Menteri Agama," ujar Wachyudi, geram. Kesan bahwa Said Agil telah berspekulasi—apa boleh buat—sulit dihindari. Usul penambahan kuota memang datang dari para gubernur, bupati/wali kota, Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama, instansi terkait, dan masyarakat. Bahkan DPR, dalam rapat kerja 9 September, ikut menyetujuinya. Maka, pada 17 September, Nota Kesepahaman pun ditandatanganinya bersama Menteri Haji Kerajaan Arab Saudi. Dengan nota itu, pembuatan kontrak kerja untuk pemondokan, catering, dan sebagainya mengacu pada angka 235 ribu. Namun, pada 13 November, kata Said Agil, atase haji pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah melapor bahwa Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi mengembalikan kuota haji Indonesia tahun 2004 ke jumlah semula: 205 ribu orang. Empat hari kemudian, Said Agil bersama Direktur Jenderal Haji lantas terbang ke Arab Saudi. Kepada koleganya, Menteri Agama berusaha menjelaskan berbagai konsekuensi jika tambahan kuota haji kita dibatalkan. Surat dari Wakil Presiden Hamzah Haz kepada Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz, selaku pimpinan tertinggi penyelenggaraan haji, pun turut disodorkan. Tapi pihak Saudi berkukuh pada kesepakatan Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1986 di Yordania. Berdasar kesepakatan itu, jumlah anggota jemaah haji sebesar satu per seribu dari jumlah umat Islam negara bersangkutan. Dan jatah untuk Indonesia sejak awal sudah jelas, 205 ribu orang. Seharusnya, Menteri Agama tidak usah setel yakin dulu sebelum permintaan tambahan kuota itu disetujui pasti oleh tuan rumah. Andai selama proses negosiasi berjalan Said Agil belum mengizinkan pendaftaraan calon jemaah haji tambahan, ceritanya tentu berbeda. Tapi, karena ceroboh dan penuh spekulasi, yang terjadi justru sebaliknya. Kritik dan kecaman pun mengalir dari berbagai pihak ke alamat Menteri, termasuk dari Ketua MPR Amien Rais dan Ketua DPR Akbar Tandjung. Perlukah Said Agil mundur dari jabatannya seperti tuntutan sejumlah kalangan? "Itu semua berpulang pada nurani Pak Menteri," kata Amien. Said Agil sendiri, atas nama pemerintah dan pribadi, telah memohon maaf. Sebagai ungkapan rasa bersalah, dalam rapat dengan Komisi VI DPR Rabu malam pekan lalu, ia menjanjikan kompensasi kepada mereka yang gagal berangkat. Fulusnya diusulkan diambil dari pos Dana Abadi Umat (DAU). DPR setuju pemberian kompensasi, tapi dananya harus dicari dari sumber lain. Namun, Ketua Badan Kerja Sama Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (BKKBIH), Muchlis Sarjono, justru berencana menuntut sang Menteri. Menurut dia, dalam Undang-Undang No. 17/1999 disebutkan, penyelenggara haji bisa dikenai sanksi hukum bila timbul praktek yang merugikan jemaah. Dan ini tampaknya perlu agar menjadi pelajaran bagi Menteri Agama—dan penyelenggara negara lainnya. "Pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, jelas melakukan kecerobohan besar," tuturnya. Para calon haji yang tertunda niatnya mungkin bisa terobat hatinya dengan kompensasi materi. Tapi, almarhum Sutrisno? Sudrajat dan Sunariah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus