Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komandan dengan garuda yaksa

Edi Sudrajat diangkat menjadi KSAD menggantikan Try Sutrisno. Dia dikenal sebagai prajurit lapangan. Lulus amn tahun 1960 dan mendapat anugerah garuda yaksa. perjalanan karier Edi.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELAPAN tahun lalu pangkatnya masih kolonel. Kini, dengan bintang tiga di pundaknya, perjalanan karier Edi Sudrajat akan sampai pada jabatan tertinggi di Angkatan Darat. Pekan lalu, Pangab Jenderal L.B. Moerdani menunjuk Wakasad itu sebagai KSAD menggantikan Jenderal Try Sutrisno. Bagi banyak orang, pengumuman Pangab itu bukanlah berita yang mengejutkan. Jenderal yang berumur 50 itu sudah lama dikenal sebagai prajurit yang cemerlang. Seperti diungkapkan Letjen. (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo, 61 tahun, "Edi adalah tentara yang betulbetul tentara." Sayidiman mulai mengenal Edi ketika ia menjabat Danmen Taruna Akmil (1961-1963) di Bandung. Edi. menurut bekas Dubes RI di Tokyo itu, termasuk lulusan pertama AMN Magelang, 1960. Bahkan dalam angkatannya, dialah yang memperoleh Garuda Yaksa. "Hanya taruna yang lulus terbaik yang mendapat Garuda Yaksa. Setiap tahun satu orang. Pada 1960 itu yang mendapat Garuda Yaksa, Edi Sudrajat,' tutur Sayidiman, yang kini jadi penasihat Menristek. Ia mengenal Edi lebih dekat ketika mengajar dalam beberapa kursus, seperti Kursus Reguler Seskoad (1971-1972). "Dari kursus-kursus yang ia ikuti, juga dari pergaulan, saya berkesimpulan bahwa dia itu perwira yang punya pendirian, memiliki jiwa kejuangan yang kuat," kata Sayidiman lagi. Edi, yang bertubuh ceking ramping tapi liat itu, lengkap dengan kumis tebal melintan,g, memang profil prajurit lapangan. "Dia benar-benar orang operasi," ujar seorang perwira, rekannya. Dua tahun setelah meninggalkan AMN, ia mengikuti Operasi Trikora, t962 di Halmahera. Sejak itu, selama 16 tahun, jenderal berdarah Sunda yang lahir di Jambi itu mereguk pengalaman sebagai prajurit tempur hampir di seluruh wilayah Nusantara: menumpas RMS di Seram (1962-1963), OPM di Manokwari (1965), G-30-S/PKI di Jakarta (1965-1966), PGRS/Paraku di Kalimantan Barat (1970), mengikuti Kontingen Garuda IV di Vietnam (1973), Operasi Seroja di Tim-Tim (1978). Hampir separuh kariernya ia jalani di pasukan baret merah RPKAD, pasukan elite yang kini bernama Kopassus itu, jenjang jabatan yang dipegangnya pun cukup meyakinkan. Lima tahun setelah lulus AMN, ia diangkat jadi Komandan Kompi Batalyon I RPKAD, lalu mencuat sebagai Komandan Grup IV Kopassandha (1971). Setahun kemudian dilantik sebagai Pangdam II/Bukit Barisan, lalu Pangdam IlI/Siliwangi. Setelah itu menjabat Asisten Operasi Kasum ABRI (1985), lalu Wakasad. Salah seorang yang sangat berbahagia saat ini agaknya Jenderal Rudini, bekas KSAD (1983--1986). Ketika Try diangkat jadi KSAD menggantikan Rudini dan Edi Sudrajat sebagai Wakasad, Juni 1986, ia mengungkapkan perasaannya, "Merupakan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri menyaksikan bekas anak didik menjadi orang pertama dan kedua Angkatan Darat." Ada kesamaan karier antara Rudini dan Edi. Keduanya bahkan menjadi rekan di tempat tugas. Rudini pernah jadi Pelatih Taruna AMN (1959), empat tahun kemudian Edi jadi Komandan Kompi Instruktur di tempat yang sama. Ketika Rudini sebagai Kepala Staf Kostrad maupun Pangkostrad, Edi jadi Panglima Komando Tempur Lintas Udara Kostrad, 1980, yang beberapa tahun sebelumnya diduduki Rudini. Seperti halnya seniornya itu, ia juga memulai kariernya dari sebuah batalyon di Kodam V/Brawijaya, kemudian instruktur AMN, lalu Kostrad, kemudian pimpinan puncak TNI-AD. Mereka juga sama-sama langsung menjadi pangdam tanpa pengalaman teritorial sebagai komandan kodim, komandan korem, atau asisten teritorial di sebuah kodam. "Saya langsung menjadi pangdam tanpa pengalaman teritorial sebelumnya," tutur Rudini tiga tahun lalu. Rudini pernah jadi Pangdam XIII/Merdeka (1978). Setelah dinilai berhasil sebagai Pangkopur Linud Kostrad, Edi "magang" tak sampai setahun sebagai Panglima Kodam II Bukit Barisan (1981), sebelum dipercayai memimpin Kodam III/Siliwangi (1983--1985). Di situlah agaknya "tes" bagi kepemimpinan Edi Sudrajat. Seperti kata Jenderal l.B. Moerdani kepada TEMPO dua tahun lalu, "Dengan organisasi yang seperti sekarang ini kita bisa menilai seseorang dengan lebih baik setelah dia menjadi panglima." Sejak semula, bakat kepemimpinan Edi sudah tampak. Enam belas tahun lalu, ia seorang di antara 75 mayor muda pilihan yang bersama 75 pamen Angkatan 45 mengikuti Kursus Reguler Seskoad IX. Kursus ini punya nilai tersendiri, karena pesertanya dilibat dalam Seminar AD, Maret 1972, tentang pewarisan nilai-nilai 45. Mereka berdiskusi dengan para perwira tinggi Angkatan 45, baik yang masih aktif maupun yang dikaryakan. Sekarang, dua windu kemudian beberapa mayor muda generasi penerus itu muncul menduduki jabatan puncak TNI-AD maupun ABRI. Mayor Jenderal Syamsoeddin - salah seorang di antara mayor muda yang kini Ketua Komisi II DPR RI menilai Edi sebagai orang yang serius, tegas, dan organisator yang baik. "Dia orangnya baik dan menyenangkan," tambahnya. Di kalangan rekan-rekannya, Edi dikenal ramah, menyukai beberapa cabang olah raga. Antara lain basket, voli, tenis. Di lapangan sepak bola, olah raga yang sangat digemarinya itu, tubuhnya yang "ringan" itu sangat lincah, sering melancarkan gerak-gerak tipu. Hanya golf yang belum dicobanya. Apa "resep" Edi Sudrajat yang ramah, yang menyukai olah raga terutama sepak bola ini, mengenai kepemimpinan? Dalam kata sambutannya pada apel Komandan Batalyon Infanteri di Sukabumi dua tahun lalu, ia menyatakan, "Pemimpin hendaknya tak menonjolkan hak dengan menuntut fasilitas, karena hal itu akan memperlebar jarak antara komandan dan bawahan. Sebaliknya, ia dituntut tanggung jawab dan kewajiban mempersiapkan dan membina satuan yang efektif." B.S.H., Bambang Harymurti, Bunga Surawijaya, Putut Tri Husodo, Tri Budianto Soekarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus