Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua lelaki terlihat sibuk memainkan tetikus. Mata mereka memelototi gambar yang terpampang di layar komputer jinjing 14 inci. Gambar itu adalah sketsa adegan pertempuran yang masih berbentuk garis-garis tanpa warna. Baru kemudian warna merah, kuning, dan biru ditambahkan.
Gambar itu adalah bagian dari animasi kelanjutan komik digital berjudul Garuda Riders: The Adventure of Wanara. Adhicipta R. Wirawan, pemilik Mechanimotion—studio kreatif pembuat komik digital—bersama rekannya, Bonnie Suherman, tengah ngebut merampungkan kreasinya itu di Tenggilis Timur, Surabaya. Mereka mematok animasi tentang penggalan kisah Ramayana itu tuntas sebelum April tahun ini. "Ini adalah bagian ketiga dari 13 seri yang direncanakan," kata Adhicipta, Senin pekan lalu.
Kedua seri komik digital dan game telah dipublikasi pada akhir tahun lalu. Penjualan komik digital Garuda Riders berhasil melejit di Jepang bulan lalu. Di Negeri Matahari Terbit, komik semi animasi tersebut didistribusikan melalui iPhone store. Ratusan pengguna gadget asal Amerika Serikat itu telah mengunduh permainan made in Indonesia ini. Bahkan tingkat kepuasan pengguna masuk kategori baik dengan lima bintang dari tujuh bintang. Prestasi serupa juga diraih dari pengguna gadget Android. Adhicipta dan studionya bisa memanen rupiah pada akhir tahun lalu. "Kompensasinya lumayan," kata Adhicipta memberi petunjuk mendekati Rp 100 juta.
Namun, ia menuturkan, tidak mudah menembus pasar Jepang. Modalnya ketelatenan dan keberuntungan. Ia menuturkan butuh waktu setahun lebih. Berangkat dari kompetisi industri kreatif Telkom Indigo pada 2011, Mechanimotion bersaing dengan puluhan kreator. Story board berjudul The Adventure of Anoman mengantarnya menjadi juara pertama. Cerita inilah yang kini berubah judul menjadi Garuda Riders: The Adventure of Wanara. Prestasi tersebut yang menjadi tiket Mechanimotion ke Jepang mengikuti seminar tentang konsep industri game. Tak dinyana, Deluzion, salah satu studio animasi Jepang, tertarik. "Mereka menawarkan kerja sama," ujarnya.
Deluzion tidak mentah-mentah mau mengadopsi cerita itu. Mereka mengajukan syarat tokoh Anoman diganti. Alasannya, penganut Hindu di negara itu menganggap Anoman adalah sosok suci yang haram ditampilkan. Adhicipta putar otak. Naradja, tokoh rekaan perpaduan dari Rama (anusa), Rahwana (asura), dan Anoman (wanara) sebagai pengganti.
Ia menggambarkan Naradja sebagai kera serta memiliki mata biru di kanan dan merah di kiri. Ia juga menyisipkan gambar-gambar etnik Bali yang digemari masyarakat Jepang. Biaya yang dibutuhkan hanya kisaran puluhan juta rupiah. Mechanimotion juga berkolaborasi dengan studio lain, Moon Eclipse dan Eleven Game, untuk membantu mengisi suara dan musik latar.
Kini Mechanimotion memiliki ambisi besar: membuat animasi. Mereka harus melibatkan tak kurang dari 60 tenaga ahli di Tokyo, Surabaya, Bandung, dan Jakarta untuk menyelesaikan animasi ini. Dana yang diperlukan pun tak tanggung-tanggung, Rp 500 juta. Biaya yang besar ini mengakibatkan penyelesaian film itu tersendat. Ia berencana mengunggah animasi ke situs YouTube. "Kalau yang nonton banyak, biasanya akan ada perusahaan yang tertarik," ucapnya.
Pengamat ekonomi kreatif dari Institut Teknologi Surabaya, Kresnayana Yahya, menilai perhatian pemerintah terhadap industri kreatif, khususnya film dan animasi, masih sangat kurang. Indonesia ketinggalan jauh dibanding Malaysia, Korea Selatan, dan India. "Di Korea, pemerintah memberi modal Rp 400 juta kepada pelaku industri kreatif yang masih pemula," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur Jarianto mengatakan pemerintah daerah sangat mendukung bila ada kreativitas baru, termasuk animasi yang membawa misi budaya Indonesia. Namun, ia melanjutkan, dukungan nyata itu terganjal oleh anggaran yang terbatas. "Kami tidak ada anggaran untuk pelaku industri kreatif seperti mereka," ujar Jarianto.
Eko Ari Wibowo, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo