Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perahu-perahu kayu berbagai ukuran bersandar di sepanjang kolam labuh perairan Muncar, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Tak banyak keriuhan nelayan dan pedagang yang biasanya tawar-menawar harga ikan.Â
Di salah satu perahu, lima nelayan sedang mengecat ulang kayunya yang mulai kusam. Mereka juga menguras isi perahu dan memperbaiki mesin. Menurut Joko Purnomo, salah satu nelayan, saat melaut nanti diharapkan perahu sudah bersih dan siap mengarungi lautan. "Sudah sebulan kami libur melaut," kata Joko kepada Tempo, Ahad dua pekan lalu.
Joko dan ribuan nelayan lain puasa melaut karena angin kencang dan gelombang tinggi menerpa Selat Bali sejak Januari lalu. Cuaca buruk yang jadi langganan tahunan itu membuat Muncar yang merupakan pusat penangkapan dan pengolahan ikan di Indonesia itu pun paceklik. Musim panen raya ikan biasanya Agustus-Desember.
Bukan hanya nelayan yang sepi pendapatan. Sebanyak 169 unit industri pengolahan ikan—di antaranya 35 unit industri pengalengan dan 30 industri pembekuan ikan—di Muncar juga kelimpungan menghadapi masa paceklik ini. Sebagian perusahaan yang berskala ekspor memilih mendatangkan ikan dari luar negeri.
PT Perfect International Food, misalnya. Perusahaan sarden dan pembekuan ikan ini sudah memesan 50 ton ikan lemuru (Sardinella lemuru) dari Pakistan. Lima puluh ton ikan sisanya dipasok dari luar Banyuwangi, seperti Bali dan Jawa Tengah.Â
Direktur Utama PT Perfect Jafar Hamzet mengaku terpaksa mengimpor supaya terus berproduksi. Dalam satu bulan dia harus memenuhi pesanan 960 ribu kaleng sarden dari Afrika dan Timur Tengah. "Apalagi pesanan terus meningkat," ujar Jafar, Senin pekan lalu.
Selain dari Pakistan, PT Perfect pernah mengimpor ikan dari India. Saat paceklik ikan awal 2012, perusahaan itu mendatangkan 100 ton ikan asal India. Padahal harga ikan impor mencapai Rp 6.000 per kilogram, lebih mahal ketimbang lemuru lokal, yang biasanya di bawah Rp 5.000 per kilogram.
PT Pacific Harvest juga mengimpor dalam skala besar ikan sarden (lemuru) dan makerel. Namun, kata Edy Sukamto, Plant General Manager Pacific Harvest, produk lokal tetap lebih baik kualitasnya dan murah. "Impor hanya untuk backup saat tangkapan nelayan lokal kurang," ujarnya.
Produk ikan kaleng—sarden, makerel, dan ikan tuna—merupakan salah satu komoditas ekspor andalan. Khusus untuk tuna kaleng, lebih dari 50 persen pasar Arab Saudi dan negara lain di kawasan Timur Tengah diisi tuna asal Jawa Timur. Bahkan, menurut Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung, semua produk ikan Indonesia yang beredar di Arab Saudi itu merupakan olahan pelabuhan ikan Muncar.
Saut memaparkan, produk perikanan asal Indonesia sangat dipercaya dan telah menembus salah satu hypermarket yang memiliki lebih dari 60 outlet di Uni Emirat Arab dan lebih dari 120 unit di beberapa negara Timur Tengah. Ditargetkan pada 2013 ini kawasan Afrika dan Timur Tengah menjadi tujuan utama dalam memasarkan produk perikanan, seperti sarden kaleng, makerel kaleng, ikan kering, lobster diasinkan, udang, bandeng, dan tentu saja tuna kaleng dan beku.
Jafar mengiyakan, sarden dan ikan olahÂan asal Indonesia digemari warga Timur Tengah dan Afrika. Mereka lebih memilih produk Indonesia ketimbang Cina ataupun Thailand. Alasannya, kehalalan produk sarden Indonesia dianggap lebih terjamin.Edy Sukamto menambahkan, citra halal food itulah yang ditonjolkan industri ikan Indonesia dalam promosinya. "Mereka sangat memperhatikan hal seperti itu dan kami pun menyiapkan dokumen-dokumen sertifikasi halal untuk meyakinkan konsumen," kata Edy.
Selain memperhatikan kualitas, produsen harus memahami selera sarden yang diminati orang Timur Tengah dan Afrika. Menurut Edy, konsumen di sana lebih menyukai sarden hambar dengan bahan minyak soya ketimbang sarden berbumbu tomat atau cabai.
Pengusaha pun rajin ikut pameran produk di berbagai kesempatan, dari Brussel, Dubai, hingga kota-kota di Cina. Menurut Edy, perusahaan juga tak segan memenuhi pesanan dengan brand pemesan. Untuk pasar lokal, PT Pacific memasarkan sarden ABC dan Gaga. Sedangkan untuk pasar ekspor ada merek Asahi, Emir, Bolton, Fisherman, Apollo, Deep Catch, dan lainnya. "Kebanyakan yang diekspor pakai brand luar. Mereka sudah punya nama, jadi tak perlu pasang iklan," ujar Edy.
Edy optimistis industri pengolahan ikan di Muncar akan terus berkembang karena pasar di dalam dan luar negeri juga masih terbuka lebar. Posisi Banyuwangi secara geografis sangat strategis karena paling dekat dengan kawasan Indonesia timur, yang memiliki potensi ikan sangat kaya. Kalau pelabuhan peti kemas Banyuwangi selesai dibangun, ia yakin ekspor akan semakin besar.
Kepala Seksi Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan Banyuwangi Budi Utomo menyebutkan terbatasnya bahan baku lokal menjadi kendala serius. Impor ikan pun mulai marak sejak 2010, saat ikan mulai susah didapat. "Rata-rata satu perusahaan mengimpor satu juta ikan dalam setahun," katanya.
Turunnya tangkapan ikan, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan PuÂdjo Hartanto, disebabkan berbagai faktor, seperti perubahan iklim, pencemaran air laut, dan penangkapan ikan secara berlebihan di Selat Bali. Untuk menggenjot lagi hasil tangkapan, Dinas Kelautan mengarahkan nelayan Muncar melirik laut selatan. "Tangkapan ikan di laut selatan masih rendah," ujarnya.
Agus Supriyanto, Ika Ningtyas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo