Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Konsep Panti Sosial untuk Difabel Psikososial Sebaiknya Ganti Menjadi Asrama

Organisasi penyandang disabilitas yang khusus mengadvokasi hak penyandang disabilitas mental psikososial menyarankan panti sosial diganti asrama.

24 Oktober 2020 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi difabel. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Konsep panti sosial bagi penyandang disabilitas mental psikososial yang tertutup dan tidak mengakomodasi privasi penghuninya sudah tidak lagi relevan. Anggota Komite PBB untuk Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (UNCRPD), Risnawati Utami mengatakan ada hasil kajian tentang bagaimana panti sosial memperlakukan penghuninya, terutama difabel mental psikososial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pengelola panti sosial menutup akses dan interaksi penghuni panti terhadap dunia luar. Ini merupakan pelanggaran terhadap pasal-pasal dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities," kata Risnawati Utami dalam diskusi virtual mengenai 'Hambatan HAM Penyandang Disabilitas Psikososial' pada Jumat 23 Oktober 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Organisasi penyandang disabilitas yang khusus mengadvokasi hak penyandang disabilitas mental psikososial, Perhimpunan Jiwa Sehat atau PJS, merekomendasikan konsep panti sosial bagi difabel mental psikososial dihapus. Konsep itu diganti dengan konsep asrama.

"Dengan begitu lebih terbuka dan jangan khawatir soal stigma sosial soal penyandang disabilitas psikososial yang akan menggangu atau menyerang, tidak seperti itu," kata Direktur PJS, Yeni Rosa Damayanti dalam forum yang sama. Sebelumnya, Perhimpunan Jiwa Sehat menemukan banyak tindak pelanggaran HAM yang dilakukan penglola panti sosial di beberapa daerah di Indonesia.

Ilustrasi pasung. Shutterstock

Para difabel mental ini banyak dihilangkan kapasitas hukum maupun mental sosialnya justru saat menjadi penghuni panti sosial. "Pemasungan yang tidak hanya dilakukan keluarga di rumah tapi juga di panti, penyuntikan obat antipsikosis kepada seluruh penghuni panti tanpa sepengetahuan individunya, penerapan tindakan medis di mana saat diajukan inform consent tidak ditandatangani oleh individu tapi malah pengampunya," ujar Yeni.

Dalam diskusi yang merupakan bagian dari kegiatan Temu Inklusi tersebut, Yeni memperlihatkan sebuah video testimoni para penghuni panti yang merasa tidak mendapatkan perlakuan manusiawi. Misalkan, tindakan pemotongan rambut sampai habis atau penggundulan pada perempuan penghuni panti tanpa sepertujuannya, pelecehan seksual yang dialami penghuni panti, hingga video pemasungan di panti. "Bahkan, ada panti sosial yang memajang angka kematian rata-rata penghuninya sebanyak enam orang setiap bulan," ujar Yeni.

Direktur Instrumen Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan HAM, Timbul Sinaga mengatakan, kelompok kerja penanganan HAM bagi penyandang disabilitas mental psikosial sedang dibentuk oleh lintas kementerian, antara lain Kementerian Hukum dan HAM, Bappenas, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Bila tidak ada halangan, akhir tahun kelompok kerja tersebut sudah terbentuk agar awal 2021 dapat bekerja," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus