Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rumah Gajah Sumatera Tergusur Area Konsesi

Area konservasi gajah sumatera banyak dikangkangi perusahaan pemegang konsesi. Diduga berdampak menurunnya populasi satwa langka tersebut. Laporan Tempo dari pedalaman hutan Sumatera.

15 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Areal koridor High Conservation Value (HCV) milik konsesi Hutan Tanaman Industri PT Bumi Mekar Hijau, anak perusahaan APP Sinarmas Group, 17 November 2021. Tempo/Avit Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Ratusan perusahaan pemegang konsesi hutan mengangkangi habitat berbagai satwa liar di Sumatera, termasuk gajah.

  • Populasi gajah sumatera menyusut tiga kali lipat dalam 30 tahun terakhir.

  • Liputan Tempo bersama Mongabay dan Betahita di Sumatera Selatan mendapati jalur perlintasan gajah terputus akibat kanal dan jalan hutan tanaman industri.

JAKARTA - Sepuluhan warga Desa Jerambah Rengas, Kecamatan Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, berkonvoi dengan sepeda motor membelah rimba itu. Dulunya, kawasan itu merupakan hutan lindung. Namun, sejak pertengahan bulan lalu, area ini berganti menjadi hutan tanaman industri (HTI) jenis akasia. Rombongan yang dipimpin oleh Muhammad Sukri, 49 tahun, itu penasaran dengan nasib upaya konservasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar yang dulu menjadi tetangga mereka. Terlebih, masyarakat selama setahun terakhir tak pernah lagi melihat rombongan hewan tambun itu hilir-mudik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menempuh perjalanan sejauh lebih dari 25 kilometer, Sukri cs justru mendapati ekskavator yang sibuk memanen kayu akasia. Mereka hanya bisa melongo karena aktivitas penuh kebisingan itu hanya berjarak 500 meter dari lokasi jejak dan kotoran gajah. Lokasinya persis di tengah konsesi hutan industri PT Bumi Mekar Hijau (BMH) yang seluas 247.214 hektare di Sumatera Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Bumi Mekar Hijau merupakan mitra pemasok bahan baku bagi Asia Pulp and Paper APP Sinarmas, raksasa produsen bubur kertas. Bumi Mekar dimiliki oleh PT Rimba Hutan Lestari dan PT Rimba Persada Sejahtera. Berdasarkan data Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kedua perusahaan tersebut milik sejumlah orang yang terindikasi karyawan APP Sinar Mas.

Kepada Tempo, Sukri menunjuk plang bertulisan "Kawasan Pelestarian Hutan Nutfah milik PT BMH seluas 444,80 hektare di Sungai Penyabungan". Lokasi tersebut seharusnya menjadi koridor bagi gajah liar yang menghubungkan tiap-tiap wilayah high conservation value (HCV) yang berada di area perusahaan. Kenyataannya, koridor tersebut terputus akibat jalan besar selebar 30-40 meter yang membelah kawasan HCV--kawasan konservasi yang dikelola perusahaan. "Jalur penghubung itu sudah tak berfungsi," ujarnya di lokasi, pada pertengahan bulan lalu.

Sukri menyebutkan, populasi gajah di kawasan itu pada 1980-an sekitar 200 ekor. Rombongan sedikitnya 30 gajah menjadi pemandangan sehari-hari masyarakat pencari ikan di Desa Jerambah Rengas saat itu. Si bongsor menjadi sulit ditemukan setelah PT Bumi Mekar Hijau mengubah hutan gambut menjadi hutan industri akasia dengan sistem kanalisasi pada pertengahan 2000-an. "Terakhir kami ketemu pada 2020 ketika gajah untuk pertama kalinya memakan padi milik warga," kata Sukri ketika dihubungi kembali, kemarin.

Penampakan jejak gajah liar yang berada di area koridor high conservation value (HCV) milik konsesi Hutan Tanaman Industri PT Bumi Mekar Hijau, mitra pemasok APP Sinar Mas Group, 17 November 2021. Tempo/Avit Hidayat

Penjaga Kawasan Lindung Pelestarian Hutan Nutfah Sungai Penyabungan, Khoirul Fajri, tak memungkiri kondisi tersebut membuat gajah liar kesulitan menyeberang. Apalagi mamalia terbesar di daratan itu tak mampu menyeberangi kanal--lebar 8-10 meter dan kedalaman 2-3 meter dengan tepian terjal--yang jumlahnya tak terhitung di area hutan industri tersebut. "Mereka akhirnya berputar-putar di sini. Terakhir ketemu semalam," kata Khoirul di lokasi.

Dia memperkirakan populasi gajah di sana tinggal 7 sampai 9 ekor. Rombongan itu terdiri atas pejantan, induk, dan anakan. Sukri sebagai tokoh Desa Jerambah Rengas menanyakan bagaimana perusahaan membantu gajah menyeberangi koridor agar bisa masuk area konservasi tinggi atau HCV. Khoirul hanya geleng kepala lantaran baru enam bulan bekerja di sana.

Anjloknya populasi gajah di kawasan konservasi tersebut merupakan bagian dari kolaborasi riset dan peliputan antara Tempo, Mongabay, dan Betahita, bersama Auriga Nusantara. Penelusuran dokumen mendapati ratusan perusahaan pemegang konsesi di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan yang mengangkangi area habitat sejumlah satwa, termasuk gajah sumatera.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Muhammad Hairul Sobri, mengatakan temuan kerusakan koridor gajah liar di area konservasi tinggi PT Bumi Mekar Hijau tersebut mengindikasikan perusahaan tidak bertanggung jawab untuk menjamin pergerakan satwa. Hal itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penentuan Koridor Hidupan Liar sebagai Ekosistem Esensial.

Kedua aturan tersebut menuntut perusahaan menjamin keamanan jalur koridor satwa yang menghubungkan antarkawasan konservasi. Apalagi, Hairul Sobri melanjutkan, dalam terminologi satwa, kanal merupakan satu metode penghambat pergerakan. "Namun justru ditemukan kanal-kanal yang menyulitkan gajah masuk area HCV. Ditambah keberadaan jalan yang memicu konflik dengan manusia," kata Sobri, kemarin.

Kepala Bagian Konservasi dan Restorasi PT Bumi Mekar Hijau, Hari Agusti, menjelaskan perusahaan telah menggandeng lembaga independen untuk mengidentifikasi keberadaan area HCV di dalam konsesi perusahaan pada 2014. "Ditetapkan area nilai konservasi tinggi (HCV) yang diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan kawasan dan satwa," kata dia.

Hari mengatakan perusahaan telah menyiapkan koridor ekologi untuk gajah sumatera. Di antaranya, menyiapkan tanaman pokok dan kawasan lindung. Saat panen kayu, dia melanjutkan, perusahaan membuat perencanaan mendetail yang mempertimbangkan keberadaan dan pergerakan satwa liar.

Kotoran gajah liar yang berada di area koridor high conservation value (HCV) milik konsesi Hutan Tanaman Industri PT Bumi Mekar Hijau, mitra pemasok APP Sinar Mas Group, 17 November 2021. Tempo/Avit Hidayat

Direktur Kehutanan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, mengatakan adanya temuan kerusakan habitat gajah di area PT Bumi Mekar Hijau yang merupakan satu dari 151 perusahaan pemegang konsesi di Sumatera yang merambah habitat atau kawasan aktivitas satwa dilindungi. Hal ini mengakibatkan merosotnya populasi gajah di Suwarnadwipa. Pada 1985, dia melanjutkan, tercatat ada 44 lokasi kawasan gajah dengan populasi mencapai 4.800. "Namun pada 2021 berubah menjadi hanya 22 kantong dan paling banyak 1.359 ekor," kata dia.

Menurut Supintri, habitat gajah di Sumatera tercatat seluas 4,6 juta hektare. Dari jumlah tersebut, 2 juta hektare berada di area konsesi perusahaan. Ada perusahaan hutan tanaman industri, hak pengusahaan hutan (HPH), tambang, dan perkebunan sawit. Sejak 2007 sampai 2020, terdapat 1,3 juta hektare area habitat yang hilang, mayoritas berada di area 118 perusahaan pemegang izin.

Alih fungsi kawasan hutan Sumatera ini juga berdampak pada harimau, badak, dan orang utan. Jumlah perusahaan yang areanya beririsan dengan habitat harimau mencapai 301 dengan luas 2,9 juta hektare. Adapun jumlah perusahaan yang areanya tumpang-tindih dengan habitat badak sebanyak 60 dengan luas 131.534 hektare. Ini belum ditambah dengan tumpang-tindih 106 perusahaan yang berada di habitat orang utan dengan luas 392.297 hektare.

Sebanyak 151 perusahaan pemegang konsesi di Sumatera merambah habibat satwa langka, termasuk gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Aktivis lingkungan mensinyalir tumpang-tindih lahan tersebut mengakibatkan penurunan populasi di area konservasi gajah

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, tak menampik klaim soal degradasi habitat satwa langka akibat alih kawasan hutan untuk konsesi perusahaan, termasuk area konservasi gajah sumatera. "Selama ini belum ada perusahaan yang diberi sanksi. Kadang-kadang ada satwa terkena jerat dalam konsesi itu, kami yang selamatkan," kata dia. 

AVIT HIDAYAT (OGAN KOMERING ILIR DAN SEKITARNYA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus