Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) semestinya segera memperbaiki Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap. Keputusan menghilangkan grafik data perolehan suara dalam Sirekap berpotensi membuka praktik kecurangan perhitungan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Praktik jual beli suara adalah salah satu kecurangan yang berpotensi marak terjadi," kata Egi dalam keterangan resmi, Rabu 13 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun KPU berlasan menutup akses informasi grafik data perolehan suara Pemilihan Umum 2024 di Sirekap, karena adanya kekeliruan pembacaan alat bantu penghitungan suara itu. Akibatnya, data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di tempat pemungutan suara dan menimbulkan prasangka dari publik.
Padahal, menurut Egi, keterbukaan informasi dengan menampilkan perbedaan tersebut bisa membuka seluas-luasnya partisipasi publik dalam mengawasi hasil pemilu. "Hal itu juga menjadi cerminan jelas dari ketidaksiapan KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2024," kata Egi.
Pada 27 Februari 2024, kata dia, KPU telah memberikan respons atas permintaan informasi yang dilayangkan ICW lima hari sebelumnya, mengenai permasalahan tersebut. Namun jawaban KPU mengecewakan.
Jawaban KPU tidak memuaskan ICW sebagai pemohon informasi lantaran hanya memberikan ringkasan, dan tidak memberikan dokumen dalam bentuk rincian.
ICW bahkan menerima jawaban mengenai anggaran Sirekap hanya dalam satu kalimat, yakni: “Anggaran Pembangunan Sirekap Tahap 1 sebesar Rp. 3.906.589.500,- (sudah termasuk pajak)”. Tidak ada informasi rincian anggaran yang diberikan oleh KPU kepada ICW.
"ICW oleh karena itu telah mengajukan surat keberatan pada 13 Maret 2024," ujarnya.
Selain itu, jawaban permintaan informasi dikirimkan oleh KPU kepada ICW melalui alamat email [email protected]. Alamat email tanpa domain resmi dari KPU tersebut membawa kami pada keraguan atas keseriusan KPU dalam membangun teknologi informasi.
"Sementara KPU memiliki anggaran besar yang semestinya dapat digunakan untuk membangun teknologi informasi, maupun portal layanan informasi publik yang tidak seburuk saat ini," kata Egi.