Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum atau KPU Idham Holik mengklaim bahwa lembaga penyelenggara pemilu itu telah membuktikan proses Pemilu 2024 yang berlangsung sejak 14 Februari 2024, berlangsung secara terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang jelas, ketika rekan-rekan kami melakukan penghitungan suara ulang, ini bukti KPU transparan," kata Idham kepada wartawan di saat konferensi pers di Media Center KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPU melakukan penghitungan suara ulang di 1.747 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 20 provinsi, 148 kabupaten-kota, 505 kecamatan, 1.154 kelurahan/desa. Penyebabnya, kata dia, ada suara Ketua Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang membacakan perolehan suara di surat suara kurang jelas dan kesalahan penulisan hasil perolehan suara dalam bentuk tulis di dalam formulir C-1.
Selain itu, ada pemilih yang mencoblos nama calon legislatif, tapi suara pemilih itu dimasukan ke dalam suara partai. "Seharusnya suara itu dimasukan ke suara caleg," kata Idham.
Kekeliruan lainnya adalah KPPS yang membacakan nama caleg, lambang partai, nomor caleg, namun yang ditulis nomor berbeda dari surat suara tercoblos.
Idham menerangkan bahwa suara pemilih itu dinyatakan sah diatur Pasal 53 Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023. Pada ayat 5 huruf b dan c, yang berbunyi: "tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut calon, atau nama calon, dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan".
Adapun pada huruf c, berbunyi: "tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut partai politik, tanda gambar partai politik, atau nama partai Politik, serta tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut calon. Atau nama calon dari partai politik yang bersangkutan, dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari partai politik yang mencalonkan".
Soal transparansi KPU dalam menyelenggarakan pemilu itu menjadi pertanyaan publik. Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) utamanya menyoroti penghitungan suara Pemilu 2024 menggunakan Sirekap.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya mengatakan kegagalan Sirekap menyediakan informasi yang akurat berujung pada kontroversi meluas dan dugaan kecurangan melalui portal tersebut. Penghitungan suara sempat dihentikan selama dua hari akibat kisruh Sirekap.
Penundaan itu menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat. Juga penundaan diputuskan melalui proses yang tak patut dengan hanya instruksi lisan. "Penundaan perhitungan suara tanpa proses yang patut berpotensi membuka praktik kecurangan perhitungan suara," kata Dimas, dalam keterangan tertulis, pada Jumat, 23 Februari 2024.
Dalam temuan dua organisasi ini, sepanjang 14-19 Februari 2024 ditemukan selisih antara Sirekap dan formulir C-1 pada 339 TPS sebanyak 230.286 suara. "Tiga pasangan calon mendapatkan suara yang lebih besar setelah formulir C-1 diunggah ke portal Sirekap," ujar Dimas.
Misalnya, persentase angka perolehan suara pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 65.682 (28,52 persen), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 109.839 (47,70 persen), dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. 54.765 (23,78 persen).