Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Relawan Alap-Alap Jokowi yang mengusung Jokowisme, merupakan pihak yang memasang baliho Hokowi Guru Bangsa di Colomadu, Surakarta. Kurawal Foundation dalam Laporan Tahun 2023 Tegak Lurus Menolak “Jokowisme”, menyebutkan di balik topeng populisme, rezim Jokowi adalah kekuasaan yang sangat anti-kritik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rezim Jokowi ini disebut meredam kebebasan berekspresi menggunakan polisi dan tentara, sedangkan di ruang siber, represi digital terjadi untuk mengebiri kebebasan berpendapat warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, kekerasan ini mengirim beragam individu sipil ke pengadilan dan penjara. Mereka adalah warga negara pembayar pajak yang berbeda pendapat dengan rezim dan menyuarakan perlawanannya secara terbuka. Hukum dalam Jokowisme adalah alat kekuasaan dan bukan lagi perangkat mewujudkan keadilan.
Nama-nama seperti Budi Pego, Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Syahganda Nainggolan, dan Victor Yeimo adalah bagian kecil dari daftar panjang korban kriminalisasi karena vokal berpendapat. Namun, represi paling banyak dialami warga adalah ketika mempertahankan hak atas sumber daya perikehidupannya, termasuk tanah.
Represi terkait dengan konflik agraria terjadi di Pakel, Banyuwangi yang membuat tiga petani dipenjara 5,5 tahun. Dalam pusaran konflik tersebut, seorang petani lain ditangkap dengan cara diculik oleh polisi dari kediamannya pada malam hari dan ditutupi informasi keberadaannya. Sementara itu, di Seruyan, Kalimantan Tengah, seorang petani berusia 35 tahun ditembak mati dalam demonstrasi rakyat menentang perusahaan perkebunan sawit. Petani tersebut mengalami luka tembus dada sampai punggung yang dilakukan oleh polisi Brimob. Namun, polisi tersebut hanya divonis 10 bulan penjara.
Selain itu, di Rempang, Kepulauan Riau, pemerintah mengerahkan lebih dari 1.000 polisi dan tentara untuk menyergap, memukul, mengepung, dan membubarkan protes rakyat pada siang 7 September 2023. Represi ini menyebabkan belasan orang terluka dan belasan siswa sesak napas keracunan gas air mata. Represi ini terjadi buntut dari aksi koersi negara yang hendak mengukur dan memasang patok investasi “proyek strategis nasional (PSN)” seluas 46 persen dari total luas lahan pulau. Sekitar 2.400 keluarga dari belasan kampung tua dan dua kelurahan terancam dipaksa pindah serta 34 warga dijadikan tersangka yang divonis 3-8 bulan penjara.
Rezim Jokowi yang mementingkan infrastruktur ini membutuhkan lahan sangat luas. Akibatnya, banyak kasus perampasan lahan masyarakat yang diklaim menjadi milik negara. Selama 10 tahun terakhir pemerintahan Jokowi, ekstraktivisme agraria tidak cuma meluas di perkebunan skala besar dan pertambangan, tetapi juga PSN infrastruktur, properti, food estate, proyek pariwisata premium, dan pusat kawasan industri baru.
Kondisi tersebut mengawetkan konflik tenurial disertai kekerasan yang merebak dengan jumlah PSN pada masa pemerintahan Jokowi ada lebih dari 200 proyek. Kehancuran ekologis pun terjadi di pusat-pusat rezim ekstraktif baru nikel sebanyak 373 konsesi tambang per 2023.
Kriminalisasi ini sudah lazim dipenuhi cerita gelombang penggusuran, pemaksaan relokasi, marginalisasi perempuan, meledaknya kekerasan, dan kerusakan ekologis yang tidak bisa dipulihkan. Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria, sedikitnya 2.710 letusan konflik agraria dan 2.442 rakyat ditangkap serta dikriminalisasi karena mempertahankan hak tanah selama pemerintahan Jokowi.
Dengan demikian, saat Kurawal Foundation membuka inisiatif Dana Cepat Tanggap Darurat (DCTD) pada 2023, kasus-kasus konflik agraria, lingkungan, dan sumber daya alam menjadi paling banyak diakses untuk penanganan persidangan yang bias (unfair trial). Embrio inisiatif ini sebenarnya telah dirintis sejak 2019 untuk kasus-kasus sensitif dengan muatan politis yang tinggi. Namun, menguatnya represi rezim Jokowi dengan ideologi Jokowisme membuat Kurawal mempertimbangkan memperluas cakupan skema sehingga menjangkau lebih banyak penerima manfaat.
RACHEL FARAHDIBA R I KURAWAL FOUNDATION
Pilihan Editor: Kurawal Foundation Kupas Strategi Utama Politik Jokowi dalam Jokowisme, Populisme dan Infrastrukturalis