Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lain Palembang, Lain Pandaan

Mubenas angkatan 45 menghasilkan 6 pokok pikiran yang menyangkut bidang politik. ada usul agar makam bung karno dan bung hatta dipindahkan ke jakarta. tak ada keputusan mengenai kepemimpinan nasional.

5 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan, siulan dan teriakan gembira meledak Jumat pagi lalu dalam sidang pleno Musyawarah Besar (Mubenas) Angkatan 45 di Palembang, tatkala Ketua Presidium Soerono mengumumkan dirinya terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Harian Nasional (DHN) Angkatan 45 periode 1980-1984 Secara aklamasi sekitar 600 peserta menyetujui pilihan tim formatir ini. Dalam waktu sebulan, formatir bertugas menyusun kepengurusan lengkap DHN. Menurut beberapa peserta, terpilihnya Soerono terutama berkat susunan formatir yang terdiri dari Soerono, Gubernur Ja-Bar Aang Kunaefi dan Gubernur Sum-Sel Sainan Sagiman. "Kalau formatirnya lain, kedudukan ketua umum mungkin bisa jatuh pada orang lain," cerita seorang peserta. Memang semula ada beberapa nama lain yang disebut-sebut sebagai calon ketua umum, antara lain bekas Gubernur Jakarta Ali Sadikin Tokoh yang dalam kepengurusan lama menjabat Ketua I DHN ini nampaknya populer di antara peserta. Silih berganti ia diminta berpotret bersama oleh banyak delegasi. Namun ternyata Ali Sadikin tidak mencalonkan diri. Adanya perbedaan pendapat tidak berarti ada perpecahan. "Angkatan 45 tidak pernah mempersoalkan orangnya siapa. Yang penting, mampu atau tidaknya menjadi pemimpin," kata seorang peserta dari Ja-Tim. "Apakah ketuanya Bang Ali atau Pak Soerono, itu sama saja. Mereka tetap dipandang sama dalam angkatan 45," sambung seorang peserta lain. Yang paling menyolok dari Mubenas ke VI Angkatan 45 ini adalah pengamanannya yang terasa berlebihan. Mungkin ini akibat ditemukannya selebaran gelap semalam sebelum Mubenas dibuka. Sekitar 2000 orang petugas-berseragam atau tidak--termasuk Hansip dan Menwa, menamankan Mubenas ini. Beberapa peserta dari Jakarta, antara lain Ali Sadikin, Ny. S.K. Trimurti, Mr. Sunario dan Jusuf Rl)nodipuro mendapat perlakuan khusus. Mereka ditempatkan di Wisma VIP Pusri yang terletak 8 km dari pusat kota Palembang. Tiap orang yang ingin menemui mereka, termasuk wartawan, harus mendapat izin Laksusda setempat. Dalam amanatnya tatkala membuka Mubenas ini, Presiden Soeharto menyatakan kegembiraannya karena Mubenas ini mengambil tema: "Melestarikan jiwa dan nilai-nilai 45 melalui pemantaban dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945." Menurut Presiden generasi 45 merasakan sendiri keampuhan jiwa dan nilai-nilai 45 yang telah melahirkan kemerdekaan nasional. Karena itu generasi ini yang wajib mewariskan jiwa dan nilai ini pada generasi selanjutnya. "Yang paling penting dalam pewarisan ini bukanlah apa yang kita katakan, melainkan apa yang kita kerjakan,"ujar Presiden. Perkiraan semula bahwa Mubenas akan berlangsung dengan "panas" ternyata tak terjadi. "Semula memang ada yang punya perkiraan sidang bakal ramai, ada pertentangan hebat. Tapi nyatanya kan tidak," kata Soerono. Namun terdengar juga suara cukup keras selama sidang pleno. Banyak peserta mengritik berbagai kebijaksanaan pemerintah saat ini. Materi yang dikupas oleh 8 komisi secara tertutup sudah disiapkan sebelumnya oleh Panitia Pengarah. Terlalu Pagi Hasilnya? Mubenas yang ditutup Minggu siang lalu menghasilkan 6 pokok pikiran yang menyangkut bidang politik, pertahanan-keamanan, sosial dan agama, kebudayaan, pendidikan dan kesehatan serta ekonomi, keuangan, pembangunan dan organisasi. Dalam bidang politik misalnya, Mubenas menyerukan dicapainya kesamaan pengertian mengenai Demokrasi Pancasila. Mubenas mengharapkan agar MPR hasil pemilu 1982 dapat menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Demokrasi Pancasila. Usul DHD Ja-Teng ternyata diterima Mubenas. Mubenas menyerukan agar makam Proklamator Kemerdekaan Soekarno-Hatta dipindahkan dan dimakamkan kembali di tempat dicetuskannya proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Proklamasi 56 Jakarta. Di bidang Ekubank, Mubenas menyerukan agar golongan ekonomi lemah mendapat prioritas untuk mendapatkan kemungkinan peningkatan pendapatan. Kecuali itu, perdagangan cengkih, semen dan barang vital lainnya, hendaknya jangan diberikan pada perusahaan tertentu, tetapi supaya dipegang perusahaan negara. Penyaluran barang kebutuhan juga supaya lewat pengusaha asli dan koperasi. Mubenas meninggalkan istilah "pewarisan jiwa dan nilai-nilai 1945" dan menggantinya dengan "pelestarian jiwa dan nilai-nilai 45." "Maksudnya, regenerasi itu bukan suatu serah terima jabatan, tapi suatu proses alamiah yang terjadi dengan sendirinya," kata Achmadi, Ketua DHD DKI Jaya. "Dengan demikian tidak ada batas waktu Angkatan 45 harus menyerahkan tongkat estafet kepada generasi penerus. Meski tua, kalau masih mampu, ya bisa saja meneruskan jabatannya," lanjutnya. Yang diharapkan, tapi ternyata tak muncul, adalah keputusan mengenai kepemimpinan nasional. Mubenas Palembang ternyata lain dari Mubenas 1976 di Pandaan yang waktu itu menyatakan: "Eksponen Angkatan 45 berpendirian agar kepemimpinan nasional tetap ada di tangan Orde Baru." Mengapa Mubenas kali ini tak mengeluarkan pernyataan serupa? "Kecuali situasi tak memungkinkan dan jangka waktu masih lama, para peserta merasa terlalu pagi untuk membuat pernyataan mengenai kepemimpinan nasional," kata seorang anggota Komisi Politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus