TEPUK tangan, siulan dan teriakan gembira meledak Jumat pagi
lalu dalam sidang pleno Musyawarah Besar (Mubenas) Angkatan 45
di Palembang, tatkala Ketua Presidium Soerono mengumumkan
dirinya terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Harian Nasional (DHN)
Angkatan 45 periode 1980-1984 Secara aklamasi sekitar 600
peserta menyetujui pilihan tim formatir ini. Dalam waktu
sebulan, formatir bertugas menyusun kepengurusan lengkap DHN.
Menurut beberapa peserta, terpilihnya Soerono terutama berkat
susunan formatir yang terdiri dari Soerono, Gubernur Ja-Bar Aang
Kunaefi dan Gubernur Sum-Sel Sainan Sagiman. "Kalau formatirnya
lain, kedudukan ketua umum mungkin bisa jatuh pada orang lain,"
cerita seorang peserta.
Memang semula ada beberapa nama lain yang disebut-sebut sebagai
calon ketua umum, antara lain bekas Gubernur Jakarta Ali Sadikin
Tokoh yang dalam kepengurusan lama menjabat Ketua I DHN ini
nampaknya populer di antara peserta. Silih berganti ia diminta
berpotret bersama oleh banyak delegasi. Namun ternyata Ali
Sadikin tidak mencalonkan diri.
Adanya perbedaan pendapat tidak berarti ada perpecahan.
"Angkatan 45 tidak pernah mempersoalkan orangnya siapa. Yang
penting, mampu atau tidaknya menjadi pemimpin," kata seorang
peserta dari Ja-Tim. "Apakah ketuanya Bang Ali atau Pak Soerono,
itu sama saja. Mereka tetap dipandang sama dalam angkatan 45,"
sambung seorang peserta lain.
Yang paling menyolok dari Mubenas ke VI Angkatan 45 ini adalah
pengamanannya yang terasa berlebihan. Mungkin ini akibat
ditemukannya selebaran gelap semalam sebelum Mubenas dibuka.
Sekitar 2000 orang petugas-berseragam atau tidak--termasuk
Hansip dan Menwa, menamankan Mubenas ini. Beberapa peserta dari
Jakarta, antara lain Ali Sadikin, Ny. S.K. Trimurti, Mr. Sunario
dan Jusuf Rl)nodipuro mendapat perlakuan khusus. Mereka
ditempatkan di Wisma VIP Pusri yang terletak 8 km dari pusat
kota Palembang. Tiap orang yang ingin menemui mereka, termasuk
wartawan, harus mendapat izin Laksusda setempat.
Dalam amanatnya tatkala membuka Mubenas ini, Presiden Soeharto
menyatakan kegembiraannya karena Mubenas ini mengambil tema:
"Melestarikan jiwa dan nilai-nilai 45 melalui pemantaban dan
pengamalan Pancasila dan UUD 1945." Menurut Presiden generasi 45
merasakan sendiri keampuhan jiwa dan nilai-nilai 45 yang telah
melahirkan kemerdekaan nasional. Karena itu generasi ini yang
wajib mewariskan jiwa dan nilai ini pada generasi selanjutnya.
"Yang paling penting dalam pewarisan ini bukanlah apa yang kita
katakan, melainkan apa yang kita kerjakan,"ujar Presiden.
Perkiraan semula bahwa Mubenas akan berlangsung dengan "panas"
ternyata tak terjadi. "Semula memang ada yang punya perkiraan
sidang bakal ramai, ada pertentangan hebat. Tapi nyatanya kan
tidak," kata Soerono.
Namun terdengar juga suara cukup keras selama sidang pleno.
Banyak peserta mengritik berbagai kebijaksanaan pemerintah saat
ini. Materi yang dikupas oleh 8 komisi secara tertutup sudah
disiapkan sebelumnya oleh Panitia Pengarah.
Terlalu Pagi
Hasilnya? Mubenas yang ditutup Minggu siang lalu menghasilkan 6
pokok pikiran yang menyangkut bidang politik,
pertahanan-keamanan, sosial dan agama, kebudayaan, pendidikan
dan kesehatan serta ekonomi, keuangan, pembangunan dan
organisasi.
Dalam bidang politik misalnya, Mubenas menyerukan dicapainya
kesamaan pengertian mengenai Demokrasi Pancasila. Mubenas
mengharapkan agar MPR hasil pemilu 1982 dapat menetapkan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Demokrasi Pancasila.
Usul DHD Ja-Teng ternyata diterima Mubenas. Mubenas menyerukan
agar makam Proklamator Kemerdekaan Soekarno-Hatta dipindahkan
dan dimakamkan kembali di tempat dicetuskannya proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Proklamasi 56 Jakarta.
Di bidang Ekubank, Mubenas menyerukan agar golongan ekonomi
lemah mendapat prioritas untuk mendapatkan kemungkinan
peningkatan pendapatan. Kecuali itu, perdagangan cengkih, semen
dan barang vital lainnya, hendaknya jangan diberikan pada
perusahaan tertentu, tetapi supaya dipegang perusahaan negara.
Penyaluran barang kebutuhan juga supaya lewat pengusaha asli dan
koperasi.
Mubenas meninggalkan istilah "pewarisan jiwa dan nilai-nilai
1945" dan menggantinya dengan "pelestarian jiwa dan nilai-nilai
45." "Maksudnya, regenerasi itu bukan suatu serah terima
jabatan, tapi suatu proses alamiah yang terjadi dengan
sendirinya," kata Achmadi, Ketua DHD DKI Jaya. "Dengan demikian
tidak ada batas waktu Angkatan 45 harus menyerahkan tongkat
estafet kepada generasi penerus. Meski tua, kalau masih mampu,
ya bisa saja meneruskan jabatannya," lanjutnya.
Yang diharapkan, tapi ternyata tak muncul, adalah keputusan
mengenai kepemimpinan nasional. Mubenas Palembang ternyata lain
dari Mubenas 1976 di Pandaan yang waktu itu menyatakan:
"Eksponen Angkatan 45 berpendirian agar kepemimpinan nasional
tetap ada di tangan Orde Baru." Mengapa Mubenas kali ini tak
mengeluarkan pernyataan serupa? "Kecuali situasi tak
memungkinkan dan jangka waktu masih lama, para peserta merasa
terlalu pagi untuk membuat pernyataan mengenai kepemimpinan
nasional," kata seorang anggota Komisi Politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini