JELAS ini tudingan paling tak enak bagi Jakarta. Tudingan ini diucapkan seorang Lee Kuan Yew, Menteri Senior Singapura, yang selama 31 tahun pernah menjadi perdana menteri dan hingga kini masih sangat berpengaruh di Negeri Singa, bahkan di Asia Tenggara. Lee menghunjamkan pernyataan keras: Indonesia sarang teroris. Pernyataan gawat itu menggema di ruangan Cairnhill Community Club dan membuat kaget para tamu jamuan santap malam tahun baru Cina, di Singapura, Minggu malam dua pekan silam.
Layaknya seorang pakar, kakek 79 tahun itu memaparkan bagaimana terorisme berkembang dari negara-negara Timur Tengah, Afganistan, lalu menjulur ke Asia Tenggara. Dari sini ia lalu menyinggung Jamaah Islamiyah. Ini organisasi Islam militan yang diduga oleh kalangan Interpol terkait dengan Al-Qaidah, gerakan radikal yang dituding oleh Amerika Serikat bertanggung jawab atas pengeboman menara kembar World Trade Center dan gedung Pentagon, 11 September tahun lalu. Jamaah ini, kata Lee, didirikan oleh orang Indonesia, lalu jaringannya berkembang di Indonesia, Malaysia, juga Singapura.
Pada kesempatan itu juga, Lee?yang berpidato dalam bahasa Inggris diselingi Mandarin?menyebutkan bahwa para pentolan Jamaah masih bebas berkeliaran di Indonesia. Maka, meskipun pemerintah Singapura sudah menangkap 13 anggotanya, Desember tahun silam, negara kota itu masih menghadapi ancaman terorisme. Sebab, Jamaah disebutnya sebagai kelompok militan yang berorientasi pada kekerasan. Mereka melakukan peledakan dan menghancurkan properti. ?Dan cara mereka bekerja sudah seperti perusahaan multinasional, melewati batas-batas negara,? kata Lee.
Pernyataan Lee bergaung keras hingga ke Indonesia. Harian The Straits Times, yang dikendalikan pemerintah, pada edisi keesokan harinya memuat esensi pidato itu. Dampaknya semakin terasa memanaskan hubungan di antara kedua negara. Apalagi, seminggu sebelumnya, The Straits memuat dokumen Jibril, yang menjabarkan rencana operasi kelompok ini: meledakkan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kuala Lumpur, Jakarta, dan Singapura. Tapi rencana pengeboman seperti yang tertera dalam dokumen yang ditulis dengan bahasa Arab-Melayu itu tak terjadi.
Jakarta langsung bereaksi. Ketua MPR Amien Rais menyatakan bahwa Lee harus minta maaf atas pernyataannya itu. Sedangkan Wakil Presiden Hamzah Haz menilai pernyataan itu menyudutkan Indonesia dan berpotensi bisa memuramkan kembali iklim investasi di Indonesia. Presiden Megawati Sukarnoputri menyatakan minta klarifikasi langsung?dengan cara mengirim surat resmi?kepada Mister Lee, tokoh penting bagi kaum Cina perantauan itu. Departemen Luar Negeri memanggil diplomat negara sahabat itu untuk recheck.
Polisi juga langsung tanggap. Mereka memberangkatkan tim penyelidik ke Singapura dan Malaysia, Rabu pekan lalu. Tim itu dipimpin oleh Kepala Korps Reserse Kepolisian RI, Irjen Pol. Engkesman Hillep, dan beranggotakan empat orang perwira. Mereka bertugas melakukan koordinasi langsung dengan pihak kepolisian negara tetangga untuk menginvestigasi gerakan Jamaah. Hasilnya belum tampak hingga akhir pekan lalu. Penyelidikan gabungan ini jelas membutuhkan waktu tak sekejap.
Lee juga tak menyebut bukti tindakan teror itu. Paling banter cuma sebatas dugaan atau kekhawatiran kalau-kalau gerakan radikal itu benar-benar beroperasi. Sedangkan dokumen Jibril?yang dibocorkan The Straits dan selalu dipakai sebagai alat bukti kaitan dengan jaringan Al-Qaidah?juga masih dipertanyakan kesahihannya. Menurut Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, As?at Said, kalau dokumen itu benar, tidak akan ada tiga operasi dijadikan satu. ?Itu menyalahi prinsip intelijen, yaitu peng-kotak-kotakan,? katanya kepada TEMPO.
Ini bukan berarti kelompok garis keras itu tak ada di Indonesia. Menurut As?at, yang sudah 27 tahun malang melintang di dunia intelijen, memang kelompok-kelompok militan itu eksis. Jamaah Islamiyah, misalnya, merupakan penerus ideologi Darul Islam. Sedangkan Darul Islam memiliki banyak faksi. Dari pecahan kelompok itu, ada yang menggunakan cara berjuang secara progresif, seperti Laskar Jihad.
Tapi ada yang melalui dakwah, seperti Abu Bakar Ba?asyir. Pengasuh pesantren Ngruki, Solo, Jawa Tengah, ini sempat diperiksa polisi Jakarta belum lama berselang. Ustad yang pernah berseberangan dengan pemerintah Indonesia di zaman Soeharto dan kemudian menetap di Malaysia itu diduga terlibat jaringan Al-Qaidah. ?Tapi apa Ba?asyir sudah melakukan teror di Indonesia? Kan, belum. Masa, kita mau menuduh sembarangan?? ujar As?at. Jika mereka bersentuhan dengan anggota kelompok radikal dari negara lain, belum tentu itu pasti jaringan Al-Qaidah.
Tapi ada penjelasan dari seberang. ?Pernyataan Lee merupakan fakta bagi masyarakat Singapura,? kata Menteri Luar Negeri Singapura, S. Jayakumar. Konteksnya agar masyarakat semua lapisan yang hadir dalam pertemuan Imlek itu mengantisipasi ancaman teror. ?Bahwa memang nyaris terjadi tragedi di negara kami. Dan bila para pimpinannya dibiarkan bebas di Indonesia, bisa-bisa akan terjadi musibah lagi,? kata Jayakumar. Pidato Lee sempat menjadi bahan gunjingan dalam pertemuan informal menteri luar negeri ASEAN di Phuket, Thailand, 21-22 Februari lalu. Apalagi temanya relevan: kerja sama memberantas terorisme.
Hubungan Indonesia dengan Singapura memang selalu gamang. Pihak Singapura cenderung merasa curiga dengan Indonesia, yang secara geografis dan kependudukan demikian besar. Pada saat krisis ekonomi melanda Asia, misalnya, Mister Lee sempat mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia dan Malaysia terlalu berharap terhadap bantuan Singapura. ?Ini menyebabkan meningkatnya friksi hubungan antarnegara karena mereka mengharapkan lebih dari kemampuan kita,? kata Lee seperti dikutip Harian Sunday Times, Agustus 1998.
Tempo hari, pada awal 1990-an, saat Soeharto berkuasa, dalam sebuah pidatonya di depan para petinggi Singapura, Lee juga bikin pernyataan yang menggegerkan Jakarta. Ia menyebut Sukarno itu cuma pintar berorasi. Lee juga sempat bikin kesal Presiden Abdurrahman Wahid, yang menganggapnya terlalu ikut campur urusan domestik Indonesia. Sampai-sampai Presiden Abdurrahman mengancam akan menghentikan segala pasokan sumber daya alam ke negara kota itu. Tapi hubungan tak sampai retak. Selalu ada upaya menambal pagar yang koyak.
Bina Bektiati, Purwani D. Prabandari, Hendriko L. Wiremmer
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini