Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARTAI-partai anggota koalisi nonpemerintah rajin menggelar rapat belakangan ini. Dalam tiga pekan terakhir, kelompok yang menamakan diri Koalisi Merah Putih ini dua kali menggelar rapat, yakni Kamis malam dua pekan lalu dan Rabu pekan berikutnya.
"Isinya bukan konsumsi publik," kata Ketua Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Silaturahmi Presiden Joko Widodo dan rivalnya dalam pemilihan presiden lalu, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto, menjadi pemicunya. Pertemuan di Istana Bogor pada Kamis siang dua pekan lalu itu mengubah suasana politik nasional yang memanas akibat kontroversi pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI.
Setelah pertemuan Jokowi-Prabowo, para petinggi Koalisi berkumpul di Bakrie Tower, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. "Ini rapat pertama Presidium Koalisi tahun ini," ucap Prabowo ketika itu. Hadir pula para petinggi empat partai lain, yaitu Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali.
Pernyataan sejuk muncul setelah acara, yakni mendukung keputusan pemerintah baik soal calon Kepala Polri maupun pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 ke Dewan Perwakilan Rakyat. Sangat kontras dengan aksi keras Koalisi yang memborong kursi pemimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat pada Oktober tahun lalu.
Tjatur menampik jika kubunya disebut merevisi sikap politik. "Itu sikap lama." Menurut dia, Koalisi tak didesain untuk menjatuhkan atau menjegal pemerintah. Apalagi pemerintah sedang butuh banyak bantuan. Ketua Fraksi PAN di DPR ini menyebutkan usulan APBN Perubahan 2015 mesti disetujui DPR pekan ini agar pemerintahan bisa berjalan normal.
Di sisi lain, partai-partai pendukung pemerintah bisa jadi tak mendukung kalau Budi Gunawan batal menjadi Kepala Polri. "Kalau kami ikut tak mendukung APBN-P, runtuh pemerintah. Masak, gitu?" ujarnya. Sedangkan soal pemilihan Kepala Polri, Koalisi memilih menunggu perkembangan.
Koalisi nonpemerintah punya daya tawar kuat. Dari total 560 kursi di parlemen, 45 persen mereka kuasai. Sisanya di tangan partai-partai propemerintah, yang disebut Koalisi Indonesia Hebat, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, serta PPP kubu Romahurmuziy. Ada pula Partai Demokrat yang memilih netral. "Kami mendukung usulan APBN Perubahan," ucap politikus Demokrat di DPR, Khatibul Umam Wiranu.
Meski menyatakan tak ada kesepakatan khusus dengan pemerintah, Tjatur mengakui partainya mengajukan permintaan kepada Presiden Jokowi-Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertama, sumber daya energi diminta tidak dimonopoli asing. Kedua, Tjatur melanjutkan, pemerintah tak mengintervensi urusan internal partai.
PAN merujuk pada konflik internal yang dialami dua anggota Koalisi, yakni Golkar dan PPP, yang tak kunjung kelar. Partai berlambang matahari biru itu sedang menyiapkan kongres, yang akan digelar pada Maret nanti. "Pokoknya, pemerintah diem aja. Enggak usah ngapa-ngapain," kata Tjatur.
Permintaan serupa dilontarkan Prabowo kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Bogor. "Pemerintah jangan mengobok-obok koalisi kami," ujar pejabat Istana yang mengetahui isi obrolan Jokowi-Prabowo. Menurut petinggi Gerindra, masih ada permintaan lain, yakni pemerintah membantu menyelesaikan masalah keuangan PT Kertas Nusantara. Perusahaan pengelola pabrik kertas milik Prabowo di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, itu kolaps sejak 2008. Ketua Gerindra Desmond Junaidi Mahesa tak mau memberikan konfirmasi soal cerita tadi.
Permintaan Golkar kepada pemerintah juga berkaitan dengan uang. Yang pertama, dana talangan Rp 781,7 miliar untuk membayar lahan warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang ditelan lumpur Lapindo. Sedangkan yang kedua adalah legalitas kepengurusan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie hasil Musyawarah Nasional pada 2009 di Riau.
Seperti ditulis Tempo edisi 26 Januari-1 Februari 2015, urusan dana talangan sudah beres. Pemerintah menganggarkannya dalam Rancangan APBN Perubahan 2015 yang diajukan ke DPR. Skemanya utang-piutang antara pemerintah dan PT Minarak dengan jaminan aset senilai Rp 3,01 triliun.
Namun soal legalitas kepengurusan Ical—panggilan Aburizal—belum tuntas. Dalam kisruh dualisme kepemimpinan di Golkar, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pernah menyatakan bahwa kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Munas 2009 dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie. Nah, Aburizal ingin pernyataan itu dilegalkan, misalnya berupa keputusan menteri. "Tapi itu bukan barter pencalonan Budi Gunawan," ucap Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo.
Namun Menteri Laoly belum menerbitkan surat legalitas kepengurusan Ical. Padahal, berdasarkan hasil Munas Golkar 2009 itu, kepengurusan tersebut berakhir pada Januari 2015.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto tak membantah juga tak membenarkan adanya kesepakatan tadi. "Saya tak mau berkomentar soal itu," ujarnya Jumat pekan lalu.
Jusuf Kalla menganggap tak sulit melobi Koalisi Merah Putih. Kalla mengatakan dia dan Jokowi mudah berkomunikasi dengan petinggi Koalisi lantaran sama-sama pedagang, seperti Ical dan Prabowo. "Yang menyelesaikan ini rukunnya para pedagang," katanya kepada Tempo di rumah dinas Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis dua pekan lalu.
Kalla menolak membeberkan detail pertemuan Jokowi dengan Prabowo. Tapi, "Saya dikasih tahu, Prabowo pokoknya dukung." Kalla lantas bercerita, sehari sebelum Jokowi bertemu dengan Prabowo, ia berjumpa dengan Aburizal dan sejumlah petinggi Golkar. Dalam pertemuan itu, menurut Kalla, dia menerangkan, jika Koalisi merusak pemerintah, kondisi ekonomi bakal kacau. Begitu juga dunia usaha. "Orang dagang tak bisa berlama-lama berpolitik," ujarnya.
Jika perekonomian hancur, Kalla meneruskan, yang paling rugi adalah Golkar karena banyak pengusaha berkumpul di situ. Begitu pula seandainya APBN tak disetujui DPR, banyak proyek pemerintah dari pusat hingga daerah yang ditangani para pengusaha itu mandek lantaran dana tak mengucur. Itu sebabnya Kalla meminta Golkar tak menghambat pembahasan Rancangan APBN-P 2015 di DPR.
Kalla memastikan Golkar tak berbalik untuk bersekutu dengan pemerintah. Menurut dia, Golkar akan menjadi partai penyeimbang yang kooperatif, bukan oposisi yang membabi-buta. "Tak ada deal apa-apa," kata Kalla.
Jobpie Sugiharto, I Wayan Agus, Ananda Theresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo