Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Makam Adat Dilarang, Masyarakat Sunda Wiwitan Sebut Intoleransi

Akur Sunda Wiwitan di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dibuat kaget dengan peyegelan pembangunan makam sesepuh mereka oleh satpol PP.

23 Juli 2020 | 08.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masyakat penganut kepercayaan sunda wiwitan yang berada di kaki gunung cermai membawa hasil bumi dalam upacara Seren Taun 22 Rayagung 1947 di Kuningan, Jawa Barat, 17 Oktober 2014. Acara tersebut merupakan ungkapan syukur atas suka duka dalam bidang pertanian. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dibuat kaget dengan penyegelan pembangunan makam sesepuh mereka oleh satpol PP. Padahal mereka telah membeli secara sah lahan yang akan digunakan sebagai makam sesepuh Pangeran Djatikusumah tersebut. Mereka menyebut tindakan tersebut adalah bentuk diskriminasi sekaligus intoleransi terhadap warga Sunda Wiwitan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Padahal kami dan keturunan Pangeran Djatikusumah hanya berniat memenuhi keinginan orangtua untuk dimakamkan di tanah masyarakat adat," kata Pendamping Masyarakat Akur Sunda Wiwitan, Djuwita Djatikusumah Putri seperti dikutip Koran Tempo hari ini, Rabu 23 Juli 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya Satpol PP, proses penyegelan dikawal oleh aparat kepolisian, TNI, dan ratusan orang dari ormas keagamaan. Selain menyegel, pemerintah juga meminta agar membongkar Batu Satangtung, lantaran dianggap tak memiliki izin.

Djuwita menceritakan makam yang berada di area Curug Goong tersebut memiliki nilai sejarah bagi penghayat Sunda Wiwitan. Hal itu diyakini lantaran Pangeran Madrais, seorang pencetus agama Djawa Sunda atau Sunda Wiwitan, pernah tinggal di tempati itu bersama 200 pengikutnya. Mereka juga pernah ikut dalam peristiwa pemberontakan melawan penjajah di Tambun, Bekasi, pada 1869. Cucu Madrais, bernama Pangeran Djatikusumah kemudian menjadikan Curug Goong sebagai tempat pesarean mereka.

"Area Curug Goong bernilai bagi kami," ungkap putri ke-6 Pangeran Djatikusumah ini.

Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kabupaten Kuningan, Ujang Jaidin, menyatakan penyegelan dilakukan setelah melalui beberapa prosedur. Mereka menganggap pembangunan tugu tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). "Bahwa pembangunan atau situs Batu Satangtung wajib memiliki IMB," ucap dia. Sehingga, penghayat Sunda Wiwitan harus membongkarnya dalam 30 hari ke depan.

Lebih lengkapnya baca Koran Tempo

Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus