Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Massa Membakar Tambak

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA gudang itu meledak pada dini hari Senin pekan lalu. Diawali dengan bunyi beberapa ledakan bom molotov, gudang penyimpanan udang windu milik PT Tri Windu Kencana Seraya itu terbakar dengan hebat. Akibatnya, kantor dan tempat pengawetan udang habis terbakar. Bagian kantor lain yang tak terbakar dihancurkan warga. Inilah bentuk perlawanan yang dilakukan 300-an penduduk dari lima desa di sekitar tambak udang itu. Menurut Camat Yosowilangun, Lely Yoesron, peristiwa ini terjadi akibat konflik yang berkepanjangan antara warga dan perusahaan tambak itu. Konflik pertama bersumber dari harga pelepasan tanah masyarakat Dusun Meleman, Desa Wotgalih, yang tidak sesuai. Perusahaan akhirnya bersedia menaikkan ganti rugi, warga pun dibolehkan mengelola 40 hektare tanah negara sebagai tambak udang tradisional. Semula tambak rakyat ini mampu meredam konflik. Tapi, di sisi lain, buangan limbahnya merugikan perusahaan. Untuk mengurangi limpahan limbah, Sungai Bondoyudo yang berbelok ke barat ”diluruskan” untuk masuk ke Laut Selatan. Akibatnya, air Sungai Klotok, yang menyatu dengan Sungai Bondoyoso, menjadi terputus dan masuk ke Laut Selatan sendirian. Sungai berarus kecil ini tidak mampu menolak arus air laut. Airpun menggenang dan meluapi sawah di Desa Wotgalih. Petani protes. Peristiwa ini terjadi tiga tahun lalu. Kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan. Pengelola tambak berjanji memberi ganti rugi Rp 1,5 juta per hektare bila terjadi genangan air di areal persawahan warga, dan akan menyediakan alat pengeruk pasir di muara sungai. Rupanya, Agustus lalu alat pengeruk itu rusak. Selama tiga hari, sawah para petani tergenang air, sekitar 70 hektare tanaman padi mati. Para petani menuntut perusahaan agar menepati ganti rugi. Dari sinilah letupan muncul. Atas tuntutan warga, pihak perusahaan bersedia mengganti kerugian Rp 7,5 juta untuk semua kerugian petani, dengan alasan genangan air merupakan luapan Sungai Klotok. Petani tak terima dan minta ganti rugi Rp 7,5 juta tiap hektare. Kedua belah pihak sama-sama bergiming, kesepakatan tidak tercapai. Karena rasa kecewa inilah, aksi itu meletup. Amuk massa petani ini menimbulkan kerugian Rp 500 juta. Akibatnya, dua belah pihak sama-sama buntung. M.Taufiqurohman, Agus Hidayat, dan kontributor daerah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus