ULANG tahun ke-21 Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang dirayakan Rabu pekan lalu, berlangsung sangat sederhana. Jumlah undangan yang hadir di Sekretariat PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, tak lebih dari 200 orang. Tak ada pejabat pemerintah atau pembina politik yang hadir. Juga tak ada pengerahan massa segala. Satu-satunya hiburan cuma suara kasidah yang diputar di radio kaset. Hujan yang turun sejak sore dan hadirin yang sebagian besar bukan kaum muda itu membuat suasana terasa benar-benar "sejuk". Ciri inilah yang selama ini dicanangkan oleh ketua umumnya, Ismail Hasan Metareum, sejak terpilih lima tahun lalu. Setelah satu periode kepemimpinannya, tentu acara ulang tahun itu pun diwarnai dengan berbagai pertanyaan, terutama siapa ketua partai itu untuk lima tahun lagi. Kebetulan, Agustus tahun ini, PPP akan melangsungkan muktamar untuk memilihnya. Maka, yang menonjol awal tahun ini di PPP adalah beredarnya bursa calon ketua umum. Dari kalangan pejabat teras partai, muncul nama seperti Buya Ismail sendiri dan Sekjen Matori. Ada lagi Nyonya Aisyah Amini, Hamzah Haz, Hartono Marjono, Husni Thamrin, dan Karmani. Adapun suara "arus bawah" sudah mencalonkan Ketua PB NU Abdurahman Wahid, Zainuddin M.Z., dan tokoh vokal PPP Sri Bintang Pamungkas. Yang menarik, di balik ramainya bursa itu mulai tampak sebagian warga Nahdlatul Ulama (NU) yang akan kembali ke tubuh PPP. Suasana rekonsiliasi juga terlihat dalam acara ulang tahun PPP di Jawa Timur. Banyak warga NU dan pemimpin pesantren yang hadir. Pemimpin pondok pesantren Tebu Ireng dan anggota Syuriah NU, K.H. Yusuf Hasyim, diminta memberikan wejangan pada pengurus PPP setempat. Katanya, Syuriah NU telah membahas soal kadernya yang akan dicalonkan menjadi Ketua PPP. Para anggota PPP sontak bertepuk tangan mendengar isyarat dari NU itu. Sumber TEMPO yang menjadi salah satu pengurus Tanfidziyah PB NU juga mengakui, banyak warga NU yang kembali ke kandang PPP. Mereka melihat naiknya Megawati di PDI dan munculnya Tutut di Golkar dianggap ancaman serius bagi PPP dalam pemilu mendatang. "Kalau nasib PPP buruk, ibaratnya tega larane gak tega patine (tega sakitnya tapi tak tega matinya)," katanya. Selain pulang kandang, NU memang mengincar kursi puncak PPP yang selama ini selalu diduduki orang Muslimin Indonesia (MI). Ulama NU yang mulai menyiapkannya, konon, antara lain Kiai Syansuri Badawi, Kiai Cholil Bisri, dan Kiai Nadhir Muhammad. Figur NU yang mereka harapkan sebenarnya bukanlah Gus Dur, tapi orang NU yang sudah ada di PPP, semisal Sekjen PPP Matori Abdul Djalil dan Ketua FPP di DPR, Hamzah Haz. Sejak pemilu lalu, sikap orang-orang NU memang agak melunak, tak lagi menggembosi PPP. Sebab, Ismail Hasan mengakomodasi aspirasi NU. Banyak kader yang diberi peluang menjadi pengurus PPP. Dari 293 cabang PPP, misalnya, sekarang ini ada sekitar 130 cabang yang dipimpin orang NU. Karena itulah perolehan suara PPP dari daerah basis NU kembali naik. Ismail Hasan sudah menangkap gejala itu. "Yang menggembirakan, ramainya pencalonan itu membuat orang memperlihatkan bajunya. Tadinya bilang netral, sekarang merasa jadi orang PPP," kata Buya Ismail. "Silakan saja untuk fastabiqul khairaat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Tapi muktamar nanti yang menentukan," katanya.Bambang Sujatmoko, Wahyu Muryadi, dan Zed Abidien
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini