DUA puluh empat tokoh Timor Timur melakukan reuni di Penginapan Hanbuly Manor di Desa Thuendrige, 45 km dari London, 14--16 Desember lalu. Setengah dari mereka warga negara Indonesia, dan yang setengahnya lagi berstatus warga Portugal, Australia, atau Makao. Mereka bertemu untuk berbicara soal integrasi Tim-Tim. Kendati membahas isu politik yang panas, pertemuan itu berlangsung dingin. Maklum, mereka dulunya saling mengenal, sudah lama tak bertemu, ditambah pula dengan cuaca dingin dan suasana Natal yang kental. Dari pihak Indonesia di antaranya Lopez da Cruz, Duta Besar Keliling RI untuk Eropa, dan Bupati Dili Armindo S. Mariano. Di pihak seberang ada tokoh warga Tim-Tim di Lisabon dr. Abilio Araujo, bekas Presiden Fretilin Damaral, dan panglima perangnya Rogerio Labato. Pertemuan semacam itu baru kali ini terjadi. Panitia reuni itu tak lain adalah Fanny Habibie, Duta Besar Indonesia untuk London. Menjelang reuni dibuka, Fanny mengajak Araujo melihat pohon Natal yang kelap-kelip di lobi. "Lihat, Dokter, itu pohon Natal. Semoga semangat Natal ada pada kita. Damai di bumi," ujar Fanny. Para peserta reuni terharu, malah ada yang menangis. Tak lama kemudian, serombongan wartawan Portugal datang. Fanny terpaksa mengaku sebagai sopir kedutaan. "Agar tak dikira merekayasa," katanya. Pembicaraan pun berlangsung. Fanny menyingkir. Bupati Armindo menjelaskan soal pembangunan di Tim-Tim, yang tentu dicela di sana-sini oleh pihak "lawan". Tiga hari berdebat, reuni pun ditutup. Tak ada kesepakatan tertulis, yang memang tak ditargetkan. Pada acara penutupan, Araujo tampil berbicara mewakili semua peserta. "Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang telah memberikan kesempatan emas ini," katanya, yang disambut tepuk tangan. Esoknya, jamuan makan malam pun diadakan di Kedutaan Besar RI di London untuk para peserta reuni Hanbuly Manor. Kali itu ada bintang tamu: Ny. Siti Hardiyanti Rukmana. Rupanya, Tutut sengaja didatangkan untuk "menjemput bola". Ia pun beramah tamah, dan mengundang tokoh-tokoh yang ada di luar pagar itu untuk datang ke Indonesia melihat Tim-Tim. Undangan diterima. Seorang dari mereka, Dr. Manuel Tilman, yang kini berpraktek pengacara di Lisabon, pekan silam telah tiba di Dili untuk kunjungan 15 hari. Ide reuni itu, kabarnya, datang dari Lopez da Cruz. Ide itu muncul setelah omongannya di depan Asosiasi Persahabatan Parlemen Eropa, soal integrasi Tim-Tim, Mei lalu, tak didengar. Maka, ia memilih melobi tokoh-tokoh Tim-Tim sendiri yang berada di luar negeri. Di kertas, kalau mereka bisa menerima kenyataan integrasi, tak ada alasan bagi orang luar untuk bergunjing. Ide itu ditawarkan ke sana-kemari. Kemudian Fanny menyambarnya. Kabarnya, proyek itu dinilai berhasil. Dan langkah itu dinilai harus dilanjutkan oleh sebuah lembaga nonpemerintah. Pilihannya ialah Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Portugal itu. Maka, dalam rapat di Jakarta awal pekan lalu, yang dihadiri beberapa pejabat militer dan sipil (termasuk Fanny), diputuskanlah: Tutut yang akan memimpin PPIP. "Saya merasa mendapat kehormatan besar," kata Tutut.PTH dan Linda Djalil
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini