Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menang dan kalah harapan ibu

Kemelut di sekolah yayasan harapan ibu berpuncak dengan pencopotan ketua yayasan, labay mawardi. nyonya mien soedarpo terpilih sebagai penggantinya. ada murid SD berdemo, guru dipecat, dan isu penyelewengan uang yayasan.

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOA orang tua murid dan guru Sekolah Dasar Yayasan Harapan Ibu (YHI) akhirnya makbul. Sebab, protes mereka selama dua tahun bisa berbuah, yakni Labay Mawardi, Ketua Umum YHI, diberhentikan dari jabatannya. Paling tidak, itulah yang diputuskan sidang pleno Badan Pendiri YHI di Hotel Kartika Plaza, Kamis pekan lalu. Penggantinya adalah Ny. Mien Soedarpo, anggota Badan Pendiri YHI. Pencopotan Labay adalah buntut dari serentetan protes ke alamatnya dari para guru dan orang tua murid sekolah untuk kelas "menengah ke atas" itu selama tiga tahun ini (TEMPO, 12 September 1992). Labay dianggap sewenang-wenang memecat tiga gurunya -- Hanafi Husni, Firman, dan Darwita (kepala SD). Darwita, misalnya, menurut sumber TEMPO, dipecat karena membiarkan para guru mengadukan Labay ke badan pendiri, yang diketuai bekas asisten pribadi presiden, Letjen (Purn.) Soerjo Wirjohadipoetro. Labay juga disalahkan membuat Yayasan Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Islam Harapan Ibu (YP3HI) dalam YHI, Oktober 1991. Ia juga dianggap salah karena mentransfer uang pangkal murid, Rp 500 ribu per orang, ke Bank Angkasa atas nama YP3HI, bukan YHI. Karena serangkaian "salah" itu, September 1992, para guru yang didukung segenap murid SD itu menggelar aksi poster menuntut pemecatan Labay. Tapi Labay, juru dakwah beken dari Jakarta, cepat bergerak. Ia mengaku melaporkannya ke Kodam Jaya. Sehingga, aksi anak SD itu pun tak muncul lagi setelah didatangkan dua petugas keamanan ke sekolah di kawasan Jakarta Selatan itu. Saat itu, sebenarnya, Soerjo selaku Wakil Ketua Badan Pendiri YHI berniat minta pertanggungjawaban Labay. Niat itu tak kesampaian karena, kata Soerjo kepada TEMPO, Labay minta "kebijaksanaan" agar tak disidang. Sampai, katanya, ia mau- maunya mencium kaki Soerjo. Toh soalnya tak selesai dengan mencium kaki. Labay juga disoalkan, antara lain, karena menunjuk saudara dekatnya yang hanya lulus SMP menjadi inspektur sekolah. Dan yang dianggap kelewatan oleh para penentangnya, selama 13 tahun, belum pernah ada laporan keuangan ke badan pendiri. Pernah badan pendiri mengutus Eka Masni, akuntan publik, untuk memeriksa keuangan yayasan. Namun, sebelum itu tuntas, Eka keburu ditolak oleh Labay. Tabir keuangan, menurut pihak badan pendiri, boleh dibilang tetap gelap. Itu pula kiranya yang mendorong Ny. Nelly Adam Malik ikut campur tangan. Janda Adam Malik itu merasa surat wasiat suaminya -- Ketua Badan Pendiri YHI -- telah disalahgunakan. Dalam surat wasiat bertanggal 13 Juli 1984 itu, Adam Malik mewakafkan tanah anaknya seluas hampir 5.000 meter persegi kepada Labay untuk kepentingan pendidikan. Maka, setelah penolakan terhadap Eka itu, Nelly mendesak Soerjo agar mengambil tindakan. Kalah dan menang tampaknya masih akan silih tampil. Apalagi, Labay menolak putusan itu. "Seharusnya, saya yang memanggil mereka (badan pendiri) untuk rapat," katanya kepada TEMPO. Labay merasa, dialah yang membesarkan sekolah itu -- kini punya 1.500 murid TK sampai SMA. Soal duit? "Para dermawan muslim menyumbang karena nama saya, bukan YHI," katanya.ARR, Linda Djalil, dan Joewarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum