"BAHAYA laten" yang sudah diwaspadai selama 23 tahun itu akhirnya, untuk kesekian kalinya, dilacak lagi. Penggeraknya adalah instruksi Mendagri Rudini belum lama ini kepada pemerintah daerah agar membenahi kembali seluruh berkas sisasisa G-30-S/PKI. Penelitian ulang akan dilakukan pada para bekas tapol itu. "Karena di antara mereka sudah ada yang beralih nama atau bcralih profesi, sehingga perlu dilacak," ujar Rudini. Berkas terakhir sisa-sisa PKI diserahkan ABRI- pada pemda-pemda pada tahun 1979. Pendataan ulang itu tampaknya untuk menanggapi isu santer yang belakangan sering ditiupkan: ada bekas PKI yang menyusup dalam pemerintahan. Menurut Menko Polkam Sudomo, sejak 1975 ada 500 ribu orang eks anggota PKI golongan C yang dilepaskan ke masyarakat. Berdasar skrining yang dilakukan Kopkamtib, 1974-1975 terdapat sekitar 175 ribu eks PKI golongan C -- khususnya C II dan C III -- yang bekerja pada pemerintah. Mereka itu memang boleh bekerja terus sampai pensiun, tapi tidak dalam posisi strategis. Sudah ada persiapan untuk mengganti mereka tanpa menimbulkan kemacetan tugas. Di beberapa tempat, seperti di PJKA, pergantian ini secara berangsur sudah dilakukan. Toh isu penyusupan masih terus ada. Mungkin berkat santernya isu itu, belakangan orang juga mulai suka menuding lawan atau orang yang tidak disukainya sebagai "tidak bersih", atau tersangkut G-30-S/PK,I. Sekjen PDI Nico Daryanto, misalnya, dituduh punya "Pak De" yang tersangkut G-30-S/PKI, meski belakangan terungkap Nico tak punya Pak De (lihat Kontak Pembaca & Komentar). Main tuding ini juga terjadi di Sum-Ut. Di Medan, seusai Konperensi Daerah PDI Sumatera Utara awal Juni lalu, delapan orang fungsionaris DPD lama (yang tak terpilih kembali) membuat pernyataan bahwa Konperda dan hasil-hasilnya tidak sah. Alasannya, di susunan pengurus baru ada tiga nama yang tak bersih lingkungan. Mertua, kakak, dan suami ketiganya dulu, konon, adalah anggota PKI atau onderbouwnya. Tuduhan ini diteruskan kepada Mendagri, Menko Polkam, dan jajaran lainnya. Semangat yang sama juga muncul di Jawa Timur. Hengky Bambang Widodo, aktivis PDI dari Probolinggo, menggugat Bambang Irijanto, selaku Sekretaris Panitia Konperda PDI Ja-Tim yang berlangsung pertengahan Juni lalu. Bambang Irijanto juga dituduh Hengky tak bersih lingkungan karena ayahnya bekas tapol. Semua itu memang baru tuduhan. Yang agak kongkret adalah hasil daftar ulang Pemda Sumatera Utara. Agak mengejutkan, ternyata, belasan kepala desa dan lurah di sini dikategorikan tidak bersih lingkungan. Ketika pemilihan berlangsung pada 1985-1987, informasi ini belum diketahui. Mereka pun lolos. Atas instruksi Mendagri, kata sebuah sumber TEMPO, "Sebelum akhir tahun ini mereka sudah harus diganti." Langkah pengamanan, kata sumber tersebut, memang harus ditempuh, sebab bukan tak mungkin ada "gerakan" yang belum tampak di permukaan. Pihak berwajib Sumatera Utara, misalnya, kini sedang mencari seorang bernama Sabungan Simanjuntak. Pria asal Balige berusia 46 tahun ini adalah bekas tapol golongan B. Soalnya, catatan tentang orang ini sama sekali tak ada. Di Jawa Barat, hasil data ulang menunjukkan jumlah eks tapol itu sekarang 100-125 rlbu orang. Im termasuk mereka yang hanya wajib lapor. Pendaftaran itu dilakukan dengan sistem door to door secara rahasia dan hati-hati "Agar yang bersangkutan secara psikologls tak tersmggung," uJar Drs. Tjatja Kuswara, Kasubdit Sospol Ja-Bar Bidang Organisasi. Hambatan soal pendataan ini adalah belum rapinya sistem penyimpanan arsip di desa. Akibatnya, tutur sumber TEMPO lainnya, ada 50 ribu nama yang hilang atau tak ada di tempat ketika didatangi petugas. Apakah mereka meninggal dunia atau pindah, wallahualam, hanya Tuhan yang tahu. Di Jawa Timur pendataan ulang baru dimulai 1 Juli lalu atas instruksi Pangdam V Brawijaya: Di provinsi ini dari data lama, terdapat 18 orang bekas PKI golongan A, 126 golongan B, dan 1.600 golongan C. Jumlah mereka yang wajib lapor sekitar 400 ribu. Pendataan ini tampaknya akan berjalan lancar. "Pemerintah daerah sejak 1987 sudah melakukan pemantauan," kata Letkol. Alt. Santoso, Kakansospol Pemda Tingkat I Surabaya. Para eks tapol itu harus mengisi formulir modal A yang berisi 16 item soal biodata. Biodata ini menyangkut nama lengkap, foto 4 X 6 terbaru, tempat dan tanggal lahir, agama, kebangsaan, alamat kini dan dulu serta pekerjaan kini dan dulu. Lalu tercatat pula kapan kawin, di mana, nama bapak, ibu, orgamsasi, nama mertua, nama anak-anak. Kemudian juga tanda-tanda diri (tinggi, berat, raut muka, warna kulit, rambut, mata, bentuk hidung). Tak lupa juga watak, "orang yang dapat mempcngaruhi", pendidikan umum, kcahlian, pendidikan militer, keterlibatan dalam G30-S/PKI, kegiatan setelah kcmbali ke masyarakat, dan sebagainya. Pokoknya, lengkap. Kalau akan pindah lokasi, mereka harus mengisi formulir model C dan D1. Mau naik haji juga boleh, asal mengisi formulir B2. Segala aktivitas mereka memang diawasi dengan formulir-formulir beraneka ragam. Bahkan, di banyak tempat seperti di Boyolali dan juga Surabaya, pada KTP mereka ada tanda khusus yang membedakan mereka dengan penduduk biasa. Berupa huruf "ET", artinya eks tapol. Berkas catatan rekapitulasi mereka juga terhimpun dalam bendel tebal, berikut foto terbaru ukuran 4 X 6 (mereka dipotret di kecamatan), yang diberi identitas "Bendel OT" artinya orang tahanan. Dengan pendataan dan pemantauan yang begitu lengkap, bila dilaksanakan secara sungguh-sungguh, tampaknya sulit bagi sisa PKI yang ingin "menyusup". Kalau toh ada satu-dua sisa PKI yang lolos -- dan mcnyelusup ke tempat strategis -- itu mungkin saja terjadi, kata Mendagri Rudini. Masyarakat tak perlu resah karena, "Aparat pemerintah selalu siap, apalagi ABRI." Toriq Hadad, Wahyu Muryadi, Kastoyo Ramelan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini