Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menebar Jaring ke Negeri Singa

30 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SINGAPURA kini tak lagi nyaman buat para koruptor dan konglomerat hitam. Berbekal perjanjian ekstradisi yang baru saja diteken pada Jumat pekan lalu, Kejaksaan Agung mulai berancangancang menebar jaring ke Negeri Singa. Tak mustahil, para bekas pemilik bank penerima dana bantuan likuiditas Bank Indonesia yang dikucurkan sembilan tahun silam bakal ikut terjaring. Berikut ini sejumlah taipan dan pengusaha ”bermasalah” asal Indonesia di Singapura yang akan dibidik.

Agus Anwar (1)

Sebagai bekas pemilik Bank Pelita dan Bank Istismarat—bersama Hashim S. Djojohadikusumo—Agus Anwar punya tunggakan pengembalian dana BLBI senilai Rp 3,2 triliun kepada negara. Karena tidak mau meneken perjanjian penyelesaian kewajiban pemegang saham pada 2002, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melimpahkan kasus ini ke kejaksaan.

Agus juga berutang ke PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) lebih dari Rp 700 miliar (Rp 298 miliar plus US$ 47,3 juta). Utang ini berasal dari kredit yang dikucurkan perusahaan keuangan milik negara itu ke Kredit Asia Finance Ltd. (Hong Kong), miliknya, pada 1996. Lewat penasihat hukumnya di Singapura, Agus menyatakan hanya sanggup membayar utangnya di Bahana ini US$ 4 juta.

Pada 2005, Kejaksaan Agung berencana menyidangkan Agus in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa. Namun rencana ini tertunda hingga kini. Belakangan ia bersedia menandatangani perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dan Pengakuan Utang (PKPSAPU). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Tahun 2006, Agus termasuk satu dari delapan obligor yang wajib membayar utangnya dengan tunai maupun aset.

Sejak Januari 2004, Agus telah menjadi warga negara Singapura, meski Departemen Luar Negeri RI sempat menolak memberikan rekomendasi. Ia kini tinggal di apartemen di kawasan Admore Park yang mentereng. Dari kantor pusatnya di 391 A Orchard Road 2401, Ngee Ann City Tower A, Singapura, ia pun menggerakkan semua roda bisnisnya.

Irawan Salim (2)

Presiden Direktur Bank Global ini terlibat kasus reksadana fiktif senilai Rp 600 miliar yang berakibat ambruknya Bank Global. Irawan Salim, yang diduga memiliki 12 perusahaan properti di seantero Jabotabek, ditetapkan sebagai tersangka pada 2004. Dari kantor Bank Global di Jalan Gatot Subroto, polisi hanya berhasil menyita uang Rp 16,5 miliar. Tetapi, sebelum hukum menyentuhnya, ia melarikan diri ke Singapura pada 11 Desember 2004.

Pemerintah Singapura membenarkan bahwa Irawan dan keluarganya tinggal di wilayah mereka. Walau telah memiliki apartemen mewah di sana, Irawan sering berpindah ke Amerika Serikat, Kanada, dan Hong Kong. Hingga saat ini kepolisian belum bisa mendeteksi di mana Irawan Salim berada. Namun kepolisian berhasil mengendus uang Rp 500 miliar di sebuah bank di Swiss yang diduga milik Irawan. Saat ini pemerintah sedang bernegosiasi dengan pemerintah Swiss untuk menarik dana itu kembali ke Indonesia.

Sjamsul Nursalim (3)

Pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Grup Gajah Tunggal ini punya utang Rp 28,4 triliun kepada negara melalui BPPN. Karena dinilai tak kooperatif menyelesaikan utangnya, bekas raja udang ini sempat diperiksa Kejaksaan Agung.

Sjamsul kukuh menyatakan seluruh utang sudah dibayar lunas dengan aset PT Dipasena, GT Petrochem, dan GT Tire. Namun belakangan diketahui nilai Dipasena hanya Rp 5,2 triliun, jauh dari klaim semula Rp 19,9 triliun. Sjamsul pun masuk bui atas perintah Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Menginap semalam di tahanan, dia minta izin berobat ke Jepang pada Mei 2001 lewat surat jaminan yang ditandatangani pengacara kondang Adnan Buyung Nasution. Sjamsul memang dirawat di Kokura Memorial Hospital, Tokyo. Tetapi setelah itu ia diketahui berada di Singapura.

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Sjamsul mendapat surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Surat keterangan lunas dari negara pun telah dikantonginya. Tetapi pada Desember 2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh membereskan lima kasus korupsi kelas kakap. Salah satunya menyangkut Sjamsul Nursalim.

Atang Latief (4)

Debitor BLBI bernama asli Lao Cheng Ho ini termasuk satu dari delapan pengemplang yang diampuni jika melunasi utangnya. Komisaris Utama Bank Indonesia Raya (Bira) ini sempat mencicil kewajibannya ke negara sebesar Rp 155 miliar—dari total Rp 325 miliar. Atang, 81 tahun, meninggalkan Indonesia pada 2000 bersamaan dengan pencabutan status cekalnya.

Baru pada Januari 2006, Atang datang ke Indonesia. Ia melaporkan Husni Muchtar, anak kandung dari istri pertamanya, ke Markas Besar Polri. Husni dituduh telah menggelapkan aset Atang Latief dengan menjual PT Bina Multi Finance, perusahaan leasing yang dijual tahun 2004 seharga Rp 40 miliar. Dana tersebut seharusnya dipakai melunasi BLBI. Kini Atang yang telah resmi menjadi warga negara Singapura sejak 2001 tinggal di kawasan apartemen mewah di Negeri Singa.

Sukanto Tanoto (5)

Sejak 2001, mantan pengendali bank Unibank ini diperiksa dalam kasus dugaan transaksi wesel ekspor fiktif senilai US$ 230 juta (Rp 2 triliun), yang difasilitasi Bank Indonesia. Pada awal tahun lalu, Mabes Polri bekerja sama dengan Kejaksaan Agung membuka kembali kasus lawas ini.

Ketika Unibank dibekukan bank sentral pada akhir Oktober 2001, Sukanto sempat dicekal imigrasi atas permintaan BI. Namun orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes 2006 ini keburu lari ke Singapura. Bos Raja Garuda Mas ini pun tak bisa dimintai pertanggungjawaban atas semua kewajiban Unibank, karena kepemilikan sahamnya telah dialihkan ke 16 pemegang saham baru, dengan penguasaan saham kurang dari 5 persen. Namun belakangan Sukanto membayar sebagian kecil kewajibannya kepada negara sebatas porsi saham miliknya.

Sudjiono Timan (6)

Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) pada 19951997. Ia dinilai menyalahgunakan wewenang dengan mengucurkan dana ke lembaga keuangan milik konglomerat besar. Kerugian negara ditaksir mencapai US$ 126 juta (Rp 1,1 triliun).

Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Timan dibebaskan dari tuntutan hukum. Jaksa penuntut umum langsung mengajukan kasasi. Majelis Kasasi Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Ketua MA Bagir Manan pun memvonis Sudjiono Timan dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti Rp 369 miliar pada 3 Desember 2004. Empat hari kemudian, saat eksekusi akan dilaksanakan, Timan tak ditemukan di rumahnya. Timan yang diduga bersembunyi di Singapura dinyatakan buron dan dicekal ke luar negeri oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bambang Sutrisno (7)

Bambang Sutrisno merupakan salah satu target buruan tim pemburu koruptor yang lari ke luar negeri. Bekas Wakil Komisaris Utama Bank Surya yang divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu beralasan pergi ke Singapura untuk berobat. Ternyata dari Negeri Singa itulah dia mengajukan banding, yang kemudian ditolak pengadilan karena dianggap tidak sah.

Menurut pengacara Bambang, Salim Muhammad, buron seumur hidup itu telah menjadi warga negara Singapura sejak 2005. Walau telah berganti kewarganegaraan, Bambang yang didakwa menyalahgunakan BLBI Rp 1,5 triliun ini kabarnya kini lebih sering berada di Cina.

D.A. Candraningrum

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus