Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengawal Pemilu di Medan Perang

Penguasa darurat militer daerah berjanji akan mengamankan pemilu di Aceh. Tak ada paksaan, apalagi intimidasi.

28 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISKANDAR Asyek tersenyum puas. Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini menunjukkan tumpukan berkas pendataan calon pemilih yang ter-susun rapi di mejanya. Dari sekitar 3,8 juta jiwa penduduk Aceh yang terdata, hampir 2,5 juta di antaranya punya hak pilih dalam Pemilu 2004 mendatang. " Alhamdulillah, pendataan sudah mencapai 98,30 persen dari total 10.130 wilayah pendataan," ujarnya kepada TEMPO pekan lalu. Ia pun optimistis, sisanya yang tinggal 1,7 persen bakal diselesaikan Januari mendatang. Prestasi tim pendata boleh diacungi jempol. Soalnya, pendaftaran pemilih di Negeri Serambi Mekah ini memang rada gawat. Maklum, dalam situasi darurat militer?yang jangka waktunya baru saja diperpanjang. Sebanyak 4.700 petugas yang dikirim terpaksa mendata secara gerilya dan sembunyi-sembunyi untuk menghindari intimidasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bahkan empat petugas lapangan menjadi korban saat menjalankan tugas. "Dua tewas ditem- bak GAM di Pidie, dua lainnya diculik di Aceh Timur Juli lalu," ujar Asyek. Tapi ada juga yang tercecer. Di Kota Lhok Seumawe, ternyata sebagian warga justru belum pernah didatangi petugas. Bustami, 43 tahun, misalnya. Meski tahun 2003 sudah di ujung hari, ia belum juga didata sebagai calon pemilih. Padahal ia bertekad akan berjuang dalam kampanye untuk partai pilihannya. Be-berapa warga Kota Banda Aceh pun bernasib sama. "Mungkin saja ada pen- catatan melalui kepala desa, tapi saya tidak tahu," kata Sugito Hasan, 33 tahun, warga Lancang Garam, Lhok Seumawe. Persiapan pemilu di Aceh jadi kurang bergairah? Begitulah kata sejumlah orang. Padahal, di daerah-daerah, Komisi Pemilihan Umum telah berupaya mensosialisasi pemilu dengan bantuan pemerintah daerah melalui Dinas Informasi dan Komunikasi. Namun, di daerah yang tergolong gawat seperti Aceh Utara, jangan ditanya. "Sosialisasi langsung ke desa-desa belum mungkin dilakukan," kata Ayi Jufridar, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Aceh Utara. Sebabnya, ya, risiko tak aman itu tadi. Suara dari Aceh jelas penting dalam kenduri demokrasi. Repotnya cuma soal status darurat militer yang jadi momok bagi sejumlah kalangan, termasuk aktivis LSM. Ketua Dewan Pendiri Centre for Electoral Reform (Cetro), Todung Mulya Lubis, menilai Undang-Undang Darurat Militer bisa memberi ke- wenangan luas untuk menghambat kebebasan sipil seperti kebebasan berekspresi. "Darurat militer itu sangat kontradiktif dengan pemilu," ujarnya. Praktek di lapangan juga bisa gawat. Todung khawatir, dalam keadaan seperti ini, aparat militer bisa saja bertindak berlebihan: memaksa warga mencoblos, meski kegiatan ini tak wajib. Ia lalu mengusulkan: pemerintah harus mencabut status darurat militer, atau pemilu di Aceh ditunda hingga kondisi memungkinkan. Namun, Penguasa Darurat Militer Aceh, Mayjen TNI Endang Suwarya, menegaskan: coblosan jalan terus. Militer akan bersikap netral, tak boleh main paksa, apalagi berpihak pada salah satu partai. "Taruhannya jabatan saya," ujarnya. Jakarta juga mulai ancang-ancang. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa pekan lalu menggelar rapat khusus soal keamanan. Rapat memutuskan, meski konflik masih bergolak dan keadaan darurat militer masih diterapkan, pemilu di Aceh akan tetap dilaksanakan secara umum sesuai dengan jadwal. "Tidak akan ada penerapan pemilu secara khusus di Aceh," kata Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, seusai rapat di Kementerian Polkam. Pengamanan ekstra lalu dirancang. Mayjen Endang akan mengerahkan 8.000 tentara untuk mengamankan pemilu di Aceh. "Hitungannya, jika setiap TPS untuk 300 pemilih, maka 10.000 TPS di Aceh cukup dijaga 8.000 personel," ujarnya. Melihat kesiapan TNI ini, pihak GAM memberi lampu hijau dan tidak akan menghadang jalannya pemilu. Penegasan itu keluar dari juru bicara GAM Wilayah Pidie, Anwar Husen, di Markas Komando Pusat Tiro. "GAM tidak ada urusan dengan pemilu. Kami tidak melarang masyarakat ikut pemilu. Tapi kita akan melihat apa yang ter- jadi," ujarnya tegas. Urusan dengan gerakan separatis bersenjata bisa bikin repot. Menurut pengamat politik J. Kristiadi, jika pemilu dilaksanakan di bawah kekuasaan darurat militer, ini justru akan dimanfaatkan GAM. "Mereka bisa saja mengklaim bahwa pemilu tidak legitimate," ujarnya. Buntutnya, bisa dijadikan alasan untuk menolak kehadiran Indonesia di Aceh. Tapi Sekretaris Fraksi Reformasi DPR, Ahmad Farhan Hamid, justru optimistis. Ia menduga, minat masyarakat akan meningkat ketimbang Pemilu 1999, yang hanya diikuti 30 persen warga Aceh. "Saya menduga 60 persen warga akan menggunakan hak pilihnya," kata putra Aceh itu. Farhan cuma peduli dengan soal pengamanan tambahan. Salah-salah bisa berabe. Boleh saja TNI bertekad akan mengamankan kampanye dan proses pemilu. Mereka akan berada sekitar 1-2 kilometer di luar TPS. Tapi, repotnya, aparat juga akan bertugas menjemput para peserta pemilu, sehingga dikhawatirkan kedatangan warga di tempat pemungutan suara lantaran takut diintimidasi. "Yang penting mereka ikut karena sukarela, bukan karena mobilisasi," ujarnya. Bukan pula karena bedil. Hanibal W.Y. Wijayanta, Yuswardi A. Suud (Banda Aceh), Zainal Bakri (Lhok Seumawe), TNR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus