Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat di lereng Gunung Merapi memiliki tradisi sedekah untuk memperingati pergantian tahun baru Islam tiap 1 Muharram. Melansir laman resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, jatengprov.go.id, Ahad, 8 Agustus 2021, sedekah ini dilakukan oleh warga untuk melestarikan budaya dan memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa agar dijauhkan dari marabahaya dan bencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Jurnal Analisa Sosiologi Universitas Sebelas Maret pada Oktober 2016 yang bertajuk “Peran Sentral Figur Tokoh Adat dalam Upacara Sedekah Gunung di Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali”, sedekah gunung ini tradisi yang berasal dari kisah babat alas Mbah Petruk. Dikisahkan bahwa Mbah Petruk memberi kebonan (ladang) kepada penduduk sekitar namun di daerah itu hanya ada kerbau. Hal ini menjadikan kepala kerbau sebagai salah satu sesajen dalam tradisi sedekah gunung.
Tradisi ini diselenggarakan sejak pagi hari dengan prosesi kirab budaya dengan mengarak kerbau (mahesa) untuk disembelih. Pada malam harinya warga melakukan kirab ke Joglo Merapi yang berada di puncak gunung sambil membawa kepala kerbau dan sesajen lainnya. Sesajen ini antara lain nasi gunung (tumpeng) berjumlah sembilan, palawija, dua jenis rokok dengan merek yang sudah ditentukan, jadah bakar, panggan butho yang jumlah umbo rampe dengan jumlah dua buah.
Acara berlanjut pada pemberian kata sambutan oleh panitia dan para pejabat publik mulai dari kepala desa hingga bupati. Setelah itu dilakukan penceritaan legenda dari Sedekah Gunung Merapi.
Acara selanjutnya adalah kidung-kidungan (nyanyian) yang dilakukan oleh tokoh adat sebagai acara ujub Merapi. Terakhir, pembacaan doa dan kirab pemberangkatan sesajen. Di penghujung acara, kepala kerbau yang sudah disembelih dilarung di puncak Gunung Merapi
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca juga: