Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menutup sekolah, pelan dan pasti

Keresahan merambah sekitar 227 madarasah yang bernaung di bawah yayasan pendidikan Al-Khaeraat di Sulawesi Tengah. Kakanwil Sul-Teng mengeluarkan SK penertiban. mereka menganggap SK itu membunuh.

24 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MADRASAH Al-Khaeraat di Sulawesi Tengah merasa perlu ancang-ancang gulung tikar. Karena Kanwil Departemen Agama setempat telah menurunkan SK untuk menertibkan dan menata kembali semua madrasah swasta di provinsi itu. Keresahan merambah sekitar 227 madrasah yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Al-Khaeraat di Sulewasi Tengah, setelah SK itu diberlakukan sejak awal tahun ini. Bahkan, keputusan Kanwil Departemen Agama itu ditafsirkan sebagai langkah mula untuk menutup madrasah swasta Al-Khaeraat. "Bukannya dibubarkan atau ditutup. Tapi, kami berusaha meletakkannya pada proporsi yang sebenarnya. Jangan sampai murid-murid itu dirugikan," kata Abu Naim Syaar, Kepala Kanwil Depag (Departemen Agama) Sulawesi Tengah kepada TEMPO, di tengah-tengah kesibukannya mengikuti rapat kerja Kakanwil Depag se-Indonesia di Jakarta, Jumat pekan lalu. Penertiban itu, menurut Abu Naim, dimaksudkan untuk memantapkan status terdaftar bagi sejumlah madrasah. Ada yang memang layak menyandang ibtidaiyah (SD), sanawiyah (SMP), atau aliyah (SMA). Artinya, madrasah itu harus memiliki kurikulum sesuai dengan peraturan. Antara lain, yang diatur di dalam SKB Tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri P dan K, dan Menteri Dalam Negeri), tahun 1975. Dalam SKB Tiga Menteri itu diatur pula soal peningkatan mutu pendidikan madrasah. Sementara itu, dalam salah satu SK Menteri Agama, disinggung pula soal persamaan tingkat/derajat madrasah dengan sekolah umum, termasuk persamaan ijazah madrasah swasta dengan yang negeri. Peraturan itu, dari mula, dimaksudkan untuk mengukuhkan keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan swasta agar bisa setara dengan sekolah umum. Mereka boleh mengikuti ujian dan memiliki ijazah sederajat, asalkan punya kurikulum yang sesuai dengan ketentuan pemerintah. Salah satu ketentuan adalah komposisi kandungan kurikulum. "Komposisinya adalah 70 persen mata pelajaran umum, 30 persen pendidikan agama," kata H. Sodheq, Kepala Humas Depag, yang mendampingi Abu Naim ketika ditemui TEMPO. "Porsi pendidikan agama yang 30 persen itu merupakan ciri madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam," tambahnya. Padahal, menurut Kepala Kanwil Depag Sulawesi Tengah itu, di daerahnya banyak madrasah yang belum memenuhi ketentuan itu. "Bahkan, ada sejumlah sekolah madrasah dijadikan gudang kopra dan tak terurus. Entah ke mana pengurusnya," katanya. Sementara itu, madrasah yang kurikulumnya tak sesuai dan sarananya belum memadai, menurut Abu Naim, sebaiknya diubah saja menjadi lembaga pendidikan diniyah. "Kurikulum mereka memang tak diatur oleh Pemerintah," katanya. "Mereka lebih memfokuskan pada pendidikan agama." Selain kurikulumnya tak diatur Pemerintah, madrasah diniyah tak dituntut harus memenuhi persyaratan sebagai ibtidaiyah atau sanawiyah. "Kalau mereka memang diniyah, tentunya, tak diperbolehkan mengikuti ujian negara atau disamakan dengan sekolah umum. Ini memang sudah menjadi keputusan Menteri," kata Shodeq. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah nasib madrasah di bawah bendera Yayasan Al-Khaeraat, yang diributkan itu. Menurut Abu Naim, pihaknya tak pernah membubarkan madrasah itu. "Bahkan, pencabutan status terdaftar bagi madrasah yang kini tak sesuai dengan peraturan saja belum dilaksanakan," katanya. Apa yang dilaksanakan Kanwil Depag Sulawesi Tengah itu, menurut Abu Naim, adalah mendaftar semua madrasah swasta. "Yang dianggap sudah sesuai, status terdaftarnya tetap diberikan," katanya. Di Sulawesi Tengah ada sekitar 400 madrasah. Yang berada di bawah naungan Al-Khaeraat 200 buah lebih. Yang menjadi pertanyaan adalah nasib para siswa madrasah Al-Khaeraat yang terpaksa "ditertibkan". Kepala Kanwil sendiri merasa tak harus memberikan pemecahan. "Saya kan tak menutup atau membubarkan madrasah itu. Agar mereka lebih proporsional," kata Abu Naim. "Kalau tak memenuhi syarat sebagai madrasah kan bisa menjadi diniyah." Maksudnya, agar tindakan itu tak merugikan masyarakat. "Jadi, kalau ingin menjadi madrasah dan disamakan denga madrasah negeri atau sekolah umum, mereka harus dikelola sesuai dengan peraturan," katanya. Dicabutnya status terdaftar beberapa madrasah Al-Khaeraat itu, tentunya, memdorong para pengurusnya kalang kabut. Turunnya SK Kanwil, yang baru diterima akhir bulan lalu itu, menurut Bendahara PB Yayasan Pendidikan Al-Khaeraat Salim. sama saja dengan penutupan madrasah secara perlahan dan pasti. Yayasan membantah bahwa pihaknya tak mengindahkan peraturan Pemerintah. "Sejak awal, kami telah konsekuen dengan kurikulum yang diputuskan oleh 3 menteri itu," kata Salim bersemangat. Salah satu contoh, katanya, adalah pemberlakuan kurikulum, 30 persen mata pelajaran agama dan 70 persen umum. Dengan pencabutan status terdaftar, maka para siswa Al-Khaeraat tak dapat mengikuti ujian. Tentunya, mereka memang terpukul. Namun, masih ada pula yang masuk kelas. Yayasan Pendidikan Al-Khaeraat adalah lembaga pendidikan yang cukup tua di Indonesia Bagian Timur. Berdiri pada 1930, kini -- di Sulawesi Tengah -- yayasan itu mempunyai 189 ibtidaiyah, 32 sanawiyah, dan 7 aliyah. Di Indonesia Timur, yayasan itu mempunyai 776 buah lembaga pendidikan yang tersebar di 7 provinsi. Sampai kini, murid yang sekolah di yayasan itu telah mencapai sekitar 150.000 orang. Dengan turunnya SK itu, bagi yayasan sama saja dengan mencabut akreditasi, menarik guru negeri dan membatalkan subsidi, serta tak membenarkan murid madrasahnya mengikuti ujian. Karenanya, para pengurus pun mencoba mendekati si pembuat SK, Kepala Kanwil Departemen Agama. "Kami minta supaya SK tersebut dicabut," kata Salim. Gatot Triyanto, Priyono B. Sumbogo, dan Herry Mohammad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus