Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELEPAS siang, kabut tebal seperti enggan beranjak dari lereng Gunung Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah. Sinar matahari tak sampai menyentuh tanah. Bahkan hijau daun disaput kabut, rumput dan pepohonan terhampar temaram. Di gunung setinggi 3.336 meter itu, angin bersipongang diseling kokok ayam hutan yang entah di mana bersarang.
Desa Jetis, yang masuk Kecamatan Selopampang, adalah desa terakhir di sisi tenggara lereng Sumbing. Dari pu-sat Kota Magelang, melalui kawasan tempat pemandian Jatibening, Jetis bisa dicapai dalam satu jam perjalanan dengan mobil. Jalanan di Jetis tak beraspal, tapi dipasangi batu tertata rapi. Di sini ada rumah yang dijadikan pangkalan para pendaki gunung.
Lahan yang berundak-undak di Desa Jetis umumnya ditanami padi, cabe, atau jagung. Di sana-sini ada juga kebun yang ditanami tomat dan pepaya. Saban hari ada saja truk lalu-lalang mengangkut pupuk kandang. Hanya sekitar dua kilometer dari desa terakhir itulah kelompok Sarwo Edi alias Suparman alias Suparjo diduga pernah melakukan la-tihan militer.
Kepada Satuan Tugas Bom Kepolisian yang memeriksanya, tersangka kasus terorisme yang ditangkap di Yogyakarta, Selasa dua pekan lalu itu mengaku pernah dua kali melatih anak buahnya beberapa keterampilan bertempur. Latihan pertama digelar pada akhir tahun lalu, diikuti sepuluh orang, semuanya penduduk Temanggung. Latihan terakhir digelar 20 Januari lalu, dengan jumlah peserta lebih banyak.
Menurut Sarwo Edi kepada seorang penyelidik, latihan kedua itu diikuti delapan orang dari Jakarta, dan enam orang dari Temanggung. Pelatihnya empat orang. ”Embahe juga datang dalam latihan itu,” kata Sarwo, 40 tahun. Embah yang dimaksud Sarwo adalah Zulkarnain, buron polisi yang dituduh terlibat dalam pengeboman di Bali, 12 Oktober 2002. Hadiah Rp 500 juta tersedia bagi yang bisa menangkap ini embah.
Latihan di lereng Sumbing itu juga di-awasi Abu Dujana, 38 tahun, yang kini diyakini berperan sebagai Komandan Sayap Militer Al-Jamaah Al-Islamiyah wilayah Jawa. Ada dua tempat latihan kelompok ini di lereng Sumbing. Tempat pertama di Blok D hutan pinus. Di situ ada pohon tua setinggi 30 meter, dengan lingkar pohon enam orang dewasa berpegangan tangan. Penduduk setempat mempercayai pohon ini tumbuh dari tongkat milik Kiai Makukuhan yang ditancapkan di tanah.
Pada Senin pekan lalu bekas-bekas latihan itu tinggal samar. Ada sebatang pinus miring, yang di beberapa cabangnya terikat tali rafia. Tali itu dipakai untuk menggantung gelas plastik bekas kemasan air mineral dan bunga pinus, yang diduga dijadikan sasaran tembak pada saat latihan. Ada juga bekas peluru di papan seng yang tertempel di pohon.
Tempat latihan kedua letaknya dua kilometer dari Walitis, ke arah puncak Sumbing. Di sana ada rumpun tumbuhan yang disebut Hutan Rosomolo. Ko-non rumpun tumbuhan ini tidak pernah terbakar, meskipun sekujur lereng sering diamuk api. Sarwo Edi menyatakan, tempat itu dipakai untuk berlatih melakukan observasi siang dan observasi malam. ”Kami biasanya membagi kelompok menjadi dua tim, satu di Walitis dan lainnya di Rosomolo,” kata Sarwo kepada polisi.
Saiful Anam, 27 tahun, tersangka yang ditangkap di Desa Purwosari, Kranggan, Temanggung, mengaku hadir dalam latihan itu. Menurut pria yang punya nama alias Mujadid dan Brekele itu, latihan pertama hanya dihadiri ”orang-orang biasa” dan bukan ”orang asykari”. Tahun lalu kelompok ini menjadi panitia Idul Adha. Ternyata mereka masih memiliki sisa kambing. ”Maunya dimakan sambil santai-santai di Sumbing,” kata Brekele kepada Tempo. ”Kami lihat, kok kayaknya tempat ini layak dipakai untuk latihan.”
Baru pada kesempatan kedua, latihan benar-benar diprogram oleh Sarwo Edi. Latihan ini diikuti delapan ”asykari Jakarta” yang datang dengan mobil Suzuki APV. Dalam latihan ini Brekele diberi tugas menjaga sepeda motor yang diparkir di dekat pohon Walitis. ”Saya bawa senapan, untuk berjaga-jaga,” kata Brekele. ”Kalau ditanya warga, bisa dijawab nyari burung.”
Menurut Brekele, para peserta latihan membawa senjata M-16. Namun ia memastikan mereka hanya berlatih membongkar pasang senjata, dan tidak menembak. Alasannya, lokasi latihan terlalu dekat dengan kampung. Ia juga memastikan, latihan itu dihadiri Abu Dujana dan seseorang yang dipanggil Embahe.
Abu Dujana, Zulkarnain, dan Sarwo Edi disebut-sebut memiliki keterampilan militer. Dujana, yang lahir dengan nama Ainul Bahri, pernah berperang di Afganistan. Ia merupakan angkatan ketujuh mujahidin yang masuk negara itu pada 1989. Menurut Nasir Abas, dalam bukunya Membongkar Jamaah Islamiyah, Abu Dujana juga pernah menjadi instruktur di kamp Al-Jamaah Al-Islamiyah di Towrkham, Afganistan, pada 1993.
Zulkarnain, dalam buku Nasir Abas, disebut sebagai angkatan pertama yang masuk Afganistan. Ia menjadi instruktur untuk mujahidin dari Indonesia di Harbiy Pohantun, bersama-sama Hambali, tersangka kasus terorisme yang kini ditahan dinas intelijen Amerika Serikat. Adapun Sarwo Edi, kabarnya, sempat mengikuti pelatihan di kamp Hudaybiah, Moro, Filipina Selatan.
Sejumlah anggota Satuan Tugas Bom Kepolisian, Senin pekan lalu, menyusuri bekas-bekas tempat latihan itu. Mereka dipandu melalui telepon seluler oleh Sarwo Edi, yang ditahan di Yogyakarta.
Pelatihan kelompok Sarwo Edi yang dihadiri Abu Dujana dan Zulkarnain itu dilakukan pada Sabtu malam hingga Ahad. Latihan ini tampaknya tak banyak diketahui penduduk Jetis. Joko, 29 tahun, pencari kayu yang hampir tiap hari berada di hutan pinus Sumbing, menyatakan tak pernah melihat latihan kemiliteran di daerah itu. ”Setahu saya belum pernah ada,” kata ayah satu anak itu.
Menurut Joko, lereng Sumbing biasanya ramai pada musim libur sekolah, ketika para siswa dari berbagai daerah berkemah di sana. Pada hari Lebaran, kawasan ini juga banyak dikunjungi. Bahkan kadang-kadang ada pentas dangdut di lapangan Jetis.
Budi Setyarso (Temanggung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo