SEPERTI akar beringin, tangan Prof. B.J. Habibie menjurai ke segala arah. Kini saja ia memimpin 26 instansi pemerintah, organisasi, atau yayasan. Di antaranya, yang terpenting: Menteri Ristek, Ketua BPPT, Ketua Badan Pengelola Industri Strategis, Ketua Otorita Batam, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan Koordinator Harian Dewan Pembina Golkar. Jabatan atau kewenangan itu agaknya masih akan terus mekar. Dalam waktu dekat, pengaruh Habibie akan merambah pula ke semua departemen. Sebab, beberapa waktu yang lalu, muncul usulan dari Bappenas yang akan menyebabkan segala proposal penelitian lembaga riset yang dibiayai APBN di departemen dan universitas negeri harus lebih dulu disetujui oleh Menteri Ristek. ''Beleid ini menempatkan Menteri Ristek pada posisi yang seharusnya,'' ujar Wakil Ketua Bappenas Rahardi Ramelan, arsitek beleid satu pintu itu. Rahardi Ramelan memang dianggap tahu seluk-beluk riset. Sebelum dipromosikan ke Bappenas, selama bertahun-tahun ia menjadi pembantu utama Habibie di BPPT. Kebijaksanaan satu pintu ini segera diajukan ke Sekretariat Negara, untuk dijadikan keputusan presiden (keppres). Kalau keppres itu keluar, kantor Habibie yang sudah sibuk itu akan lebih sibuk. Di situ semua usulan penelitian diseleksi. Yang dinilai bagus diloloskan dan disusun menurut prioritasnya. Dari Kantor Menristek proposal yang telah diseleksi dikirim ke Bappenas untuk disetujui anggarannya. Pada pola yang lama, usulan proyek riset dari departemen langsung dikirim ke Bappenas. Tentu nantinya tak semua proposal disetujui. Soalnya, anggaran kan terbatas. Tapi Bappenas tak perlu pusing. Kantor Menristek akan menyusun daftar prioritas. ''Mungkin mekanisme itu berlaku mulai tahun anggaran 1994/95,'' ujar Rahardi Ramelan, sambil menuturkan bahwa konsep beleid baru itu disusun bersama wakil dari departemen dan perguruan tinggi negeri. Mekanisme itu, kata Rahardi, diperlukan untuk menghindari riset yang tumpang tindih. Memang sering terjadi satu tema penelitian dilakukan di beberapa instansi sekaligus. Siapa bersalah? Rahardi mengakui seleksi oleh Bappenas selama ini kurang jeli. ''Komunikasi antarbiro di Bappenas kurang rapi,'' ujarnya. Tapi beleid satu pintu itu membuat seorang pejabat pada Badan Peneli-tian Departemen Pertanian heran. Ia merasa punya menteri, tapi rekomendasi risetnya dari Menteri Habibie. ''Yang paling tahu kebutuhan kami sebetulnya, ya, Menteri Pertanian,'' ujarnya. Ia khawatir, dengan beleid baru itu, dana riset departemennya yang Rp 31 miliar pada tahun anggaran 1992/93 bakal terpangkas. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya Palembang, Dr. Zainab Bakir, akur dengan model seleksi satu pintu itu. ''Kami siap mengadu proposal,'' ujarnya. Hal yang sama juga dikatakan Kepala Lembaga Penelitian ITB Dr. Widiadnyana Merati. Baginya adu proposal itu bukan soal besar. Apalagi tahun lalu, ITB mampu memobilisasi dana riset dari swasta tak kurang dari Rp 23 miliar, jauh di atas dana riset APBN yang hanya Rp 1 miliar. Hanya Zainab dan Widiadnyana khawatir soal birokrasi. ''Apa bisa cepat?'' ujar Widiadnyana. Kantor Menristek sebetulnya telah mempraktekkan model satu pintu itu untuk beberapa lembaga penelitian Batan, Bakosurtanal, Lapan, dan LIPI dan tak ada persoalan. Barangkali, urusannya bisa lain kalau lembaga riset departemen nanti nimbrung. Putut Trihusodo, Priyogo B. Sumbogo, dan Hasan Syukur (Palembang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini