Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan partainya akan mengumumkan calon presiden dan calon wakil presiden 2029 pada tahun depan. Langkah ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi menghapus presidential threshold atau syarat ambang batas calon presiden dan cawapres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kini, seorang buruh pabrik memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di Pilpres 2029, sebagaimana yang telah terjadi di Brasil, Australia, Selandia Baru, Inggris, Finlandia, Swedia, dan Peru,” kata Said Iqbal lewat keterangan tertulisnya, Kamis, 2 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Said Iqbal mengatakan pengumuman capres dan cawapres yang diusung Partai Buruh untuk Pemilu 2029 akan diumumkan pada Kongres ke-2 Partai Buruh pada Oktober 2026. Iqbal mengatakan Putusan MK ini sebagai kemenangan rakyat, demokrasi, dan kebangkitan kelas pekerja.
MK melalui putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 telah membatalkan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 yang mengatur mengenai ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Artinya, seluruh partai politik peserta pemilu 2029 bisa mengajukan atau mengusung pasangan capres dan cawapres.
Putusan MK tentang presidential threshold 0 persen ini merupakan perjuangan masyarakat sipil sebelumnya yang MK memutuskan merevisi parliamentari threshold di bawah 4 persen.
"Partai Buruh, Serikat Buruh, serta buruh Indonesia mengharapkan pemerintah dan DPR RI harus tunduk kepada keputusan MK ini dalam menjalankan Pilpres 2029, yang juga menjadi pedoman untuk membuat PKPU di pemilu 2029," ujar Said Iqbal. "Partai Buruh berkeyakinan, Pemerintah dan DPR RI akan menjalankan keputusan MK ini dengan sungguh-sungguh, tanpa penafsiran yang bertentangan dengan kehendak rakyat."
Iqbal mengatakan Putusan MK bersifat final dan mengikat tanpa terkecuali, termasuk bagi pemerintah dan DPR. Sehingga pemerintah dan DPR tidak bisa “menghidupkan” kembali pasal tersebut atau “mengakali” dengan melakukan revisi keluar dari Putusan MK tersebut.
MK dalam pertimbangan hukumnya mengatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
“Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden,” ujar Iqbal.
Menurut Iqbal, putusan MK ini tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim presidential threshold berapa pun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Sementara itu, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril dalam keterangan resminya kemarin. “Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilbatkan dalam pembahasan itu nantinya.”