Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratu Atut Melenggang
RATU Atut Chosiyah kembali menjadi Gubernur Banten periode 2011-2016 setelah Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan dua pasangan yang kalah dalam pemilihan kepala daerah. Mahkamah menilai para penggugat kemenangan pasangan Atut-Rano Karno keliru dalam menentukan obyek gugatan
Meski menolak gugatan, hakim Mahkamah meminta penggugat melaporkan dugaan politik uang dalam pemilihan kepala daerah tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kami meyakini tindakan politik uang dan keberpihakan aparat pemerintah memang terjadi," kata anggota majelis hakim Hamdan Zoelva, Selasa pekan lalu.
Ketua majelis hakim Mahfud Md. menambahkan dugaan terjadi praktek penggelembungan suara dan pemberian uang tidak dapat dibuktikan. Kuasa hukum Wahidin, Eni Sri Handayani, menerima putusan ini. "Namun, jika ditemukan bukti pelanggaran pidana, akan kami ambil langkah hukum lagi," katanya.
Terbukti Tapi Tak Batal
Terbukti Politik uang
Ada pembagian uang oleh tiga pasangan calon gubernur, bukan hanya pasangan Atut-Rano.
Kampanye hitam
Ada kampanye menjelek-jelekkan lawan dari pasangan calon gubernur, antara lain melalui pembagian selebaran dan perusakan baliho.
Keterlibatan birokrasi
Pasangan calon gubernur mengajak pegawai negeri sipil dan pejabat daerah untuk memilih pasangan tertentu.
Tidak Batal
Anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan, meski terjadi tiga praktek kecurangan, Mahkamah tidak menemukan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga tidak membatalkan hasil pemilihan.
KPK Tangkap Jaksa Suap
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Sistoyo, jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong, Jawa Barat, karena diduga menerima suap Senin pekan lalu. Dia ditangkap bersama dua pengusaha, Edward M. Bunjamin dan Anton Bambang Hadiyono.
KPK menyita uang Rp 99,9 juta yang terbungkus amplop putih. Uang itu diduga untuk meringankan kasus yang membelit Edward, tersangka kasus pemalsuan dan penipuan proyek Pasar Festival Cisarua, Puncak, Bogor, pada 2010.
Ketiganya kini telah menjadi tersangka. Sistoyo, yang menjabat Kepala Subbagian Pembinaan di Kejaksaan Negeri Cibinong, telah diberhentikan sementara. "Jaksa Agung Basrief Arief sudah meneken suratnya," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy.
Saat ini KPK terus mengembangkan penyidikan dengan memeriksa jaksa lain, seperti Kepala Kejaksaan Negeri Cibinong Suripto. Kejaksaan Agung juga berniat memeriksa Sistoyo untuk mengetahui adanya keterlibatan pihak lain.
Politikus Demokrat dan PAN Dibekuk
Dua politikus Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional dibekuk Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis pekan lalu. Ketua PAN Kota Semarang Agung Purno Sardjono dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Semarang Sumartono ditangkap penyidik KPK di halaman parkir gedung DPRD Semarang. Sekretaris Daerah Kota Semarang Ahmad Zaenuri juga dicokok.
KPK menyita beberapa amplop dari tangan dan ruangan kerja dua anggota Dewan itu. "Total 21 amplop," kata juru bicara KPK Johan Budi S.P. Amplop itu berisi uang Rp 1,7-4 juta dan sudah tertulis nama-nama anggota Dewan. Uang Rp 40 juta itu diduga terkait dengan pembahasan pos tambahan penghasilan pegawai negeri pada APBD Kota Semarang 2012.
Wali Kota Semarang Soemarmo Hadi Saputro rencananya juga diperiksa KPK. Namun Soemarmo, Kamis pekan lalu, mengaku tak tahu-menahu kasus tersebut.
Dua Hakim Dipecat
Majelis kehormatan hakim gabungan dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memecat dua hakim. Keduanya adalah Dainuri, hakim di Mahkamah Syariah Tapaktuan, Aceh, dan Dwi Djanuwanto, hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta.
"Dainuri diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," kata Ketua Majelis Kehormatan Hakim Imam Soebechi saat membacakan putusan di Gedung MA, Jakarta, Kamis pekan lalu. Adapun Dwi diberhentikan dengan tidak hormat.
Keduanya dianggap melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dainuri terbukti melakukan perbuatan asusila terhadap Evi Kuswari. Sedangkan Dwi terbukti mengirim pesan pendek meminta tiket pesawat Kupang-Yogyakarta serta meminta penari telanjang kepada pengacara terdakwa kasus yang ditanganinya. Seusai pembacaan putusan, Dwi mengaku menerima putusan. Namun dia meminta agar tetap dipertahankan sebagai pegawai negeri. "Agar saya tetap bisa memperoleh hak pensiun," katanya.
Wafid Muharam Dituntut Enam Tahun
Terdakwa kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Wafid Muharam, dituntut enam tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu pekan lalu. Selain dituntut penjara, mantan Sekretaris Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga ini dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.
"Kami menuntut majelis hakim memutus terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa penuntut umum Agus Salim, Rabu pekan lalu. Agus menyebutkan tindakan melawan hukum Wafid adalah mengupayakan PT Duta Graha Indah menjadi pemenang proyek Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.
Tuntutan terhadap Wafid ini lebih tinggi dibanding terhadap terdakwa lain. Manajer Pemasaran Duta Graha Mohammad el-Idris dituntut tiga setengah tahun penjara. Sedangkan Mindo Rosalina Manulang, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, dituntut empat tahun penjara.
Wafid mengaku pasrah. "Insya Allah, saya bisa tawakal ," ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo