Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Potensi tumpang tindih aturan dalam penyusunan UU secara omnibus.
Penyusunan paket Undang-Undang Politik disarankan pakai metode kodifikasi.
Pimpinan Komisi II DPR akan bahas rencana penyusunan Omnibus Law paket UU Politik
PIMPINAN komisi bidang pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat berencana mendiskusikan agenda penyusunan Undang-Undang Politik secara omnibus hari ini. Diskusi informal itu akan digelar di luar gedung DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang anggota komisi bidang pemerintahan mengatakan diskusi itu akan berlangsung santai untuk membincangkan berbagai agenda komisinya ke depan, termasuk urusan penyusunan paket Undang-Undang Politik secara omnibus. Diskusi informal itu sekaligus menyongsong masa sidang DPR setelah berakhirnya reses anggota Dewan pada pekan depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komisi II Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan pimpinan komisinya memang berencana mendiskusikan agenda ke depan. "Pimpinan Komisi II akan bertemu untuk berdiskusi soal mana yang perlu diprioritaskan lebih dulu," katanya, Kamis, 16 Januari 2025.
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan sampai saat ini komisi bidang pemerintahan memang belum membahas rencana penyusunan omnibus law Undang-Undang Politik. Mereka lebih berfokus pada kegiatan reses di daerah pemilihan masing-masing dalam satu bulan terakhir.
Penyusunan Undang-Undang Politik secara omnibus pertama kali digelindingkan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Doli Kurnia pada 30 Oktober 2024. Komisi II DPR menyambut usulan tersebut. Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda lantas bersurat kepada pimpinan DPR dan Baleg pada 30 Desember 2024. Isi surat itu adalah keinginan DPR menyusun paket Undang-Undang Politik secara omnibus.
Paket itu rencananya menggabungkan minimal tiga undang-undang menjadi satu. Ketiganya adalah Undang-Undang Pemilu; Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah); serta Undang-Undang Partai Politik.
Tapi penyusunan Undang-Undang Politik secara omnibus itu tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Meski begitu, pintu pembuka rencana itu adalah agenda revisi UU Pemilu dan UU Pilkada, yang masuk Prolegnas Prioritas tahun ini. Revisi kedua undang-undang tersebut merupakan usul inisiatif DPR.
Perubahan kedua undang-undang itu di antaranya bertujuan mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap penghapusan presidential threshold dalam Undang-Undang Pemilu serta penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang Pilkada. Penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah sudah dipedomani Komisi Pemilihan Umum dalam menyelenggarakan pilkada serentak 2024 meski undang-undangnya belum diubah.
apat pembahasan RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 21 Agustus 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Rifqinizamy Karsayuda belum merespons permintaan konfirmasi Tempo ihwal perkembangan rencana penyusunan omnibus law Undang-Undang Politik. Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan anggota Dewan akan tetap mengikuti tata pembahasan undang-undang dalam penyusunan omnibus law paket Undang-Undang Politik. Politikus Partai Golkar ini mengatakan setelah reses berakhir, fraksi-fraksi di DPR akan membahas agenda itu secara internal lebih dulu. Setelah itu, mereka membuka diskusi publik saat menyusun naskah akademik ataupun sebelum mensinkronisasi draf rancangan di Baleg dan Komisi II DPR.
Setelah memasuki masa sidang, kata Adies, pimpinan DPR akan menggelar rapat, berdiskusi dengan Badan Musyawarah, dan berkonsultasi dengan semua ketua fraksi di Senayan.
Anggota Komisi II DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, berharap revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada segera dibahas. Ia juga berharap pembahasan kedua undang-undang itu tuntas tahun ini. Mardani tidak menyoalkan metode perubahan kedua undang-undang itu, baik secara omnibus atau pembahasan secara terpisah.
Menurut Mardani, sikap pemerintahan Prabowo Subianto sangat menentukan metode penyusunan undang-undang yang akan dipakai DPR. Alasannya, partai politik pendukung pemerintahan Prabowo menguasai DPR. Tujuh dari delapan partai di DPR sudah bergabung ke koalisi pemerintah. Tersisa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang belum masuk ke koalisi partai pendukung pemerintah, meski elite partai itu menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pemerintah menghormati pembahasan undang-undang yang menjadi inisiatif DPR. "Karena itu usul DPR," ujarnya. "Kami menunggu hasil usul inisiatif nanti yang berasal dari DPR."
Adapun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan lembaganya tengah membahas secara internal rencana penyusunan omnibus law paket Undang-Undang Politik. Dalam pembahasan itu, Kementerian Dalam Negeri melibatkan sejumlah akademikus, ahli hukum tata negara, serta pegiat pemilu dan demokrasi. "Pemerintah juga akan mendiskusikannya secara internal," ucapnya, Kamis, 16 Januari 2025.
Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Fajri Nursyamsi menyebutkan penyusunan undang-undang secara omnibus memiliki banyak kekurangan. Metode omnibus cenderung hanya membahas berbagai undang-undang secara parsial. Pembuat undang-undang hanya memasukkan pasal-pasal baru, baik penambahan, penghapusan, maupun perubahan.
Menurut Fajar, penyusunan secara omnibus justru akan mengaburkan permasalahan dan cenderung hanya mengakomodasi kepentingan pembentuk undang-undang. "Omnibus law berpotensi besar memasukkan ketentuan yang tumpang-tindih serta selundupan hukum karena memasukkan ketentuan yang tidak mudah diketahui hubungannya dengan ketentuan lain," tuturnya.
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini menyarankan penyusunan paket Undang-Undang Politik tidak dilakukan secara omnibus, melainkan dibentuk dengan model kodifikasi. Dalam model kodifikasi, kata dia, pembahasan beberapa undang-undang akan digabung. Metode kodifikasi akan membantu DPR memetakan keterhubungan di antara berbagai undang-undang yang akan digabungkan.
Pengajar hukum tata negara di Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, berpendapat bahwa penggunaan metode omnibus kurang tepat dalam merevisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Ia becermin pada pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja secara omnibus tiga tahun lalu. "Kita melihat bahwa metode omnibus justru menyebabkan kekacauan hukum," katanya.
Yance menilai metode omnibus yang dipakai pembuat undang-undang—DPR dan lembaga eksekutif—selama ini hanya tambal sulam undang-undang sebelumnya. Akibatnya, tidak terwujud kesatuan dan kepastian hukum. "Mahkamah Konstitusi sudah mengoreksi metode ini karena tidak partisipatif dan substansinya tak berpihak kepada kepentingan masyarakat," ujarnya.
Direktur Indonesian Parliamentary Center Ahmad Hanafi juga menyarankan DPR menggunakan metode kodifikasi dalam penyusunan paket Undang-Undang Politik. "Bukan main comot pasal seperti dalam omnibus law yang sudah ada," ucapnya.
Hanafi mengungkapkan bahwa DPR memang perlu mensinkronkan berbagai aspek dalam satu sistem politik yang terpadu. Misalnya, jika pemilu diselenggarakan secara terbuka, perlu ada mekanisme kontrol publik terhadap anggota DPR terpilih. "Yaitu dengan cara recall oleh konstituen."
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan metode kodifikasi paling tepat digunakan DPR untuk menyusun paket Undang-Undang Politik. Dengan metode kodifikasi, DPR akan menyatukan undang-undang dengan substansi yang sama, yang selama ini diatur dalam dua undang-undang. "Karena diatur dalam dua undang-undang berbeda, terdapat tumpang-tindih pengaturan antara pemilu dan pilkada, misalnya pengaturan penanganan politik uang," kata Khoirunnisa.
Khoirunnisa, Yance, dan Ahmad juga meminta DPR serta pemerintah memperhatikan partisipasi publik yang bermakna, transparan, dan bertanggung jawab dalam menyusun undang-undang.
Rapat pembahasan RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 21 Agustus 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Usulan Substansi Perubahan dalam Undang-Undang
Berbagai kalangan mengingatkan agar DPR dan eksekutif mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi dalam penyusunan paket Undang-Undang Politik. Putusan tersebut di antaranya menghapus ambang batas pencalonan presiden dalam UU Pemilu serta menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah dalam UU Pilkada.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi meminta pembuat undang-undang melakukan rekayasa konstitusional agar hak semua partai politik diakomodasi dalam pencalonan presiden, tapi jumlah calonnya tidak terlalu banyak. Mahkamah juga meminta pembuat undang-undang melibatkan partisipasi semua pihak yang berfokus pada penyelenggaraan pemilu, termasuk partai yang tidak memperoleh kursi di DPR.
Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan legislator Gerindra di Senayan akan mendiskusikan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut setelah reses berakhir. Ia mengakui tidak mudah melakukan rekayasa konstitusional seperti yang diamanatkan Mahkamah.
"Rekayasa konstitusi juga harus tepat, jangan sampai bersinggungan dengan Undang-Undang Dasar 1945," katanya.
Substansi lain yang bakal dimasukkan ke paket Undang-Undang Politik adalah usulan Presiden Prabowo Subianto agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke dewan perwakilan rakyat daerah. Komisi II DPR sudah bersiap mengakomodasi usulan tersebut.
Kementerian Hukum menindaklanjuti usulan Prabowo itu dengan melakukan pengkajian. Mereka mengkaji peluang mengembalikan pilkada ke DPRD. "Sampai sekarang pengkajiannya masih berlangsung," ujar Supratman Andi Atgas.
Politikus Partai Gerindra ini juga mengungkapkan bahwa kementeriannya tengah mengkaji bentuk rekayasa konstitusional yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi. Lalu Kementerian Hukum akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membuat daftar inventarisasi masalah, yang di antaranya berisi kajian tentang bentuk rekayasa konstitusional tersebut. •
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo