Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR Arsul Sani menduga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy slip of tongue atau selip lidah saat menggunakan istilah darurat militer dalam penanganan Covid-19. “Saya kira Pak Menko PMK slip of tongue saja menggunakan istilah darurat militer itu,” kata dia saat dihubungi, Sabtu, 17 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengatakan wajar bila publik mengkritisi pernyataan tersebut. Namun, dia mengira yang dimaksud Muhadjir adalah keadaan darurat kesehatan karena pandemi Covid-19. Dalam kondisi darurat kesehatan itu, kata dia, militer turun tangan membantu penanganan pandemi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsul mengatakan penggunaan istilah darurat militer tak perlu dimaknai secara hukum, bahwa pemerintah benar-benar sedang memberlakukannya. Sebab, kata dia, kondisi ini hanya bisa diterapkan bila terjadi pemberontakan yang meluas atau Indonesia diinvasi negara lain.
Sebelumnya, Muhadjir mengatakan Indonesia sudah dalam situasi darurat militer menghadapi pandemi Covid-19.
"Sebetulnya pemerintah sekarang ini walaupun tidak di-declare, kita ini kan dalam keadaan darurat militer. Jadi kalau darurat itu kan ukurannya tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, darurat perang. Nah sekarang ini sebetulnya sudah darurat militer," kata Muhadjir Effendy ditemui saat mengunjungi Hotel University Club UGM yang dijadikan shelter pasien COVID-19 di Yogyakarta, Jumat, 16 Juli 2021.
Ia menyebut Indonesia dalam situasi darurat militer karena saat ini harus menghadapi musuh yakni Covid-19 yang tidak kasat mata. "Musuh tidak terlihat ini dalam pertempurannya tidak memakai kaidah-kaidah hukum perang karena semua orang dianggap kombatan oleh Covid-19 ini," ucap Muhadjir.