Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Murid itu Dipukul, Kemudian

Parlin Panjaitan, murid kelas V SDN Seribulakas, Simalungun, meninggal setelah dipukul pakai kayu bekas kaki kursi oleh M. Tuaraja Siagian, kepala sekolahnya.Perbuatan seperti ini sering terulang.(pdk)

2 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SD Negeri Seribulakas itu terletak di Kampung Gereja, Kecamatan Tanah Jawa, Desa Tangga Batu, Kabupaten Simalungun, 160-an km dari Medan, Sumatera Utara. SD yang didirikan di awal tahun 1950-an itu punya reputasi baik - di situ belum pernah terjadi peristiwa yang menghebohkan. Sampai tahun lalu ketika penjabat kepala sekolahnya, entah kenapa, memukul Japitan Samosir, siswa kelas VI, dengan sebatang bambu hingga kepalanya berdarah. Tentu saja orangtua si murid berang. M. Tuaraja Siagian, 58, penjabat kepala sekolah itu, mengaku khilaf. Tapi 23 September yang lalu terulang peristiwa itu. Tuaraja, pensiunan guru dari SD di Kampung Pagar Jawa yang ditugasi memimpin SD di Kampung Gereja itu, memukuli 29 murid kelas V dengan sebatang bambu pula. Pasalnya, ia jengkel. Sebab, murid-murid itu ribut. Kebetulan guru kelas V tidak masuk, dan kewajiban Tuarajalah, yang ditugasi mengajar kelas VI, untuk juga merangkap kelas V. Tiga hari kemudian, kembali Tuaraja berlaku ringan tangan. Kali ini korbannya Parlin Panjaitan, murid kelas V, yang mendapat hantaman kayu bekas kaki kursi pada kepalanya. Konon, seorang siswa melapor kepada penjabat kepala sekolah itu, ia dijepret karet oleh Parlin. Hingga sekolah usai di siang hari, tak sesuatu pun terjadi pada Parlin. Baru sore harinya, sehabis mengambil makanan babi tak jauh dari rumahnya, Parlin demam. Esoknya, ia tak masuk sekolah. Lusa, separuh tubuh anak yang dikenal jarang sakit dan tidak nakal ini lumpuh. Siti boru Aruan, ibunya, membawanya ke puskesmas, dan dokter menyarankan agar Parlin dibawa ke rumah sakit di Pematangsiantar - ibu kota kabupaten Simalungun. Di RS Harapan, 29 September, diketahuilah, lewat pemotretan, ada bagian kepala anak itu yang lebam, akibat pukulan benda keras. Dan itu menyebabkan adanya pendarahan di otaknya. Siti boru Aruan, kebetulan juga guru di SD Seribulakas itu, akhirnya tahu, beberapa hari sebelum sakit, anak keduanya itu kena pukul Tuaraja. Ia lalu mengadu kepada pihak kepolisian di Tanah Jawa: Pada 3 Oktober, Parlin tak tertolong lagi. Ia meninggal. Selasa, dua pekan lalu, Mangatur Panjaitan dan Siti boru Aruan, orangtua Parlin, mengadu ke Polda dan ke Kanwil P & K Sumatera Utara. Bapak dan ibu tujuh anak itu menanyakan, mengapa orang yang mereka laporkan sebagai penyebab kematian anak mereka tak diusut. "Kasus ini sedang kami teliti," kata Letkol (Polisi) I Wayan Suwena, Kapolres Simalungun. "Tuaraja tak kami tahan, karena belum cukup bukti." Sementara itu, Dinas P & K Kecamatan Tanah Jawa, ternyata, sudah tak membayarkan honorarium bulan September Tuaraja sebagai penjabat kepala SD. Hingga bapak tujuh anak itu (lima dari istri pertama dan dua dari istri kedua) bulan ini hanya hidup dari uang pensiun. Sejak awal Oktober ia memang tak lagi diizinkan mengajar, meski sebenarnya SD itu hanya punya empat guru termasuk Tuaraja. Di Kampung Gereja yang luasnya tak sampai 2 ha dengan penduduk hanya 30 keluarga itu, boleh dikata tak ada yang tak kenal penjabat kepala SD ini. Selama itu ia dikenal pendiam. "Bila ia duduk-duduk di kedai kopi, jarang bicara dengan orang," kata Janser Sinaga, Sekretaris Desa. Tapi sebelum kejadian pemukulan murid tahun lalu orang tak menduga bahwa penjabat kepala SD sejak 1983 ini bisa begitu ringan tangan. Orang hanya tahu, bila ia mengajar, suaranya begitu keras, hingga terdengar jauh. "Tak ada niat saya untuk memukuli murid," kata Tuaraja kepada Abdul Harris Nasution dari TEMPO. "Tindakan saya sebenarnya hanya untuk mendidik anak-anak itu. Tapi rupanya anak-anak itu sukar bila hanya dinasihati." Ia, sangat menyesali perbuatannya, dan merencanakan mencari sekolah swasta yang mau menerimanya. Mungkin, ini hanya sebuah kekhilafan. Guru juga manusia biasa, yang bisa jengkel, marah, dan alpa. Juga Tuaraja Siagian. Juga guru SD yang menghukum muridnya dengan menyuruh murid-murid lain menempeleng si terhukum (Kriminalitas, TEMPO 26 Oktober). Kasus Tuaraja masih terus diusut polisi, benarkah hanya karena pukulan dari dia anak rekan gurunya meninggal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus