Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rohingya yang Terancam Terkatung-katung Lagi di Laut

Para pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh minta segera direlokasi. Pemerintah daerah menunggu keputusan pemerintah pusat.

22 November 2023 | 00.00 WIB

Imigran Rohingya beristirahat di desa Lapang Barat, Bireuen, Aceh, 19 November 2023. REUTERS/Stringer
Perbesar
Imigran Rohingya beristirahat di desa Lapang Barat, Bireuen, Aceh, 19 November 2023. REUTERS/Stringer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Para pengungsi Rohingya akhirnya direlokasi ke bekas kantor imigrasi Kota Lhokseumawe.

  • Pemerintah daerah dalam posisi dilematis menangani pengungsi Rohingya.

  • Pidie merupakan kabupaten yang paling banyak menampung pengungsi.

JAKARTA — Ratusan anak Rohingya tanpa mengenakan baju turun dari kapal kayu. Mereka sudah basah kuyup terkena empasan air laut selama berlayar. Setiba di tepi pantai di Desa Lapang Barat, Kabupaten Bireuen, Aceh, mereka terpaksa tidur di pinggir pantai diterpa angin laut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Setelah bertahan dua malam, para pengungsi Rohingya tersebut akhirnya direlokasi ke bekas kantor imigrasi Kota Lhokseumawe pada Selasa, 21 November 2023. Sebanyak 249 pengungsi ini sebelumnya terpaksa tidur di gubuk nelayan di pinggir pantai karena belum ada keputusan ke mana mereka akan direlokasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Imigran etnis Rohingya antre makanan di penampungan sementara Mina Raya, Pidie, Aceh, 15 November 2023. ANTARA/Joni Saputra

Upaya relokasi ini mendadak setelah surat dari pemerintah pusat menyarankan agar mereka direlokasi ke penampungan sementara. Koordinator Kontras Aceh, Azharul Husna, mengatakan para pengungsi meminta segera direlokasi karena takut akan adanya penolakan dari warga sekitar. Husna mengatakan, hingga Selasa malam, 21 November 2023, baru pengungsi yang mendarat di Bireuen yang direlokasi.

Adapun pengungsi Rohingya yang ada di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Timur masih menunggu keputusan di mana mereka akan ditampung. Para pengungsi ini terpaksa tinggal di pinggir pantai sampai ada keputusan lokasi sebagai tempat relokasi. Setidaknya ada 241 pengungsi ditempatkan sementara di meunasah atau masjid di Desa Kulee. Sedangkan di Aceh Timur ada 35 pengungsi yang masih menunggu tampungan.

Nasib para pengungsi yang mendarat di pantai Aceh dengan lima kapal kayu pada 14, 15, dan 19 November ini belumlah jelas. Pemerintah setempat berencana melepas kembali mereka ke laut apabila tidak ada maklumat dari pemerintah pusat ihwal penanganan pengungsi.

Direktur Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Aceh (PASKA) Farida Haryani mengatakan Pemerintah Kabupaten Pidie, Bireuen, dan Aceh Timur telah meminta surat tertulis atau keputusan resmi dari pemerintah pusat untuk bantuan penanganan pengungsi. Sebab, pemerintah daerah tidak memiliki anggaran khusus untuk para pengungsi.

Para bupati tetap menunggu jawaban pemerintah pusat. “Kalau keputusan itu tidak ada, mereka akan memulangkan pengungsi secara berangsur-angsur kembali ke laut,” kata Farida dalam diskusi daring dengan Amnesty International Indonesia dan Kontras pada Senin lalu.

Menurut dia, pemerintah pusat harus segera bersikap karena semakin membiarkan hal ini berlarut-larut semakin riskan juga akan dampak kemanusiaan yang timbul. Farida mengatakan ada seribu lebih pengungsi yang didominasi oleh anak kecil dan perempuan. Dia miris melihat para pengungsi, khususnya anak-anak, terpaksa tidur di pinggir pantai diterpa angin laut.

Ia menjelaskan, pemerintah daerah bukan enggan menerima pengungsi, tapi mereka juga tidak ingin pengungsi Rohingya menjadi beban pemerintah Aceh. Ia menegaskan, urusan pengungsi Rohingya juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Pemerintah daerah dalam posisi dilematis. Di satu sisi, pemerintah daerah tidak punya anggaran khusus untuk pengungsi. Apabila tidak ada respons dari pemerintah pusat, pengungsi terpaksa dikembalikan ke laut dimulai dengan pengungsi pria lebih dulu dan bertahap dengan perbekalan memadai. Rencana ini bisa menjadi semacam senjata makan tuan bagi pemerintah Aceh. Sebab, jika pengungsi dikembalikan ke laut lepas, hal tersebut akan mencoreng citra masyarakat Aceh.

“Apakah kita mau hal-hal seperti ini sehingga Aceh juga dianggap sebagai orang-orang yang tidak peduli kemanusiaan?” ujar Farida. “Saya pikir itu bukan hanya beban bagi pemerintah Aceh yang berpikir tentang Rohingya. Saya pikir hal-hal itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat.”

Pidie merupakan kabupaten yang paling banyak menampung pengungsi. Tercatat ada 721 pengungsi yang ditampung, termasuk mereka yang baru mendarat pada 19 November lalu. Pada 14 November lalu, Pidie kedatangan 196 pengungsi disusul 147 pengungsi sehari kemudian. Gelombang terakhir tiba pada 19 November dengan 241 pengungsi.

Sebanyak 480 pengungsi telah ditempatkan di Gedung Mina Raya milik Dinas Sosial Kabupaten Pidie, termasuk mereka yang datang pada 14-15 November. Sedangkan pengungsi yang mendarat pada 19 November terpaksa ditempatkan sementara di pinggir pantai.

Penjabat Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto, mengatakan aksi penolakan masyarakat semakin masif. Masyarakat menuntut segera mengusir pengungsi. “Kami terpaksa melokalisasi di bibir pantai Desa Kulee, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, sambil menunggu kebijakan pemerintah pusat,” kata Wahyudi kepada Tempo, kemarin.

Dia menuturkan pemerintah kabupaten sejak awal telah bekerja sama dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Indonesia dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Pemerintah Kabupaten Pidie telah menyediakan penampungan sementara di Mina Raya. “Tapi pengungsi terus berdatangan sehingga melebihi kapasitas penampungan,” ujar Wahyudi.

Petugas mengumpulkan imigran etnis Rohingya saat tiba di penampungan sementara Mina Raya, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Aceh, 14 November 2023. ANTARA/Ampelsa

Dia menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Pidie disebut tidak mampu menampung pengungsi yang sedemikian banyak sehingga menyurati pemerintah pusat untuk meminta bantuan. Surat itu meminta pemerintah pusat mengambil alih penanganan pengungsi karena pemerintah kabupaten tidak memiliki anggaran khusus. Apabila tidak ada jawaban dari pemerintah pusat, pemerintah daerah akan mengembalikan pengungsi ke laut lepas. “Saya serahkan masalah ini kepada masyarakat,” ujar Wahyudi apabila tidak ada tanggapan dari pemerintah pusat.

Juru bicara perwakilan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Indonesia, Mitra Salima Suryono, belum merespons rencana pemerintah daerah yang akan mengembalikan pengungsi ke laut lepas.

Konvensi Pengungsi 1951

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik meminta Tempo langsung menghubungi penjabat Gubernur Aceh, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Achmad Marzuki, perihal rencana penanganan pengungsi. Upaya permintaan konfirmasi Tempo melalui nomor telepon Achmad Marzuki belum direspons.

Tempo juga berupaya meminta konfirmasi perihal keputusan pemerintah pusat terhadap ketidakpastian nasib pengungsi Rohingya di Aceh. Permintaan konfirmasi Tempo melalui pesan pendek kepada Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini belum direspons. Setali tiga uang, upaya konfirmasi ke Kantor Staf Presiden serta Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI Rina Prihtyasmiarsi Soemarno juga tidak direspons.

Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Istana Kepresidenan atau pemerintah pusat perihal krisis pengungsi Rohingya di Aceh. Pernyataan resmi terakhir pemerintah pusat disampaikan melalui Kementerian Luar Negeri. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan Indonesia bukan pihak yang meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Konvensi ini mewajibkan negara-negara yang telah meratifikasinya untuk melindungi pengungsi yang berada di wilayahnya sesuai dengan ketentuan Konvensi. Sebanyak 146 negara menjadi pihak dalam Konvensi dan 147 lainnya merupakan pihak dalam Protokol. “Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu, Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut,” ujar Iqbal dalam pesan singkat pada Kamis, 16 November lalu.

Konvensi sehubungan dengan status pengungsi, yang juga dikenal sebagai Konvensi Pengungsi 1951, adalah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi. Konvensi ini juga menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang enggan menolong pengungsi dengan dalih bukan anggota Konvensi Pengungsi 1951. Padahal, kata Usman, Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi yang menegaskan penyelamatan pengungsi yang terdampar di wilayahnya.

Ia mencontohkan Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS), Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS), Deklarasi ASEAN, dan Deklarasi Bali. Karena itu, menurut Usman, Indonesia berkewajiban menolong pengungsi Rohingya meski bukan anggota Konvensi Pengungsi 1951.

“Kenapa? Prinsip-prinsip Konvensi Pengungsi juga diatur oleh prinsip Konvensi SOLAS, UNCLOS, Deklarasi ASEAN, dan Deklarasi Bali, yang sebetulnya merupakan komitmen regional untuk bersama-sama berbagi beban dalam menangani masalah Rohingya,” ujarnya.

EKA YUDHA SAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus