Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DPR dan pemerintah melanjutkan pembahasan omnibus law.
Berbagai kalangan mengkritik sikap DPR tersebut, yang dianggap mencuri kesempatan.
Sejumlah politikus Golkar melobi agar pembahasan berjalan lancar.
MESKIPUN Dewan Perwakilan Rakyat tengah menjalani reses hingga 14 Juni mendatang, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Rieke Diah Pitaloka tetap datang ke Senayan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu tak pernah absen mengikuti pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. “Saya ditugasi Ketua Umum PDIP (Megawati Soekarnoputri) mengawal pembahasan rancangan tersebut dengan hati-hati dan mendetail,” kata Rieke ketika dihubungi pada, Sabtu, 30 Mei.
Sejak dilimpahkan ke Badan Legislasi Dewan pada 2 April lalu, pembahasan RUU Cipta Kerja berlangsung nyaris saban pekan. Dalam periode masa sidang ketiga, sejak 30 Maret hingga 12 Mei lalu, panitia kerja rancangan tersebut telah menggelar lima kali rapat. Adalah Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar, Azis Syamsuddin, yang membolehkan panitia kerja di Badan Legislasi menggelar rapat selama reses.
Sikap DPR ini menuai kritik dari berbagai kalangan. Pengurus Pusat Muhammadiyah mempertanyakan sikap DPR yang ngotot mengegas pembahasan omnibus law. Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan rancangan tersebut merugikan kalangan buruh, petani, nelayan, dan masyarakat miskin. Trisno juga menganggap rancangan itu berpotensi merusak lingkungan dan merampas tanah rakyat. “Rancangan itu memberikan keistimewaan kepada dunia investasi tanpa memperhatikan kepentingan sosial,” ujarnya.
Peneliti bidang parlemen dan perundang-undangan Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Charles Simabura, menilai anggota DPR mengambil kesempatan dalam kesempitan. Menurut dia, masyarakat saat ini berfokus pada wabah corona. Apalagi ada pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar, yang menyulitkan publik mengajukan protes secara langsung.
Rieke Diah tak menampik, banyak pasal bermasalah dalam rancangan tersebut yang menuai kritik. Namun pembahasan tak bisa lagi ditunda karena sudah diputuskan untuk dilanjutkan di tengah kondisi pandemi virus corona dan saat Dewan rehat. Menurut dia, rancangan tersebut bisa berubah drastis dalam pembahasan. “Kalau perlu, isinya 90 persen kami ganti,” ujar Rieke.
Ia mencontohkan, syarat pembentukan koperasi dalam RUU yang semula hanya tiga orang bisa dikembalikan seperti ketentuan dalam Undang-Undang Perkoperasian, yaitu 20 orang. Menurut Rieke, fraksinya dan sejumlah fraksi lain juga akan mengupayakan persentase dana tanggung jawab sosial dari badan usaha milik negara untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa mencapai lebih dari 20 persen.
Anggota panitia kerja dari Partai NasDem, Taufik Basari, tak menampik anggapan bahwa draf versi pemerintah memiliki kecenderungan berpihak pada pengusaha. Karena itu, kata dia, mesti ada penguatan dari kelompok lain, seperti tenaga kerja dan UMKM. “Kami mendorong ada insentif untuk pelaku usaha kecil,” ujar Taufik.
Rapat pertama pada masa reses digelar pada 20 Mei lalu. Salah satu topik yang diperdebatkan adalah judul undang-undang. Fraksi NasDem, misalnya, mengusulkan judul aturan itu diubah menjadi Rancangan Undang-Undang Kemudahan Berusaha. Taufik Basari beralasan hampir 80 persen pasal RUU itu terkait dengan kemudahan berinvestasi. Rinciannya, nomenklatur yang mengatur cipta kerja pun hanya sebanyak 19 pasal, jauh lebih sedikit ketimbang ketentuan tentang perizinan, sebanyak 1.086 pasal, dan kemudahan berusaha, sejumlah 775 pasal.
Anggota panitia kerja dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, memilih menyesuaikan judul dengan keinginan pemerintah. Menurut Firman, pemberian judul dari pemerintah sudah memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis. Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, memilih menunggu pembahasan selesai sebelum penentuan judul. “Nanti kita lihat substansinya bagaimana, baru kemudian judulnya ditentukan,” kata Arteria. Rencananya, rapat akan kembali dilanjutkan pada Rabu, 3 Juni mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
•••
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DISERAHKAN ke DPR pada 12 Februari lalu, draf omnibus law sempat macet di tangan pimpinan Dewan. Hingga masa sidang kedua berakhir pada 27 Februari, pimpinan Dewan tak kunjung membacakan surat presiden dalam sidang paripurna. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin kala itu mengaku sudah mendorong agar surat presiden segera dibacakan. Persoalannya, kata dia, “Pimpinan Dewan lain belum menyepakati.” Adapun Ketua DPR Puan Maharani menyebutkan tak ingin terburu-buru membahas RUU Cipta Kerja karena masih banyak protes dari kelompok masyarakat.
Padahal RUU Cipta Kerja sudah disahkan masuk Program Legislasi Nasional 2020 menjelang akhir Januari lalu. Sebelum rancangan itu dibawa ke DPR, Presiden Joko Widodo pun sudah mengumpulkan pemimpin partai koalisi pendukungnya di Istana Merdeka secara tertutup pada 14 Januari lalu. Saat itu, Jokowi juga menyampaikan wacana pemindahan Ibu Kota. “Pak Presiden menyampaikan sejumlah rencana kebijakan pemerintah,” ujar Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto, yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Kemacetan di DPR membuat Jokowi kembali mengumpulkan pemimpin partai koalisi pada 6 Maret lalu. Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali, yang menemani Ketua Umum Surya Paloh, bercerita bahwa Presiden langsung menanyakan perkembangan pembahasan omnibus law. Menurut Ali, Presiden ingin DPR secepatnya membahas rancangan tersebut. Jokowi memang menargetkan rancangan itu selesai dibahas dalam waktu 100 hari kerja. Namun, baru pada awal April lalu, pimpinan DPR dan fraksi-fraksi di Dewan mencapai kesepakatan untuk melimpahkan draf ke panitia kerja di Badan Legislasi.
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri), Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah), dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, usai menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, 12 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Ditemui secara terpisah, empat politikus Senayan—dua di antaranya dari partai beringin—bercerita bahwa percepatan pembahasan tak lepas dari campur tangan Airlangga Hartarto, Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri Koordinator Perekonomian. Mereka kompak menyebutkan rancangan itu merupakan “pertaruhan” Airlangga di mata Jokowi. Presiden memang menugasi Airlangga menyusun rancangan tersebut.
Airlangga bergerilya ke sejumlah ketua umum partai agar rancangan itu bisa segera selesai. Sehari sebelum Jokowi mengumpulkan petinggi partai koalisi di Istana untuk kedua kalinya, pada 5 Maret lalu, misalnya, Airlangga bertandang ke rumah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Jawa Barat. Empat hari kemudian, ia juga menyampaikan soal omnibus law saat Surya Paloh berkunjung ke kantor Golkar di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Pada 12 Maret lalu, giliran Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan yang menyambangi kantor Golkar.
Airlangga tak menampik anggapan bahwa pertemuan ini merupakan upaya agar omnibus law segera dibahas di DPR. “Tentu harapannya pembahasan akan lebih mengerucut nanti pada saat dimulainya sidang di parlemen,” tutur Airlangga kala itu. Tak hanya menemui pemimpin partai politik, Airlangga bersama sejumlah menteri lain mengumpulkan pemimpin fraksi di DPR untuk menjelaskan berbagai persoalan dalam rancangan itu pada pertengahan Maret lalu. Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto mengatakan Airlangga menjelaskan soal perubahan sejumlah pasal, termasuk tentang kluster ketenagakerjaan yang diprotes kelompok buruh.
Menurut tiga politikus Senayan, Airlangga juga meminta anggota Badan Legislasi DPR dari Golkar, Firman Soebagyo, mendekati fraksi-fraksi di DPR agar pembahasan bisa lancar. Namun Firman membantah melobi fraksi lain. “Saya hanya ketemu di ruang Badan Legislasi,” katanya. Adapun Wakil Ketua Umum DPR dari Golkar, Azis Syamsuddin, enggan menjelaskan soal perintah bosnya mempercepat pembahasan di DPR. “Tanyakan saja kepada yang bilang begitu,” ujarnya.
Menjelang pembahasan di Badan Legislasi, awalnya belum semua fraksi sepakat rancangan tersebut bakal dikebut. Dua petinggi PDI Perjuangan bercerita, fraksinya tak mau menyepakati begitu saja isi draf pemerintah. Mereka pun tak mau terbelenggu oleh target seratus hari pembahasan rampung yang disampaikan Presiden. Sebab, masih banyak pasal bermasalah.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera juga awalnya menolak mengirimkan anggotanya untuk masuk ke panitia kerja. Persoalannya, kata Wakil Ketua Fraksi PKS Netty Prasetiyani, ketidakhadiran di panitia kerja justru membuat mereka buta informasi. Belakangan, mereka mengubah sikap dengan mengirimkan anggota dan menyerahkan daftar inventarisasi masalah. “Kami dorong semua anggota fraksi untuk bersikap kritis,” ujar Netty.
Firman Soebagyo mengatakan pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi panitia kerja untuk mempercepat pembahasan regulasi ini. Menurut Firman, pandemi menyebabkan belasan juta orang terancam kehilangan pekerjaan. Tak cuma itu, Firman menjelaskan, pemerintah juga mesti menyiapkan infrastruktur dan iklim investasi ketika dunia kembali berjalan normal. Jika regulasi ini tidak segera dibahas, Firman khawatir investor justru lari dari Indonesia. “Kami berpikir bagaimana menciptakan lapangan kerja baru,” kata Firman.
WAYAN AGUS PURNOMO, BUDIARTI UTAMI PUTRI, DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo